7. Pringatan 7 Harian Kematian Aksa Anggara. AD

2046 Words
Vian terteguh! ucapan Diah sangat melukai hati nya, terlebih selama ini ia selalu tak pernah absen mencintai Nava! kekasih nya, pujaan hati nya, cinta nya, walau ia selalu terpisah jauh dan berbeda negara selama ini, karna Vian selalu bertugas dan paruh untuk melindungi negara nya. Sementara itu Nava menggeram kecil, ucapan bunda nya juga ikut menyulut api yang sudah berusaha ia pendam sedari tadi! Nava juga tak bodoh! ia mengenal betul Vian sejak kecil, ia tau saat ini Vian sedang dilema atau ada sesuatu yang ia sembunyikan sedari tadi, Vian juga mulai risih setiap dirinya mencoba lebih dekat dengan Vian, ada apa ini? Vian sudah berubah? apakah cinta nya telah pupus di makan waktu. Vian berdehem kecil lalu berucap "Itu tak akan terjadi Bunda, Vian sangat mencintai.. Nava!" Ucap Vian tegas dan dengan segera mencium punggung tangan kanan Nava yang mana membuat ibu dan anak itu melongo seketika. Semburat merah merona kini menghiasi pipi Nava, pikiran ysng kacau tadi pun hilang seketika! Nava tersenyum lebar dan merasa lega karna Vian masih tetap mencintai nya! walau ia sudah lama berpisah dengan Vian karna tugas kenegaraan itu. Diah tersenyum simpul! rencanan nya berjalan mulus, Vian menyatakan kembali cinta nya kepada Nava! Diah sangat tau betul Vian bukan lah seorang pria yang mudah membual! kini jalan nya mulus, tidak akan ada yang menghalangi nya untuk menjadi Ibu mertua dari seorang Mayor Jendral Vian Hamaran Juan! yang selalu harum di setiap langkah dan juga nama besar nya itu. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Sinar matahari mulai menampakan sinar nya dan menyapa kediaman Anggara, namun kini Helina sedang tidak berada di kamar nya, tidak biasanya Helina mampu terbangun sepagi itu? ada apa? dimana Helina. Terdengar suara isak tangis bercampur doa-doa yang sedang Helina panjatkan di depan sebuah makam ysng bertulisan BRIGJEN.AKSA ANGGARA.AD, sedari habis sholat subuh Helina sudah berada disana, dengan di temani Ibu Ani Anggara dan para penjaga keluarga Anggara yang menengok makam Aksa. "Nak, sudah pagi.. ayo kita pulang, Aksa pasti tak ingin anak nya kedinginan." Ucap Bu Ani pelan sambil menyentuh pundak Helina yang sedang tersibuk dengan bacaan al-Qur'an yang berada di genggaman nya itu. Helina dengan perlahan menyudahi bacaan Al-Qur'an untuk Aksa, ia mengelap air mata nya yang terjatuh di kedua pipi nya ia berusaha tersenyum menatap nisan yang bertulisan nama suami nya itu. "Mas, aku pulang dulu yaa.. nanti kita semua datang lagi kesini, aku merindukan mu." Ucap Helina pelan dan mengusahakan untuk tersenyum sambil menyentuh ukiran nama panjang milik Aksa di nisan itu. Dengan langkah yang berat Helina dan Bu Ani mulai menjauh dari makam Aksa berserta para penjaga keluarga Anggara yang senantiasa mengikuti dan mengawal kemana pun majikan nya pergih. Helina memeluk perut buncit nya kuat-kuat, kaki nya bergemetaran saat melangkah menjahui makam Aksa, Helina baru bisa kembali ke makam Aksa setelah mendengar nasihat dari Bibi Gita, sejak Aksa di makam kan baru kali ini Helina menjenguk Aksa kembali, Helina tak mempunyai nyali untuk kembali ke makam Aksa, hati nya kembali sakit mengingat betapa berharga dan penting nya Aksa bagi kehidupan Helina, Aksa adalah penerang di kegelapan untuk Helina, Aksa adalah pria terbaik yang pernah Helina temui di dunia ini, cinta nya, hati nya, senyuman nya, semua itu membuat Helian tersenyum di dalam kesedihanya.. sikap Aksa yang penuh perhatian dan cinta, membuat Helina jatuh hati kepadanya! Aksa adalah pria yang Helina cintai. "Sudah, Aksa pasti sangat bangga memiliki istri seperti dirimu, lina." Ucap Bu Ani tersenyum kecil dan berusaha menenangkan Helina yang sedang bergemetaran tak kuat menerima kenyataan kehidupan yang pahit ini. Helina hanya bisa mengagguk dan tersenyum kecil menanggapi ucapan dari ibu mertua nya itu, sungguh hatinya sakit! saat mengenang kembali masa-masa indah nya bersama dengan Aksa, suaminya. Sejak pulang dari makam Helina selalu di sibukan dengan berbagai bahan masakan untuk acara tujuh harian kematian Aksa Anggara yaitu suami tercinta nya Helina mengupas dan memotong semua sayuran yang ada di hadapannya dengan telaten, Helina sudah terbiasa memasak jadi tak masalah baginya untuk menjalankan nya, tugas untuk nya adalah memotong-motong sayuran dan membuat kue-kue kering untuk makanan para ustad dan santri-santri yang akan datang nanti malam. Keringat satu persatu bermunculan di kening Helina, namun kedua tangan nya sedang sibuk mengaduk adonan kue, alhasil ia membiarkan saja kening nya yang berkeringat sedikit itu. Si kecil Ano terus saja tak bisa terdiam duduk manis, ia memutari semua orang yang sedang sibuk di dapur itu dan menanyakan berbagai macam pertanyaan kepada mereka semua, entah itu pembantu atau pun Helina sendiri tak lepas dari berbagai macam pertanyaan yang di lontar kan oleh si kecil Ano itu. "Bibi, mengapa harus terus mengaduk nya? apakah sup nya tidak akan matang kalau tidak terus di aduk?" Tanya Riano penuh dengan penasaran dan menatap bibi pembantu dengan pandangan menelisik. Dengan penuh kesabaran pula sang pembantu itu menjawab ke sekian kali nya pertanyaan yang begitu banyak dan menuntut dari si kecil Riano yang begitu penasaran akan semua hal, lalu ia menjawab "Benar, sup nya akan matang dan lezat jika kita terus mengaduk nya." Ucap sang pembantu dengan pelan dan tersenyum lebar memandang si kecil manis yang terus saja bertanya ini dan itu kepada nya. "Wahh.. Bibi, aroma nya sangat lezat!" Pekik Riano cepat dan melompat-lompat sambil tertawa kecil kegirangan. Helina yang mendengar pekikan Riano pun ikut tertawa melihat tingkah yang menggemaskan dari keponakan nya itu, Lina pun berucap "Riano, jangan melompat-lompat disana, ada kompor yang sedang menyalan.. kemarilah, jangan ganguin Bibi lagi." Ucap Helina pelan sambil terkekeh kecil menasehati si kecil Riano yang menggemaskan itu. Riano pun menurut dan berjalan mendekati Lina yang sedang mengaduk adonan kue kering itu, dengan penuh perhatian nya si kecil Ano mengambil tisu dan mengelap keringat di kening Helina dengan lembut dengan kedua tangan kecil milik nya itu. "Sudah, Tante Lina udah cantik lagi." Ucap Riano pelan dan tertawa kecil yang begitu menggemaskan untuk Helina lihat. "Sudah cantik lagi? memang nya tadi Tante Lina tidak cantik?" Tanya Helina gemas menatap si kecil Riano dengan pandangan singa yang ingin menerkam kedua pipi chabi milik Riano yang menggemaskan itu, sayang nya kedua tangan Helina sudah kotor terkena tepung dan telur jadi Lina hanya bisa menahan kegemasan nya dengan sekuat tenaga yang ia milik itu. "Tidak! tadi Tante Lina berkeringat.. kecantikan Tante Lina tertutupi oleh keringat." Ucap Riano si kecil dengan begitu yakin nya berucap seperti itu di depan Helina dengan mulut kecil nya itu. Helina hanya bisa melongo saat mendengar penuturan dari si kecil Riano itu, sesaat kemudian Helina tertawa bahkan sampai terpingkal-pingkal yang mana membuat Bu Ani yang baru saja datang ke dapur terheran-heran melihat Lina tertawa bahagia seperti itu. "Ada apa ini? Bumil Anggara sedang tertawa bahagia seperti ini.. apakah aku ketinggalan sesuatu?" Ucap Bu Ani cepat tersenyum lebar dan bahagia melihat menantu nya tertawa lepas seperti itu. "Banar bu, si kecil Ano ini benar-benar menggemaskan." Ucap Helina tertawa geli menatap wajah Riano yang menggemaskan itu. "Benarkah? si kecil Ano ini menggemaskan.. uhh, kemarilah-kemarilah.." Ucap Bu Ani ikut gemas melihat senyuman Riano dan memeluk Riano dengan gemas nya sesekali mencium kedua pipi chabi milik Riano yang menggoda kegemasan sekali itu. "Ehe..heheheh.." Tawa Riano geli mendapatkan kecupan-kecupan gemas dari Bu Ani di kedua pipi nya secara bertubi-tubi itu dan terlihat samar-samar pipi chabi milik Riano berwarna merah karna lipstik Bu Ani yang menempel pada nya. "Masyaallah.. ada keributan apa ini? lihatlah.. Riano ku habis oleh mu, Kak Ani.." Ucap Bibi Gita cepat dan dengan tertawa kecil berusaha membebaskan anak nya dari Bu Ani yang kegemasan melihat putra kecil nya itu. "Dia sangat menggemaskan, Bibi Gita.. kalau saja tangan ku tidak kotor, mungkin aku yang akan menghabiskan pipi chabi anak mu itu." Ucap Helina tertawa kecil melihat Bibi Gita dan Bu Ani yang berebutan si kecil Riano itu. "Hentikan! Riano tidak suka.. Ano, mau sama Ayah aja! ayah... huawaaa, Ayah.." Pekik Riano tegas dan segera berlarian menyusul Ayah Gio yang saat itu sedang melewati area dapur. Mereka semua ikut tertawa saat si kecil Riano mulai protes dan pergih begitu saja meninggalkan dapur dengan suara pekikan nya yang nyaring itu, kehadiran Riano memang sangat membawa kehidupan kembali di keluarga Anggara. Pukul 20 : 12 WIB, Helina sedang memakai kerudung pasmina berwana putih yang senada dengan gamis yang sudah ia kenakan itu, sesaat Helina menatap tampilan dirinya di cermin ia tersenyum simpul ada rasa sakit di hati nya saat mengenang Almarhum Aksa yang memberikan gamis dan kerudung yang senada itu untuk nya di hari jadi pernikahan nya yang setahun. Cklek.. suara pintu kamar terbuka dengan pelan. "Lina, apa kau sudah siap?" Tanya Bu Ani yang baru saja memasuki kamar Helina. "Sudah buu," Ucap Helina cepat dengan segera menghapus buliran air mata di pipi nya dan berbalik ke arah Bu Ani dengan senyuman kecil yang ia tampilkan. "Ahh.. baiklah, ayo turun.. para ustad dan santri-santri sudah sampai semua, tetangga-tetangga pun sudah berdatangan." Ucap Bu Ani pelan dan dengan lembut menuntun Lina dengan hati-hati menuruni satu persatu anak tangga, karna usia kandungan Helina saat ini sudah masuk hampir Delapan bulan itu. Acara tujuh harian kematian Aksa pun terlaksana, banyak doa-doa yang sudah terucap dan dikirimkan untuk Aksa, di tengah-tengah membaca surah Yasin Helina menangis bayangan Aksa memenuhi pikiran nya dan saat ini hati nya terasa sesak kembali, tak pernah Helina bayangkan dirinya akan membacakan surah yasin untuk Aksa secepat ini, namun takdir sudah berkhendak lain. Bu Ani hanya bisa merangkul bahu Lina dengan lembut dan erat, sungguh dirinya pun merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh menantu nya itu, tapi itu lah takdir! tak bisa di lihat atau pun di prediksi, kematian pasti akan terjadi! entah itu sekarang,esok, atau pun lusa. Helina membasuh wajah nya dengan perlahan di kamar mandi bawah, acara tujuh harian masih berlangsung sayup-sayup bacaan al-qur'an masih bisa Helina dengar dari dalam kamar mandi. Helina keluar kamar mandi setelah merapihkan kembali kerudungan nya, ia melihat sebuah bayangan seseorang yang sangat ia kenal! Helina pun dengan langkah yang lebar-lebar segera mengejar langkah sosok itu dengan penuh tanda tanya? mengapa ia datang? apakah semua nya datang? kapan dia datang? semua pertanyaan itu yang terus berputar-putar di pikiran Helina saat ini. Deg!.. Helina terteguh saat melihat sekumpulan keluarga Gusdaren sedang berbincang-bincang dengan Ayah Gio dan juga Ibu Ani di ruang keluarga, disana juga ada Vian yang selalu tak pernah lepas dari Nava! Nava adik tiri Helina yang selalu membutuhkan semua kasih sayang di dunia ini! Nava bahkan tak pernah mau walau hanya berbagi jepit rambut dengan Helina dulu. "Ada apa ini? mengapa mereka datang! apakah mereka ada maksud tertentu?" Gumam Helina pelan menebak-nebak maksud dari kedatangan keluarga Gusdaren yang memang tak pernah ingin Helina bahagia. "Yaallah, lindungilah hamba dan anak hamba.. jangan biarkan mereka juga menghancurkan kehidupan anak ku kelak." Ucap Helina pelan menunduk sendu dan memeluk perut buncit nya takut-takut akan keluarga Gusdaren yang memang menginginkan Helina menderita selama nya. Dengan langkah kaki yang gontai Helina jalan perlahan tapi pasti menuju ke ruangan keluarga agar bisa mengetahui apa maksud kedatangan mereka semua, Helina sudah hancur berkali-kali oleh keluarga nya sendiri jadi tak apa jika ia hancur kembali malam ini! Helina tak akan pernah tinggal diam dan membiarkan mereka semua jika ingin menghancurkan kehidupan anak nya kelak. "Helina, anak ku." Pekik Diah senang dan tersenyum lebar segera berhamburan memeluk tubuh Lina dengan erat dan hangat. Helina hanya mampu tersenyum kecil di hadapan semua orang yang ada disana dan berusaha bertahan menghadapi Diah yang tebal muka itu! sungguh Diah berhak mendapatkan penghargaan di setiap Akting nya yang memukau ini! dan palsu tentu nya. "Lihatlah cucuku yang ada di dalam perut mu ini, Helina.. dia sangat malang! tak bisa melihat atau pun mendengar suara Ayah nya! ck..ck.. ck.. malang sekali dirimu, Nak." Ucap Diah cepat daan berbicara pada bayi yang ada di kandungan Helina. Helina meremas tangan nya dengan kuat-kuat "Bunda, salah.. anak Helina akan hidup di kelilingi kebahagian dan tawa! jadi jangan mencemasi anak Helina kembali, Bunda.." Ucap Helina ketus dan segera melepaskan pelukan Diah dan berjalan ke arah sofa dan duduk di samping Bu Ani sambil menggenggam tangan Bu Ani erat-erat, sungguh dirinya mulai takut akan sikap Diah yang penuh siasat itu. Diah hanya bisa menyunggingkan senyuman palsu nya merasa marah akan sikap Helina yang mulai tak takut pada nya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD