6. Nava Gusdaren

2110 Words
"Bibi Gita, Lina minta maaf, Lina.. Lina.. sudah salah selama ini! seharusnya Lina tak seperti ini! Lina, memang bodoh." Ucap Lina sesegukan dan memeluk erat tubuh wanita itu dengan erat nya. "Aksa, pasti sedih disana.. Aksa, pasti kecewa pada Lina!" Gumam Lina di sela-sela pelukan nya dengan seorang wanita yang bernama gita itu. "Tidak, Lina.. kau boleh bersedih tapi jangan sampai rapuh dan goyah! kita ini wanita Lina.. kita lemah! namun.. jangan sampai orang lain tau kalau kita lemah! kita harus memperlihatkan jika kita kuat! kuat.. hapus air mata mu, kakak Ani akan sedih jika ia melihat kau menangis kembali." Ucap Bibi Gita dengan cepat dan membantu mengelap tetesan air mata Lina yang masih tersisa. "Kau mempunyai diri ku, Kakak Ani, kakak Gio dan juga Riano, kau tak boleh bersedih kembali.. kita semua ada disini untuk mu.. untuk calon anak mu yang akan lahir ke dunia ini, kau harus bertahan dan kuat! jadilah Ibu yang tegar dan baik untuk anak mu kelak." Ucap Bibi Gita dengan tegas dan terlihat tersenyum terpaksa. Lina terteguh! mengingat tujuh tahun silam, saat Bibi Gita masih mengandung Riano! saat itu Bibi Gita selalu saja disiksa oleh mantan suami nya orang Jerman itu! ia selalu menyiksa Bibi Gita tak ada ampun! lelaki itu bahkan menyiksa Bibi Gita saat Bibi Gita sedang menandung, alhasil Bibi Gita menglahirkan dengan penuh luka di sekujur tubuh nya! Bibi Gita tak pernah bilang atau pun mengadu pada Ayah Gio, karna menurut Bibi Gita itu adalah dunia pernikahan mereka berdua dan tak boleh ada yang ikut campur tangan di dalam nya. Saat ini ia mengerti dan menatap tabjub pada seorang wanita tangguh yang ada di sampingnya kini, lalu Lina berucap "Bibi, pernakah Bibi menyesal telah menikah dengan pria itu?" Tanya Lina pelan takut-takut menyakiti kembali hati Gita namun entah mengapa ia saat penasaran dan ingin tau tentang hal yang sedang ia tanyakan itu. "Menyesal? iya.. pernah, tapi itu adalah tembok rintangan yang harus kita lewati dan hadapi di dunia ini, Lina.. aku hanya menganggap itu semua adalah ujian untuk ku dan aku menerima semua itu dengan hati yang lapang.. aku telah di karuniai seorang putra yang lucu dan tangguh yaitu Riano ku! dia adalah alasan ku untuk tetap hidup dan bangkit! tak pernah sekali pun aku membayangkan hidup tampa Riano, tawa nya.. pemikiran nya yg haus akan semua hal! sama persis seperti diriku! hahaha.. Riano ku adalah hidup ku." Ucap Bibi Gita pelan mengingat kembali luka lama yang masih ada di dalam memorinya itu. Lina tersenyum kecil, Bibi Gita sangat tanguh melebihi dari pemikiran nya selama ini! Bibi Gita adalah wanita yang cerdas, perkerja keras, dan tanguh! sangat di sayangkan jika harus mempunyai mantan suami yang tukang mabuk dan ringan tangan dulu. Tapi apalah daya, Lina bahkan sekarang lebih mengasihi dirinya sendiri, menjadi anak yang terbuang selama ini, dijadikan pembantu, tak di beri pendidikan yang tinggi, dan menjadi seorang janda yang sedang mengandung di usia tujuh bulan! subhanaallah. Sungguh berat ujian mu untuk hamba mu yang mudah rapuh ini. "Lina.. Gita.. masuklah kalian berdua, cuaca sudah mendung, sebentar lagi hujan." Triak Bu Ani dengan keras dari pintu samping rumah memperingatkan kedua wanita yang sedang asik mengobrol di taman. "Baiklah, kakak.. kami berdua akan segera masuk," Jawab Bibi Gita berteriak dengan keras yg mana membuat Bu Ani mengangguk setuju dan ia segera berlalu masuk ke dalam rumah kediaman anggara itu. "Ayo, kita ini adalah wanita yang kuat bukan? jangan bersedih.. hadapi semuanya dengan hati yang ikhlas dan lapang! dunia ini sangat kejam.. air mata mu hanya akan ditertawakan oleh orang-orang, jadi tersenyumlah." Ucap Bibi Gita memberikan semangat dan tersenyum lebar sehingga lesung pipi nya terlihat sempurna di kedua pipi nya itu. "Iyah, Bibi.. ayo." Ucap Lina cepat dan ikut tersenyum setela mengelap butiran-butiran air mata nya yang masih tersisa di wajah nya itu. Vian menghela napas nya panjang, saat ini ia tepat berdiri di depan rumah kekasih nya itu, namun entah mengapa hati nya gundah dan di selambungi perasaan yang tak enak. "Siapa itu, hohoho.. Vian! kau sudah kembali, Nak? bagaimana kabar mu? ahh.. maafkan aku! ayo.. ayo kita masuk ka dalam, tak enak jika mengobrol di luar bukan? Hahaha.." Ucap seorang pria paruh baya yang sedang tetawa bahagia dan segera merangkul Vian untuk mengajak nya memasuki rumah besar yang ada di hadapan mereka itu. Vian hanya bisa tersenyum dan mengangguk patuh kepada pria paruh baya yang sedang merangkul nya hangat itu, kediaman yang mewah dan besar itu telah Vian masuki dan melangkah jauh ke ruangan keluarga. "Nah, bagaimana kabar mu selama ini, nak?" Ucap pria paruh baya itu tersenyum lebar terlihat sekali pancaran kebahagian di wajah nya yang sudah menua itu. "Baik, Ayah.." Ucap Vian cepat dan tersenyum tulus. Tap.. tap.. tap.. tap.. terdengar suara langkah kaki dari lantai atas yang sedang berlarian menuruni satu persatu anak tangga dengan tak sabaran itu menuju ke arah mereka berdua. Wanita bertubuh tinggi semapai itu menatap tajam ke arah Vian yang sedang terduduk di sofa, dengan tampilan yang lumayan acak-acakan langsung melangkah ke hadapan Vian tampa gentar. "Untuk apa kau kemari?" Tanya wanita itu dengan ketus, namun wajah nya yang imut seakan tak menunjukan saat ini ia sedang marah. "Untuk menemui, mu." Ucap Vian cepat dan dengan tegas menatap balik manik mata wanita yang sedang menatap nya tajam itu. "Setelah mengabaikan semua panggilan, ku?" Ucap wanita itu dengan nada angkuh. "Maaf.." Ucap Vian pelan dan menunduk. Entah mengapa Vian kali ini tak senang atau pun bahagia karna sudah datang ke kedimanan kekasih nya yang tercinta itu, justru wajah Nava membuat nya tambah bimbang dan kalut. "Aku maafkan! aku rindu pada mu, Vian.." Ucap Nava cepat dan tersenyum lebar dan melengkung bahagia ia langsung datang berhamburan ke arah Vian memeluk tubuh tegap dan kekar milik Vian dengan erat. Vian terteguh dan sontak menatap wajah pria paruh baya yang sedang terkekeh kecil itu menatap kelakuan putri nya yang seenak nya saja memeluk orang lain, Vian hanya bisa tersenyum kaku dan berucap "Aku juga.." Ucap Vian cepat dan segera melepaskan pelukan erat dari Nava kepada nya. Nava sontak mengerutkan kedua alis nya bingung, menatap Vian? ia sudah lama tak bertemu dengan Vian, tapi mengapa Vian seolah tak ingin jika ia melepaskan kerinduan mereka berdua dengan berpelukan? mengapa. "Hohoho.. Putri ku! masih ada Ayah disini.. jaga sikap mu oke, Vian pasti merasa malu kepada ku." Ucap pria paruh baya itu tertawa lebar dan mengklarifikasi sendiri agar putrinya itu tak berbuat hal yang tidak-tidak. Vian hanya bisa tersenyum kecil agar Nava tak curiga kepada nya, sontak saja Nava membuang napas nya lega, Vian tak berubah! Vian hanya malu kepada ayah nya. "Cepat, bawakan Vian minuman.. Nak." Ucap pria paruh baya itu dengan tegas menyuruh putrinya agar menyiapkan minuman untuk Vian. "Baik, Ayah.." Ucap Nava cepat dan tersenyum bahagia. "Tunggulah Nava kembali, Ayah ada urusan sebentar.. Ayah, tinggal dulu." Ucap pria paruh baya itu dengan cepat dan tersenyum sebelum meninggalkan vian sendirian di ruangan keluarga itu. Vian mengagguk dan berucap "Baiklah, Ayah." Ucap Vian cepat dan tersenyum kaku. Tak berselang lama pria paruh baya itu pergih, Nava dengan segera berlarian kembali ke arah Vian dan langsung memeluk nya dengan erat kembali. "Nava? bukan kah kau tadi ke dapur?" Tanya Vian cepat dan merasa terkejut melihat Nava kembali dengan cepat lalu langsung memeluk nya erat itu. "Ada pembantu! aku sudah memerintahkan mereka, aku sangat-sangat merindukan mu! Vian." Ucap nava cepat dan tersenyum lebar dalam pelukan Vian. Kritt.. suara pintu terbuka dengan perlahan-lahan, seseorang masuk ke dalam ruangan kerja dengan perlahan-lahan. "Astaga! kau mengagetkan ku!" Ucap pria paruh baya itu dengan ketus menandang seseorang yang ada di hadapan nya dengan intens. "Benarkah? Putri mu yang lebih mengagetkan! dia membanting dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar nya kembali!" Protes wanita paruh baya itu dengan jengkel. Pria paruh baya itu dengan malas melepaskan kaca mata nya dan meletakan kaca mata plus itu dengan kasar di depan meja nya saat ini. "Ayolah! dia masih remaja! dia seperti itu karna Vian tak mengangkat telepon dari nya! jadi maklumi lah, Nava.. Diah!" Ucap pria paruh baya itu dengan wajah tegas nya menatap wanita paruh baya yang bernama Diah itu dengan tajam. "Kau! kau! kau.. terus saja memanjakan nya! lihatlah ia Bagas! Nava tumbuh dengan manja oleh mu! ia bahkan tak pernah lulus sekolah kalau tidak dibantu oleh uang mu!" Protes Diah dengan kesal menumpahkan semua kesalahan kepada Bagas suaminya yang telalu memanjakan buah hati mereka berdua itu. "Diam Diah! Diam! jangan sampai semua orang tau! tidakah kamu malu? jika ada yang mendengarkan semua protes mu ini?" Bentak Bagas keras menatap marah ke arah istrinya itu. "Tidakah kau lebih malu? Nava.. putrimu, tidak bisa melakukan apa pun dengan sendirian! ia selalu meminta bantuan mu, bantuan ku, bantuan kita berdua! aku lelah Bagas.. Aku Lelah! terus-terusan melihat semua tingkah putri mu yang memalukan ini!" Ucap Diah ketus dan jengkel ia dengan segera menjatuhkan p****t nya ke sofa empuk yang berada di ruangan itu, pikiran nya saat ini sungguh lelah! ia harus terus-terusan membereskan kekacauan yang telah Nava perbuat. Bagas memijat pangkal hidung nya dengan marah, ia tak bisa membantah lagi perkataan Diah istrinya itu! Diah memang benar! Nava memanglah anak yang manja dan bodoh dalam setiap pelajaran mana pun! karna itu lah selama ini Bagas menutupi itu semua nya dengan kekayaan yang ia miliki. "Cukup! Vian sudah datang Diah.. Nava, tidak akan seperti itu lagi." Ucap Bagas dengan suara berat nya ia juga merasa telah gagal mendidik putrinya itu. "Vian? Mayor Jendral itu? kapan? dimana dia?" Tanya Diah dengan cepat tanpa jeda menatap wajah suami nya dengan intens. "Dibawah, ruang keluarga.." Ucap Bagas dengan cepat tampa berpikir panjang kembali menjawab semua pertanyaan istrinya yang bertubi-tubi itu. "Benarkah? menantuku telah datang! ohh.. aku akan kesana!" Ucap Diah dengan cepat dan tersenyum lebar kebahagian kini terpancarkan di wajah nya. "Hei, untuk apa kau kesana? Nava.. sedang bersama nya." Ucap Bagas dengan cepat mencegah istrinya itu untuk melangkah kembali. "Kau benar! ada Nava disana.. karna itu aku harus kesana agar putri manja mu itu tidak merusak segala nya di hadapan Vian, menantuku! akan sangat memalukan untuk keluarga ini!" Ucap Diah ketus dan menutup pintu ruangan itu dengan keras sehingga terdengar suara yang cukup keras untuk membengkak kan telinga orang yang lewat. Bagas hanya bisa terdiam dan menatap nanar pintu besar yang sudah tertutup itu, sementara Diah? ia segera melangah dengan cepat takut-takut Nava melakukan hal konyol dan memalukan! yang membuat Mayor Jendral kebanggaan dan yang sudah ia idam-idamkan untuk menjadi menantunya kelak menjadi pupus semuanya! tamat sudah! jika diah tak berhasil menjadikan Mayor Jendral Vian Hamaran Juan menjadi menantunya! siapa lagi yang mau menerima Nava putrinya yang manja itu. Tap.. tap.. tap.. suara langkah kaki kian mendekat ke arah Vian dan juga Nava yang kini mereka berdua sedang berada di ruangan keluarga itu. Vian dan Nava terlihat sedikit terkejut menatap kedatangan seseorang yang kini berada di hadapan mereka berdua itu, tubuh yang tinggi menjulang, badan yang ramping, wajah yang cantik khas dengan wanita blasteran belanda dan indonesia, dengan rambut sebahu yang terurai dan bergelombang tertata rapih, yang kini sedang menatap Nava dengan pandangan tajam. "Nava! jaga Tatakrama mu, Nak." Ucap Diah tegas yang terkejut melihat Nava yang tidak tau malu bergelayut manja pada Vian yang sedang duduk di samping nya itu, sementara di sisi lain wajah Vian sangat terlihat tak suka apa yang telah Nava lakukan padanya itu. Nava berdecih kecil lalu segera duduk menjauh sedikit dari Vian, namun tangan kanan nya masih terus menggenggam tangan kiri Vian tampa mau melepaskan sedikit pun. Diah yang sudah lelah! dan tak mau menegur Nava kembali pun akhirnya mulai mengalihkan pembicaraan, dan ia pun bergabung ikut duduk di sofa lainya. "Kapan kamu sampai, Nak?" Tanya Diah dengan senyuman termanis nya menatap Vian dengan pandangan penuh berharap jika kelak Vian akan menjadi menantu nya! di esok hari. "Kemarin, Bunda.." Ucap Vian cepat dan terdengar tegas setelah merapihkan kembali setelan lengan kemeja nya yang di acak-acak oleh genggaman tangan Nava yang super erat itu. "Benarkah? biasanya kau selalu mengutamakan kesini terlebih dahulu, Nak.." Ucap Diah cepat dan masih memasang senyuman manis nya namun di setiap kata nya ia menyinggung sikap Vian yang mulai berubah itu! ada apa dengan Vian? biasanya ia akan berlari kencang dari bandara agar segera bertemu dengan Nava kekasih nya. "Ada sesuatu yang harus Vian, urus dahulu.. Bunda." Ucap Vian capat terdengar tegas ia memang tak mau berbohong pada seoarang Ibu dari kekasihnya itu. "Hahaha.. begitu, bunda kira kau sudah tak mencintai Nava! hahaha.. pikiran bunda memang konyol!" Ucap Diah tertawa kecil kembali menyinggung Vian yang sudah melupakan kebiasan lama nya yang selalu mementingkan Nava di atas masalah apa pun! terlebih ia sudah menyelesaikan tugas negara nya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD