5. Dilema

2117 Words
Vian merasa gundah dan kacau saat ini! hati dan pikiranya tak sejalan! Vian tak mengerti bagaimana bisa Lina meminta nya untuk menikahi nya? bagi Vian ini adalah dilema yang rumit! hati nya berkata tidak! ia sangat-sangat mencintai Nava! adik tiri Lina, tapi pikiran terus saja berkecamuk membela Lina! karna dirinyalah Lina menjadi seorang janda dan karna dirinya lah anak yang sedang di kandung Lina tak bisa mengenal atau pun mendengar suara Aksa! ayah nya. Sementara itu disisi lain, Nava tengah bersorak gembira setelah mendengar bahwa kekasih pujaan hati nya telah kembali pulang ke kota! dan dengan bersenandung gembira pun Nava memilih-milih pakaian terbaru dan terbagus yang ada di lemarinya, ia tersenyum cerah setelah menetapkan pilihan pakaian nya yang akan ia pakai, ia berharap Vian akan segera datang dan menemuinya. Sudah berulang kali Vian tak menjawab telepon dari Nava, ia selalu mengabaikan dring-dring nada yang terus saja bergema di ponselnya itu, sampai-sampai wanita pujaan hatinya itu menyerah dan tak menelponnya kembali. Vian menghela napas nya berat, ia sedang merenungi nasib nya. ia tak pernah sekacau ini ketika menghadapi musuh! tapi mengapa permintaan konyol Lina mampu memengaruhi dirinya. "Apa kau tak senang kembali pulang ke sini, nak?" Tanya seorang pria paruh baya itu dengan nada mengejek ke arah Vian yang mana membuat Vian segera tersadar dari lamunan nya itu. Vian hanya bisa tersenyum kecil pada pria paruh baya yang sedang mengejek nya itu lalu berucap "Apa yang kakek katakan? tentu saja aku bahagia karna bisa kembali pulang dan bertemu kakek ku yang masih tetap tampan ini." Ucap Vian pelan berkelit dan tersenyum kecil menanggapi ejekan pria paruh baya itu kepada nya. "Hahaha.. mulut mu sudah pandai berbohong! Nak, apa kau mempelajari cara berbohong juga di militer?" Tanya pria paruh baya itu terkesan dengan nada tak suka mendengar Vian berbohong kepada nya. "Aku mempelajari cara bertarung, bertahan hidup, bertaruh nyawa, untuk melindungi negri tercintaku ini, kakek.. disana hanya ada strategi perang dan menyerang musuh! tidak ada cara berbohong di militer, kakek.." Ucap Vian tersenyum menanggapi ucapan kakeknya itu. "Hohoho.. baiklah cucuku! ahh tidak.. sekarang kau sudah menjadi Mayor Jendra yang perkasa." Ucap Pria paruh baya itu tersenyum dan terkekeh menanggapi ucapan cucunya, ia tau betul sekarang Vian sedang dilema akan sesuatu. "Jadi apa yang membuat seorang Mayor Jendral. Vian Hamaran Juan, sekacau ini?" Ucap Pria paruh baya itu kembali dengan nada tegas sedikit menyindir ke cucunya itu agar Vian mau bercerita kepadanya tentang masalah yang sedang Vian hadapi. Vian terteguh! memang sulit berkelit dari kakek nya itu, Vian hanya mampu tersenyum kecil sebelum pasrah menjawab pertanyaan dari kakek nya itu. "Kakek, pernahkah kakek menghadapi pilihan yang sulit?" Ucap Vian pelan menatap wajah yang sudah keriput kakek nya itu dengan lekat. "Apakah, ini tentang masalah wanita?" Tanya Pria paruh baya itu dengan cepat kepada Vian. Vian terkekeh kecil lalu ia berucap "Kakek, memang selalu bisa menebak nya." Ucap Vian terkekeh hambar melihat langit-langit malam dan hawa dingin yang sekarang menerpa tubuh nya tampa permisi itu. Sang kakek pun terkekeh kecil, lalu ia ikut duduk di kursi bersama Vian yang sedang mengamati langit malam di atas balkon rumah nya itu. "Kau tau, Nak? kau sangat hebat di dalam pertarungan.. tapi kau bodoh di dunia cinta!" Ucap sang kakek dengan nada mengejek ke arah Vian. "Aku tau! lalu.. aku harus bagaimana, kakek?" Tanya Vian cepat karna dirinya bahkan tak bisa memutuskan atau pun memilih, pilihan itu benar-benar rumit. Vian bahkan beradai-andai, jika dirinya yang tak terselamatkan dan mati di medan tempur itu! mungkin, saat ini ia tak akan menghadapi dilema yang begitu menyakitkan hati dan dirinya ini. "Kakek, bahkan tidak tau apa yang sedang kau hadapi, Nak? Tapi yang pasti adalah kau harus bijak dan adil saat menghadapi sesuatu yang sulit! jangan pikirkan perasaan mu saja! tapi berpikirlah dan carilah jalan keluar yang terbaik dari masalahmu ini!" Ucap Sang kakek dengan tersenyum lalu menepuk-nepuk punggung Vian pelan ingin memberikan kesabaran dan ketabahan pada cucunya itu. "Tapi, bagaimana dengan hati ku.. Kakek?" Tanya Vian pelan seperti bergumam ragu-ragu ia mengucapkan kata-kata itu keluar dari mulutnya. "Hati ya? apakah hati mu juga akan ikut bahagia jika kamu memilih di antara pilihan itu? apa hati mu bisa kau janjikan kebahagian? Vian.. cucuku! ini mungkin adalah ujian untuk mu, Nak.. renungkan dan pikirkan lah dahulu sebelum mengambil sebuah keputusan.. insyaallah, Allah maha baik.. ia akan menuntun mu ke jalan kebaikan pula." Ucap sang Kakek itu pelan dan tersenyum kecil melihat cucu kecilnya kini sudah sangat besar dan sedang di uji dengan dilema yang rumit, oleh N'ya sang maha Esa. Vian yang sedari tadi menyimak ucapan kakeknya itu pun, mengagguk perlahan dan membuang napas nya lebih ringan setelah mendapatkan saran dan masukan dari sang kakek mengenai dilema yang sedang ia hadapi itu, dan Vian percaya bahwa akan selalu ada jalan keluar untuk nya. Prank.. terdengar suara cermin yang pecah ke sekian kali nya! Nava sudah kehilangan akal sehat nya! karna Vian terus saja tak mau menjawab telpon darinya, kini kamar yang semula rapih dan bersih itu kian menjadi berantakan tak karuan oleh tingkah Nava yang tak bisa mengontrol emosinya. "Dimana, Vian? bahkan ia tak mengabariku setelah pulang kesini! apakah ia sudah tak cinta lagi pada ku? argh.. dimana dia? dimana!" Triak Nava keras frustasi dan menjambak-jambak rambutnya perlahan-lahan tak terima jika dirinya di abaikan oleh Vian! pemuda yang selama ini selalu ia tunggu-tunggu akan kedatangan nya itu. Lina tak bisa tertidur nyenyak, malam ini ia terus saja kepikiran akan Vian dan kebodohan nya tadi sore! bayi yang sedang di kandungan Lina pun sekarang tak bisa terdiam, bayi itu terus saja bergerak dan menendang-nendang di dalam perut Lina seolah-olah ikut menyalahkan ibunya juga. Tok.. tok.. tok.. suara ketukan pintu terdengar begitu jelas di telinga Lina, Lina pun secara perlahan-lahan bangkit dari tidurnya dan membuka pintu kamarnya, sontak saja senyuman Lina merekah lebar tertera sangat jelas di wajah nya itu, tak kala melihat setangkai mawar putih yang tengah di genggam oleh bocah kecil yang saat ini di depan pintu kamar nya itu. "Ini, untuk Tante Lina yang cantik." Ucap bocah pria yang baru saja berusia tujuh tahun itu tersenyum lebar ke arah Lina. "Terimakasih, Ano.. kamu baik sekali, Nak." Ucap Lina tersenyum bahagia menerima setangkai bunga mawar putih itu di tangan nya. "Hehehe.. bolehkan Ano tidur bersama tante Lina, malam ini? Ano tidak mau tidur di kamar tamu." Ucap Riano si bocah kecil itu dengan nada memohon dan mata berbinar-binar nya yang ia buat-buat dan ia tunjukan di hadapan Lina. Lina pun tersenyum lebar dan mengangguk cepat lalu ia berucap "Boleh saja, asal Ano tidak boleh pipis di kasur, mengerti? sana Ano ke kamar mandi dulu bersihkan diri riano dulu di sana." Ucap Lina cepat memperingati calon paman kecil untuk bayi nya kelak. "Siap, tante!" Ucap Riano cepat dan tersenyum lebar sehingga jejeran gigi kecil-kecil milik nya itu terlihat jelas. Setelah melihat bocah kecil itu berlari ke kamar mandi dengan patuh itu membuat Lina tertawa kecil lalu bergumam "Bocah itu, menyogok ku dengan setangkai bunga mawar putih yang ada di meja tamu? hahaha.. lucu sekali." Ucap Lina gemas dan tersenyum lebar karna ia sudah di pastikan dirinya tak akan kesepian malam ini karna ada si bocah kecil yang menggemaskan itu. Riano adalah anak dari adik angkat keluarga anggara, lebih tepatnya adalah adik angkat dari Gio Anggara! Ibu dari Riano dulu pernah menyelamatkan nyawa Aksa. Ketika Aksa kecil yang hampir saja berjalan-jalan sendirian di taman dan kebetulan ada ular disana yang sedang mengancam nyawa Aksa kecil dulu, maka dari itu Gio memutuskan mengangkat ibu dari Riano sebagai adik angkat keluarga Anggara. Riano si kecil itu dan Ibu nya, memilih singgah dan menginap sesaat di kediaman anggara sebelum mereka kembali lagi pulang ke Jerman, yaa.. keluarga Anggara mempunyai perusahaan yang ternama di Jerman! karna itu lah rian dan ibu nya diharuskan tinggal disana dan dipercayakan untuk menjaga dan mengelola perusahan disana. Pagi hari yang cerah segera menyapa Lina yang belum kunjung-kunjung terbangun dari tidurnya itu ia bahkan tak menunjukan tanda-tanda jika ingin terbangun dari kasur empuk nya itu, sementara si bocah kecil riano sudah tak tau pergih kemana, Rian memang bocah yg aktif! dia tidak akan bisa terdiam sebelum selesai mengelilingi rumah utama keluarga Anggara itu. "Lina.. bangun, Nak.. sudah pagi." Ucap Bu Ani pelan dengan sabar membangunkan Bumil di setiap harinya. Lina menggeliat kecil lalu membuka kedua kelopak matanya dengan malas, sejak ia hamil Lina hampir tak pernah bisa bangun pagi sendiri, seolah-olah sang bayi menginginkan waktu tidurnya lebih lama lagi. "Lina, matahari hampir di atas loh.. bangun dulu, nanti siangan baru dilanjutkan kembali tidurnya." Ucap Bu Ani dengan sabar membangunkan bumil yang lagi malas-malasnya untuk bangun di pagi hari itu. "Hoam.. Ibu, Lina masih mengantuk.. Riano selalu saja mengajak Lina berbicara semalaman." Ucap Lina beralasan karna telat bangun pagi ke sekian kalinya lagi, namun semua perkataan Lina itu tidak lah sebuah alasan saja, memang benar jika Riano terus saja mengajak Lina berbicara sampai jam setengah dua ia baru saja bisa terbebas dari riano bocah kecil yang selalu saja ingin tau akan semua hal itu. "Baiklah-baiklah, ayo cepat bangun dan sarapan.. kami semua sudah menunggu mu sedari tadi di meja makan." Ucap Bu Ani capat dan tersenyum kecil pada menantu nya ia sangat tau bahwa Lina sejak mengandung ia sangat telat dan susah untuk bangun pagi. "Hehehe.. maafkan Lina Bu, Lina ingin membersihkan diri dulu.. Ibu, turun saja duluan.. Lina, akan segera menyusul." Ucap Lina pelan dan tertawa kecil pada Ibu mertuanya itu yang bahkan sudah seperti teman bagi Lina. Bu Ani pun setuju dan segera berlalu dari kamar Lina, setelah membersihkan dirinya Lina bergegas turun ke lantai bawah dan berjalan kearah dapur. Sontak saja seorang wanita yang umurnya tak jauh beda dari ibu mertuanya itu melihat ke arah Lina lalu ia berucap "Masyaallah, Bumil sudah datang! uluh.. uluh.. anak ku semakin sehat dan tumbuh besar di perutmu." Ucap seorang wanita itu dengan lantang nya menyambut kedatangan Lina dengan senyuman lebar yang terlukis indah di bibinya. "Yeee.. tante Lina." Pekik bocah kecil Riano itu dengan kegirangan berhamburan memeluk Lina erat, lebih tepatnya memeluk perut buncit Lina, karna tinggi Riano saat ini hanya sepantaran tingginya dengan seperut Lina. Sontak saja semua orang tertawa melihat tingkah Riano yang menggemaskan itu menurut mereka semua "Hahahaha.." Suara tawa kini baru saja menghiasi rumah keluarga Anggara, setelah kematian Aksa yang juga ikut mematikan kebahagian di rumah itu. "Kau sedang apa?" Tanya seorang wanita yang ikut terduduk di bangku taman menemani Helina yang tengah menikmati sinar mentari disore hari. "Mengenang! Bibi, hati ini kembali terluka." Ucap Helina pelan dengan nada suara yang serak seperti ingin menangis kembali. "Tabahkan lah dirimu, Lina." Ucap seorang wanita itu kembali dan kemudian merangkul Helina secara hangat. "Hati ini tak pernah mau mengerti, Bibi.. rasanya, sangat sakit di dalam sini." Ucap Helina pelan satu persatu air mata nya menetes dan dengan lemah ia mendekatkan gantungan kunci itu ke arah jantung nya dan mendekap gantungan kunci itu dengan erat-erat. "Ingatkah kau, Lina.. saat Aksa memberikan gantungan kunci ini di Jerman satu tahun yg lalu padamu?" Tanya seorang wanita itu perlahan dan menatap dalam wajah Lina yang sembab itu. Lina dengan segera mengangguk dan berucap "Ingat, Bibi.. disaat pertama kalinya kami berdua datang kejerman untuk bulan madu disana." Ucap Lina pelan masih terdengar suara serak nya khas seseorang yang baru saja berhenti menangis. "Lalu? apa yang Aksa ucapkan pada mu dulu? apakah kau masih mengingat nya?" Tanya seorang wanita itu kembali dengan senyuman nya. Lina mengangguk lalu berucap "Aku selalu saja ceroboh dan menghilangkan kunci kamar! karna itu Aksa memberikan ku gantungan kunci ini agar mudah terlihat dan biasa juga di jadikan gelang." Ucap Lina cepat dan menatap ke arah wanita itu dengan kedua mata jernih nya. "Itu lah, Lina! Aksa selalu membantu mu untuk melakukan semua hal untuk dirimu.. Aksa adalah seorang suami dan lelaki yang baik! apakah ia pantas mendengar tangisan mu terus menerus di alam sana? apakah seorang istri dari Aksa Anggara mudah rapuh? tidak! kau istri dari Aksa.. seorang pemuda yang sama sekali tak pernah menyerah dan bisa melakukan apa pun untuk orang yang ia kasihi.. Aksa Anggara! suami mu.. kalau kau sedang sedih dan merindukan nya, bukan seperti ini cara nya! bukan menangisi kematian sahid nya! tapi berdoa sebanyak-banyak nya untuk Aksa.. Aksa memilih mu untuk menjadi istrinya itu pasti ada suatu alasanya nya! karna kau kuat dan tegar! seperti dirinya.. Lina, yang saat ini kupandang bukanlah Lina yang dulu! Lina ku kuat! Lina ku tak pantang menyerah atau pun rapuh! Lina ku selalu ceria dan tersenyum! kembalikan Lina ku dan Lina anggara ku yang dulu." Ucap seorang wanita itu dengan nada rendah nya hampir ikut menangis dan menatap Lina dengan memohon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD