Episode Kedua

1471 Words
Maudy yang benar-benar sadar dan sudah bisa tersenyum melihat kedua temannya pun terlihat senang walau semua orang tahu dia hilang ingatan. Sebenarnya dia juga tidak mengingat semua yang ada di sana atau mungkin ada yang tidak dikenal sama sekali, at least dia merasa dekat dan begitu akrab dengan dua orang yang sedang berdebat di pojok sebelah kirinya dekat sofa di depan televisi itu. Kamar ini merupakan kamar VIP. Tapi, justru yang dia dengarkan bukan suara acara dalam televisi, melainkan suara orang berdebat dalam ruangan itu yang lebih besar. “Kalian sepertinya cocok,” ucapnya tanpa tahu bagaimana perasaan kedua orang itu, juga orang yang berada di dalam ruangan. Seketika suasana menjadi canggung. Dia bingung. Namun, suara sepupunya mencairkan suasana. “Ah, masa? Gue rasa Casya harusnya dapat yang lebih gagah, soalnya si Sky penakut. Lawan Casya aja kalah,” ucap Nuril yang didukung anggukan Casya membuat Sky mendelik. “Hehe, iya ya. Tapi aku bener-bener lupa sama kalian. Ngga terlalu ingat karena ingatanku yang sebagian hilang.” Ucapan Maudy membuat mereka menyesal dan terdiam. “Sya, mau ngga bantu aku ingat lagi tentang kalian?” Casya yang ditanya menelan ludah kasar seolah ada seonggok batu yang mengganjal. Casya hanya mengangguk dan berdiam tak mau bersuara lagi. “Kamu perlu apa? Apa yang bisa aku bisa bantu?” Sky mencoba mencairkan suasana dan Casya melihat semuanya, sampai akhirnya dia pamit untuk pulang lebih dulu. Sky menatap pintu yang tertutup. Dia sebenarnya ingin membantu mencairkan suasana tapi yang terjadi justru dia membuat Casya tidak nyaman dan dia tidak berniat membuatnya sakit hati. “Aku lihat kamu suka sama Casya.” Maudy berbicara tanpa melihat Sky membuatnya akhirnya mengalihkan perhatian pada Maudy. Sky menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia bingung harus menjawab bagaimana sebab selama ini sebelum kehilangan ingatan pun, Maudy tahu jika Sky menyukainya. Meski kini saat Maudy kehilangan ingatan dan Casya mengejarnya. Lalu kenapa Maudy bisa mengatakan dia menyukai Casya? Apa memang dia sendiri pun tidak lagi yakin dengan cinta yang diagungkan selama ini? Ke mana perginya cinta sejati yang dia bilang? Tapi rasanya tidak. Dia hanya sebatas kasihan pada Casya yang sekarang sedang ada masalah dan tampak tertekan. Tapi dalam lubuk hati Sky, dia merasa tidak bisa berada di samping sahabatnya itu. Dia justru lebih mementingkan Maudy. “Tapi dia sudah kuanggap adikku. Tidak mungkin aku menyukainya sebagai seorang wanita sebab aku menyukai orang lain.” Sky berusaha berbicara sesantai mungkin dan mencoba agar mudah dipahami oleh Maudy. “Tapi aku tidak melihatnya seperti itu. Jujur saja, aku mungkin lupa ingatan, tapi aku ngga lupa lho bagaimana cara orang lain menyukai seseorang,” kata Maudy tersenyum jahil menggoda Sky. “Atau kamu belum yakin aja sama perasaanmu sebab selama ini kamu menyukai seseorang yang mungkin saja tidak menganggapmu penting dihidupnya?” Perkataan Maudy ada benarnya, tapi cinta yang diyakininya tidak mungkin salah. Bertahun-tahun menyukai Maudy tidak mungkin hanya dengan beberapa bulan dan beberapa kali berinteraksi bersama Casya dapat membuatnya jatuh hati. “Aku ngga bilang kamu mencintainya langsung. Tapi coba dulu tanya hatimu, suka ngga kamu sama dia atau paling ngga, sayang ngga sih? Gitu.” Kali ini Sky lagi-lagi menganggap perkataan Maudy ada benarnya. Beberapa kali dia melihat Casya diikuti oleh seseorang dan kemarin bersama Rayhan. Apakah Rayhan cinta masa kecil Casya yang membuatnya patah hati pertama kali atau dirinya? Perlu dipertanyakan memang. “Dy, besok jalan-jalan ke taman yuk! Karena kamu belum boleh pulang, mungkin minggu depan, jadi kita jalan ke taman ya besok? Aku temani.” Sky mencoba peruntungan dan diangguki Maudy. Bukan tanpa alasan Maudy mengiyakan. Dia justru ingin tahu seberapa kuat Sky menyangkal perasaannya terhadap Casya dan mencoba mencari tahu masa lalu itu yang kadang muncul tiba-tiba di ingatan kepalanya. “Ma, Maudya mau tanya, deh,” ungkapnya sambil memakan apel yang sudah dikupas oleh mama. “Tanya apa?” Mama mengernyit bingung sebab selama ini Maudy jarang bercerita dengannya. Bukan karena dia tak dekat, hanya saja anaknya ini perasa. Lebih baik menceritakan keresahannya pada Nuril atau Casya daripada dengannya. “Mama kenal Sky dan Casya berapa lama?” Mama yang bingung pun menjawab, “Sudah hampir 6 tahun, kenapa?” Maudy menggeleng. “Kalau aku koma sudah berapa lama?” Mama yang semakin bingung dengan pertanyaan Maudy tetap menjawab, “Hampir 3 tahun.” Mama Maudy tadi datang agak sore, jadi dia minta maaf dengan Sky dan Maudy melihat mamanya sangat dekat dengan Sky. Juga kemarin saat Casya datang dan mamanya bilang bahwa mereka berdua adalah sahabatnya. Dia melupakan ingatan delapan tahun terakhir. Itu berarti dimulai dari sejak dia SMA. Makanya dia tidak ingat sama sekali. Saat Nuril datang membawa Fathur bersamanya saja dia tidak ingat. Hanya saja ketika melihat wajah Fathur dia seperti melihat seseorang di belakangnya dan ikut menatapnya sendu seperti Fathur yang diam tapi tersenyum senang melihatnya sadar seperti yang diucapkan oleh Nuril. Tapi dia merasa ada yang aneh. Ucapan senang dan sedih Fathur benar-benar berbeda seperti dia membuat kesalahan dalam hidupnya, tapi apa ya? “Mama kenal Fathur?” Maudy bertanya lagi. “Kenal, kan tunangannya Nuying. Ih, kamu kenapa emang dari tadi nanya mulu? Jangan buat mama takut, deh!” Maudy tersenyum melihat mamanya merajuk. Dia melihat Casya senang ketika dirinya sadar, tetapi seolah ada senyum terpaksa yang ditangkap matanya dan tanpa sengaja dia melihat tangan Casya mengepal. Dia juga melihat Sky sangat bahagia, begitu juga Nuril. Tetapi dia seperti melihat Fathur dalam sebuah penyesalan sama seperti Casya dalam bentuk emosi yang berbeda. “Udah dari jaman kamu SMP kenal mereka. Kan kamu sama Nuril satu SMP juga SMA. Kita pindah ke Bandung pas kamu SMP kelas dua semester kedua mau naik kelas tiga,” terang mama mencoba berhati-hati. Dia takut anaknya sakit lagi. Tadi saat dia hendak menuju kamar anaknya, dia melihat Sky di sana. Karena itu, dia menunggu beberapa saat agar tidak menggangu mereka. Namun, saat Sky pergi ke toilet dia melihat Maudy kesakitan sambil memegang kepalanya. “Kenapa? Kamu ingat sesuatu?” tanya mama. “Tidak kok, Ma.” “Kamu jangan bohong! Kalau ingat dan merasa sakit beri tahu mama, ya!” Mamanya tentu saja tidak mau lagi Maudy kesakitan. Tidak mengingat masa lalu selamanya justru membuat mama senang. Namun, tentu saja juga sedih. Maudya tidak bisa mengingat masa kecilnya yang menyenangkan. Maudy memang melupakan ingatannya saat delapan tahun terakhir tapi kadang dia juga tidak bisa mengingat keseluruhan tentang masa kecilnya. Itu menyakitkan ketika sekilas dia mencoba mengingatnya tapi yang datang masa remaja dan SMA yang menyakitkan. “Ngga kok, Ma, tenang saja.” Dia mencoba menutupi dari mamanya kalau dia kadang mengingat kejadian terakhir sebelum dia kecelakaan. “Kamu kan gitu, ngga pernah jujur sama mama. Jujurnya sama Nuying dan Casya aja,” pada bingung panggilang nuying itu buat Nuril ketika mereka kecil sampai sekarang. “Hehehe, ngga dong. Mulai sekarang ngga lagi, deh,” katanya. Namun dia tak bisa berjanji pada mamanya. Dia takut melihat mamanya khawatir lagi. Ketika dia terbangun mamanya menangis puji syukur saja dia merasa sangat sedih sekali. “Sky udah pernah pacaran, Ma?” “Udah, dulu. Tapi sebentar aja. Kenapa? Kamu suka sama dia?” Mencoba menggoda anaknya. Mama sangat tahu Sky menyukai anaknya, tapi anaknya menyukai orang lain yang tak lain adalah Arga yang sudah membuat anaknya seperti ini. Jika waktu bisa diputar, dia tak mau anaknya mengenal Arga lagi. Dan sekarang dia berharap mereka tidak pernah bertemu lagi. Kejam? Ya, seorang ibu akan tetap kejam jika itu menyangkut keluarganya terlebih anaknya. Dia bisa sangat keras dan sadis selembut apa pun dia di rumah akan berubah jadi harimau atau singa jika di luar. “Gak ah. Mama ada-ada aja. Aku malah melihat dia suka sama Casya kok,” jawabnya enteng seolah itu tak berpengaruh buat mamanya. “Ah, masa ?” Mama pura-pura terkejut. “Iya, semua orang juga tahu, Ma. Itu makanya tadi suruh dia menata hatinya dulu.” Mama tentu saja terkejut tidak pura-pura lagi. “Kenapa?” “Ya, dia menyukai Casya lebih tepatnya mungkin sayang. Tapi dia bilang cinta sama orang lain. Jelas-jelas aku bisa melihat pancaran matanya berbeda setiap menatap Casya. Sepertinya dia sudah lama tidak mengenali hatinya, Ma,” terangnya. Mama paham apa yang dimaksud Maudy. Dia juga melihat beberapa kali ketika mereka bertemu, pancaran mata Sky sudah berubah. Mungkin saja anak itu belum meyakinkan dirinya karena merasa masih mencintai Maudy yang selama beberapa tahun ini merajai hatinya. Mama merasa juga begitu, pasti dia berharap semoga yang terbaik untuk anaknya. Casya dan Sky sebagai sahabat anaknya juga yang sudah dianggap sebagai anak. Mau Sky bersama Maudya pun dia rela, sebab Sky sangat baik dan perhatian begitu pun dengan Casya. Hanya saja dia tidak mau jika Maudy dengan Sky tetapi rupanya dia sudah berpaling hati. Sama dengan Sky bersama Casya, jika Sky hanya menjadikannya pelarian maka dia akan melarang. Dia akan berbicara dengan Sky saja nanti. Mencoba melihat sisi lain anak itu. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD