4. Kebodohan Sesaat

2060 Words
Vian terkejut bukan main! perkataan Lina sangat membuat nya terkejut, bagaimana bisa ia menikahi Lina? mendiang istri dari teman akrab nya yang baru saja tiada! dan yang menjadi alasan yang paling kuat adalah ia telah mencintai wanita lain! bagaimana bisa ia menikah dengan Lina? ia bahkan tak mempunyai rasa apa pun kepada Lina. Vian sontak membuang pandangan nya kelain arah sebentar dan segera berucap kembali "Apa kau sudah gila, Lina?" Ucap Vian ketus dan menatap tajam ke arah Lina saat ini. Helina sontak tersenyum miring dan berucap "Bukan kah kau yang menginginkan permintaan maaf mu, ku terima.. Vian?" Tanya Lina balik dengan nada yang tak kurang ketus kepada Vian yang sedang menatap nya tajam itu. "Ini salah Lina! kau benar-benar menguji kesabaran ku.. dengan meminta ku menikahi mu seperti ini!" Ucap Vian ketus masih dengan pandangan mata yang menatap ke arah Lina permintaan yang konyol dan tak masuk akal itu, jelas-jelas Lina tau jika dirinya hanya mencintai sodari tirinya itu. "Apakah aku peduli? apa aku terlihat peduli dengan kesabaran mu itu? jikalau kamu tak mau menikahi ku yasudah! biarkan saja anak yang ada di dalam kandungan ku ini akan terlahir tampa nama ayah di kehidupan nya kelak!" Jawab Lina ketus dan menatap tajam balik ke arah Vian, Helina saat ini sedang masa bodo dengan yang nama nya belas kasih. "Terserah, Lina! permintaan mu ini sungguh tidak masuk di akal! kau benar-benar butuh istirahat saat ini." Ucap Vian tegas dan ingin segera berbalik untuk meninggalkan Helina yang sedang di ruang makan itu. "Lihatlah Nak, dia.. ya dia! pria yang sudah di selamatkan kedua kali nya oleh ayah mu yg baik itu, tapi apa yang ia ucapakan kepada anak yang tak berdosa seperti mu? Terserah? hah.. bahkan karna dirinya kamu nanti tidak akan bisa melihat atau bahkan mendengar suara ayah mu, huhuhu.." Ucap Lina cepat dan tersesegukan menangis kembali memeluk perut buncit nya dengan sedih. "Jahat! Jahat sekali.." Ucap Lina menangis kencang yang mana membuat isi rumah itu menengok ke arah nya. Vian terhenti melangkah, ia terdiam mendengar semua sindiran dari Lina untuk dirinya, memang benar karna dirinya lah anak yang sedang di dalam kandungan Lina itu harus terlahir tampa Ayah nya! namun Vian tidak bisa berhenti disini! Vian tidak bisa membohongi hati nya, Vian hanya mencintai Nava! hanya Nava saja. "Pria yang egois! pria yang tak bertanggung jawab! tapi mengapa anak ku yang tak berdosa ini yang harus menanggung salah nya! mengapa? mengapa Aksa tidak menyelamatkan dirinya sendiri saja! pria yang di selamatkan nya kini tak mempunyai malu! huhuhu.. mengapa Ayah mu begitu baik dan bodoh mempertaruhkan nyawanya untuk pria itu!" Ucap Lina ketus menangis kencang dan memaki-maki Vian. Vian kembali melangkah jauh kembali meninggalkan Lian yang sedang menangis sendirian itu, saat ini hati Vian sedang kalut dan di selambungi oleh kabut yang sangat tebal itu. Vian telah berjanji kepada Aksa akan bertanggung jawab kepada Lina dan anak nya, namun permintan yang mengejutkan dari kedua bibir Helina sangat menyakiti hati nya! menikahi Lina? bagaimana bisa! Helina adalah istri dari sahabat nya. Vian berjalan gontai menuju ke pakiran mobil nya dan melajukan mobil nya secara perlahan meninggalkan kediaman Anggara dengan perasaan kalut yang saat ini mendera hati dan pikiran nya itu. "Aksa, maafkan aku yg telah mengecewakan dirimu ini.. permintaan Helina benar-benar di luar kendali ku! aku harus bagaimana?" Gumam Vian lirih di dalam mobil nya itu. Helina segera bergegas berlarian menuju ke jendela terdekat dan ia berhasil melihat mobil yang di kendarai Vian keluar dari halaman kediaman Anggara itu, Lina bersorak gembira! rencana nya telah berhasil, Lina tau betul Vian bukan lah lelaki yang tak bertanggung jawab! Vian adalah lelaki yang tegas dan berpendirian teguh. Lina terseyum kecil ia segera mengusap air mata nya, saat ini ia hanya perlu menunggu Vian masuk ke dalam jebakan nya! jika ia tak bisa bersama Aksa! maka begitu pun dengan Vian dan juga Nava! mereka berdua tidak boleh bersama! itu lah yang sedang Lina rencanakan saat ini. Jahat? Lina tertawa kecil, selama ini ia selalu di acuhkan dan di buang oleh keluarga nya! tak dianggap oleh siapa pun! jadi ia tak akan mengalah kembali kali ini! Lina bertekat kuat akan memisahkan Vian dan Nava adik angkat nya yang merampas semua kebahagian dirinya sejak kecil! Nava selama ini sudah berbahagia di atas penderitaan nya, sekarang lah waktunya dunia berputar! Nava harus kehilangan kekasih nya! itu adalah harga yang harus Nava bayar untuk semua kelakuan buruk nya kepada Helina selama ini. Lina mengelus perut buncit nya dengan sangat pelan nan lembut, entah apakah yang telah ia perbuat ini benar atau pun salah? Lina tidak tau, Lina hanya ingin membalas semua perbuatan Nava dan Vian yang dulu acuh kepada nya, menutup mata atas semua ke tidak adilan yang telah Helina terima selama ini dari keluarga Gusdaren. Sang wanita yang merampas kebahagian nya sedari kecil? dan juga sang pria yang juga ikut mengambil kebagian nya yaitu kekasih Helina! Lina membuang napas nya berat, Lina tak ingin bersandiwara seperti ini! ini bukan lah dirinya, namun ia juga tidak bisa berbohong jika ia saat ini sangat membenci Vian! dan menginginkan Vian dan Nava menderita! seperti diri nya saat ini! salahkah? salah jika ia hanya ingin mencari keadilan untuk dirinya sendiri? salahkah. Para pembantu pun menatap bingung ke arah majikan nya itu, tadi Lina menagis kencang, lalu sekarang tertawa kecil, membuat mereka semua saling beradu pandangan saja dan menggeleng sedih, pasalnya majikan nya itu sudah tak seperti majikan nya yang dulu! Helina terkadang bagaikan orang asing yang mereka baru kenal setelah kematian Aksa suami nya itu, mereka semua hanya mampu berdoa agar Nyonya nya itu kembali bersikap seperti semula yang selama ini mereka kenal. Gio dan Ani baru saja turun dari kendaraan beroda empat mereka turun secara bersama-sama, dengan setelan pakaian kebaya dan Jas yang serasi yang saat ini mereka kenakan itu. Lina menyambut kepulangan Ayah Gio dan Ibu Ani dengan suka cita dan senyuman manis kini mengembang di kedua sudut bibir merah nya itu. "Selamat malam, menantuku.. cucuku." Sapa Gio hangat mengulurkan tangan kanan nya agar Lina bisa mencium tangan Gio tanda memberikan salam begitu pun juga dengan Ani, Lina memeluk tubuh Ibu Ani dengan sangat erat dan terhiasi banyak senyuman yang Lina pancarkan kini. "Allhamdulilah, kau terlihat berbahagia lagi lina.." Ucap Bu Ani peka akan sikap Lina yang mulai berubah kembali lagi itu. "Iya, Buu.. Lina sudah berjanji untuk bangkit kembali lagi bukan." Ucap Lina pelan dan berusaha mempertahankan senyuman nya itu walau saat ini ia masih merasa bersalah pada Vian. Gio tersenyum kecil dan berucap "Bagus lah Nak, Ayah ingin keruangan kerja dulu.. Ani, ingatkan pertemuan ku dengan pak lurah besok siang, oke." Ucap Gio tegas dan segera berlaru dari ruang tamu dengan langkah yang tegas dan berwibawa itu. "Baiklah.." Ucap Ani pelan dan tersenyum kecil, memang sedari ia memutuskan menikah dengan Gio ia harus siap menanggung resiko akan sikap Gio yang tegas, keras kepala, dan tak romantis itu, namun Ani tak akan menyerah! Ani bahkan sudah sangat bersyukur Gio telah memilih nya untuk menjadi pendamping hidup dan mati nya di depan penghulu dan tamu undangan dulu saat Gio mengucapkan kalimat sakral itu. Pandangan Bu Ani kini beralih pada kedua betis Helina yang kian lama kian besar dan bengkak, Bu Ani pun segera berucap "Lina, duduklah Nak.. kaki mu semakin membengkak! biar Ibu pijat dulu yaa.." Ucap Ani dengan nada panik melihat kedua betis Lina yang semakin hari semakin membesar itu. Lina pun hanya tersenyum kecil dan mengangguk mengiyakan, ia sangat tau jika ia menolak maka ibu mertuanya itu akan mengomelin nya terus-menerus bahkan sampai ia sudah selesai memijat kaki nya yang membesar karna kehamilan nya itu pun tak akan pernah berhenti jika dilarang. Bu Ani segera bergegas mengeluarkan minyak pijat dari tas jinjing nya itu, Bu Ani selalu menyiapkan minyak pijat di tas nya karna suami nya juga sering meminta di pijat punggung nya saat di dalam perjalanan bisnis mau pun pergih keluar kota saja, dan dengan perlahan-lahan memijat kedua betis Lina dengan sangat lembut dan perhatian itu. Lina tersenyum senang, ia merasa sangat- sangat lah beruntung mempunyai Ibu mertua sebaik ini! bahkan ibu kandung nya sendiri lebih memilih uang ketimbang dirinya waktu Helina lahir dimuka bumi ini! ibu kandung Helina malah menerima sogokan dan menyerahkan Helina begitu saja ke keluarga Gusdaren yang selalu saja menyiksa Lina sejak umur nya menginjak tujuh tahun itu. "Sudah, jangan terlalu banyak bergerak terlebih dahulu Lina.. usia kandungan mu saat ini sudah hampir mendekati hari kelahiran sang bayi." Ucap Bu Ani menceramahi Lina dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian itu. Lina hanya tertawa kecil dan menggagguk mengiyakan semua ceramahan itu yang telah bu ani berikan untuk nya. "Menjadi seorang ibu itu adalah tanggung jawab yang besar dan membahagiakan Lina, saat seorang wanita telah menikah dan mendapatkan hidayah dan diberikan kesepatan untuk mempunyai Beby, maka kita sebagai seorang wanita, istri, dan calon ibu.. harus dan sangat memperhatikan sang Beby! jangan pernah membentak nya jika anak kita nanti melakukan kesalahan! tapi.. kasih tau dan berikan ia nasihat serta contoh yg baik, agar ia bisa tumbuh dan besar secara baik pula, mengerti Lina." Ucap Bu Ani pelan sambil mengusap-usap perut buncit Lina merasaka ikatan batin yang sangat dalam kepada cucunya yang belum lahir itu. "Lina mengerti buu, terimakasih telah mengajari Lina cara menjadi seorang Ibu yang baik dan benar." Ucap Lina pelan dan tersenyum lebar menatap wajah Bu Ani yang sudah mulai terlihat keriput di wajah nya itu. "Sama-sama, Nak.. kau adalah menantu ibu yg tersayang dan terbaik." Ucap Bu Ani gemas dan segera memeluk tubuh Lina dengan gemas nya itu. Deg.. Lina baru saja menyadari sesuatu! jika ia menikah lagi dengan Vian apakah ibu Vian akan menyayangi nya sama seperti ibu mertua nya ini? apakah ia akan sebaik dan sepengertian ini? Lina terdiam sesaat ia baru saja terperangah, ia sudah mematik api kecil yang tak tau kapan api itu akan membesar. Bu Ani yang saat ini memandang Helina yang tengah terbengong itu pun segera berucap "Mengapa kamu terdiam, Lina?" Tanya Bu Ani cepat dan menatap wajah Lina lekat. Lina pun tersenyum kecil dan segera berucap "Tidak apa-apa, Buu." Ucap Lina cepat dengan senyuman kecil di kedua bibirnya itu. Tring.. tring.. tring.. suara telpon rumah milik keluarga Anggara terdengar nyaring, Bu Ani pun segera bergegas berjalan ke arah tempat telepon rumah itu dan mengangkatnya dengan menjawab salam terlebih dahulu, berhubung tak ada pembantu yang sedang berkeliaran di dekat situ. "Walaikumsalam, apakah ada yang bisa saya bantu Bu Rt?" Tanya Bu Ani dengan suara yang pasrah harus menghadapi ocehan ibu-ibu ternyinyir itu. "Hohoho.. ada dong! Buu.. begini saya mau bilang, besok lusa anak saya yang Pilot itu loh.. Pilot! mau pulang kerumah, dan saya mau ngundang ibu dan sekeluarga Ibu Ani untuk datang kerumah, yaa.. acara yang gede-gedean aja si!" Ucap nya dengan nada sombong nya itu bahkan masih bisa terdengar walau dari sambungan telpon, ck.. ck.. ck.. sombong betul. "Ohh begitu.. iya Bu, Inysaallah ya.. saya sekeluarga bisa dateng yaa." Ucap Bu Ani menjawab dengan malas dan pasrah dibuat nya menanggapi terus menerus ucapan Ibu nyinyir bin suka sombong itu. "Iya lah, harus! nanti akan ada makanan-makanan mahal! yang enak-enak.. kan Lina harus di beri asupan makanan yang sehat-sehat loh." Ucap nya kembali masih dengan nada sombong khas milik nya itu. "Haha.. iya, Buu." Ucap Bu Ani cepat-cepat dan langsung segara menutup sambungan telpon itu dengan gerakan cepat, merasa kesal akibat setiap kata-kata yang ia dengar dari ibu-ibu ternyinyir itu. "Dasar! memang nya aku tak mampu memberikan menantuku makanan yang sehat dan bergizi! sembarangan saja kalau berucap!" Maki Bu Ani meluapkan kekesalan nya itu pada telepon rumah yang tak bersalah, membuat para asisten rumah tangga nya yang berada di dekat sana tertawa kecil melihat tingkah Bu Ani yang sedang kesal itu. Sementara itu Helina terdiam dan melamun kan ke bodohan nya itu, ia meruntuki dan memaki ke bodohan nya sesaat itu! begaimana bisa ia meminta Vian untuk menikahi nya! sungguh dirinya sangat bodoh! Lina sudah terbutakan oleh dendam dan gejolak kebencian nya yang sesaat ini. Helina mengehala napas panjang dan terkesan sangat berat itu, ia sudah memantik api kecil, dan pasti nya ia akan menuai kobaran api besar yang akan ada di depan jalan nya kelak, mau tidak mau Lina harus siap untuk mematikan kobaran api yang cepat atau lambat kian membesar itu! semoga saja hal ini tidak akan berpengaruh begitu besar pada hidup nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD