Pengangguran Teraniaya

2140 Words
"Wah ... ada notif baru. RSJ barusan upload video baru!" Anak laki - laki berusia 10 tahun itu berjingkrak kegirangan di depan layar tab. Gayanya sudah seperti baru menang undian 100 milyar.    Zona nama anak itu. Dasar anak zaman now. Setiap hari hobinya kalau tidak nge - game yang nonton Youtube. Ia berlangganan banyak sekali channel Youtube. Kebanyakan channel milik anak alay, gamers, dan juga tukang makan alias tukang mukbang.    Salah satu youtuber favorit si Zona adalah ... RSJTV.    "Dek, lo bisa diem nggak, sih? Gue lagi konsentrasi ini!" Seorang cewek berusia 24 tahun baru saja mengomeli Zona. Mukanya terlihat merah padam saking kesalnya.    Kenapa cewek itu begitu kesal? Tentu saja karena Zona yang super ribut dan lebay. Padahal cewek itu -- sang Kakak -- sedang butuh ketenangan. Ia harus konsentrasi untuk menulis lanjutan ceritanya di akun platform kepenulisan. Kalau tidak segera lanjut, ia akan semakin stres karena dikejar - kejar dan digentayangi oleh para pembacanya. Ditagih untuk segera melanjutkan cerita - ceritanya yang bejibun.    Ia juga harus kejar setoran. Karena bulan Juli nanti adalah batas akhir pengiriman novel untuk lomba yang diikutinya. Lumayan, jika menang hadiahnya bisa digunakan untuk bayar wisuda dan juga untuk modal usaha.    "Mbak kenapa selalu ngomel dan teriak - teriak, sih? Nggak bisa apa, diem yang manis gitu? Makin mirip singa lu!" Zona gantian mengomeli kakaknya yang 14 tahun lebih tua.    "Lo kalo mau ribut, pergi sono ke hutan. Di sana nggak bakal ada yang ngomelin lo. Mau lo teriak - teriak sampek pita suara lo jebol. Mau mau lebay alay sampek ngesot - ngesot di tanah juga nggak bakal ada yang peduli. Paling cuman dimakan macan kumbang aja lo!"    "Kok tambah sewot, sih, Mbak! Enak aja gue disuruh ke hutan. Lo aja yang ke sana! Kan lo yang singa! Habitat lo di sana."    "SIALAAAAAN!" Cewek itu semakin murka. "GUE LAHIR DULUAN, YA, DEK. JADI GUE YANG LEBIH BERHAK DAN BERKUASA ATAS RUMAH INI. JADI, LO YANG HARUS MANUT SAMA ATURAN GUE, KAMPRET!"    Zona hanya melirik sengit sembari mencebik. "MALES," jawabnya kemudian.    Zona tidak tahan lagi. Ia mengangkat laptop bututnya. Ia harus sangat berhati - hati karena laptop itu benar - benar butut. Digerakkan sedikit saja layarnya langsung menutup dengan keras. Kalau tidak begitu, justru terbuka semakin lebar mentok sampai ke belakang. Engselnya sudah dol.    Selain itu, laptop ini juga tak akan bisa menyala lama - lama jika tidak dicolokkan. Makanya Vanila selalu membawa oler tiap pergi ke mana pun. Supaya ia bisa tetap 'produktif'.     Tapi butut - butut begitu laptopnya sangat berguna bagi kemaslahatan umat. Mengingat di situ lah terkumpul semua karya seorang Vanila -- nama cewek galak itu -- yang senantiasa ditunggu update-nya oleh para pembaca di dunia maya dan dunia nyata bahkan dunia gaib.    "Mbak, mau ke mana?" tanya Ibu yang sedang makan malam mesra, berlesehan ria, bersama Ayah di ruang tengah.    "Ke kamar, cari ketenangan. Di depan ribut!" Vanila menjawab apa adanya.    "Lhah, terus yang di depan siapa? Ibu sama Ayah lagi makan ini!"    Rumah ini memang memiliki sebuah warung internet buluk di bagian depan. Setiap hari dijaga oleh Ayah, Ibu, dan Vanila. Tidak terlalu laku, sih, sebenarnya. Tapi daripada tidak dapat penghasilan sama sekali.    Warnet buluk itu dipadukan dengan loket pembayaran listrik pra bayar dan pasca bayar, BPJS, pajak, dan lain - lain. Jadi, lumayan lah. Uangnya bisa diputar untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari.    "Tapi, Bu, itu si Zona ribut banget. Aku mau nulis!" protes Vanila.    "Gitu aja kok kamu emosi, sih, Mbak? Nggak ribut - ribut amat juga! Udah sana, balik ke depan!" Ibu sudah selesai makan. Ayah juga. Ibu buru - buru membersihkan tempat makannya, kemudian cepat - cepat pergi, keluar dari rumah, menuju ke tetangga sebelah, untuk berghibah.    Sementara Ayah segera duduk manis di depan layar komputer. Berjualan bit coin. Tidak tahu bit coin? Silakan browsing sendiri!    Kalau sedang berjualan seperti itu, Ayah tidak bisa diganggu. Ada orang bayar listrik juga ia tak akan beranjak saking konsentrasinya. Akhirnya tetap Vanila nanti yang harus melayani.    Sedangkan Zona ... anak itu benar - benar tak bisa diandalkan. Keahliannya hanya lah mengganggu pekerjaan orang lain.    Tadi di atas disebutkan bahwa yang menunggui warnet buluk ini adalah Ayah, Ibu, dan Vanila. Ralat! Yang menunggui warnet buluk ini hanya lah Vanila. Karena Ayah sibuk jualan bit coin. Dan Ibu sibuk berghibah dengan tetangga.    Vanila berjalan gontai, kembali ke tempatnya semula. Ia meletakkan laptop di atas meja, kemudian ia duduk lesehan di atas tikar. Baru juga ia duduk ....    "Mbak, bayar listrik!"    Vanila menarik napas dalam. Ingin rasanya ia misuh - misuh. Tapi ia menahan diri sebisanya. Namun sepandai - pandainya Vanila menahan amarah, ia tak pernah berhasil menyembunyikan ekspresi geramnya. Itu lah kenapa orang - orang di sini selalu menyimpulkan bahwa Vanila adalah seorang cewek jutek. Makanya sampai umur nyaris seperempat abad, ia belum laku - laku.    Vanila menoleh pada pelanggan listrik yang baru datang. "Iya, silakan duduk!" Nada bicara Vanila terdengar ketus. Ia lalu berdiri, membenarkan hijabnya yang mletat - mletot sana - sini. Ia lalu kembali berdiri, berjalan menuju komputer khusus pembayaran online untuk melayani orang itu.    "Mbak ini kayaknya tiap hari di rumah aja, ya." Si Pelanggan listrik mulai basa - basi.    Vanila berusaha menulikan telinga. Karena ia sudah bisa menangkap arah pembicaraan manusia busuk semacam ini.    "Rekening listriknya mana, Pak?" tanya Vanila masih dengan sangat ketus.    Bapak itu menyerahkan rekeningnya. Vanila pun mulai menulis nomor id pelanggan pada kolom yang disediakan di situs PPOB.    "Mbak nya ini di rumah aja, ya!" Si Bapak malah mengulangi kata - katanya. "Kalo adeknya kerja, ya, Mbak?"    "Iya, kerja di Surabaya." Vanila memang punya seorang adik yang kerja di Surabaya.    "Terus Mbak kesibukannya apa di rumah kayak gini? Enak kerja, Mbak. Dapet gaji, nggak bebanin orang tua juga."    Vanila manarik napas dalam lagi - lagi, berusaha menahan emosi. Kalau tidak, ia bisa menyemprot orang di hadapanya sampai basah kuyup. Judes - judes begitu Vanila masih punya etika.    Orang ini t***l atau apa? Sudah jelas tiap kali ia bayar listrik ke sini, Vanila lah yang melayani. Dan ia masih tanya kesibukan Vanila di rumah apa? Dan ia pikir kegiatan seperti ini tidak bekerja, hanya karena Vanila berada di rumah?    Halo ... kalau Vanila mau, ia bisa kerja paruh waktu di luar. Di sekitar kampusnya banyak toko, foto kopian, dan lain - lain. Dan ya ... Vanila akan dapat gaji.    Tapi Vanila lebih memilih membantu orang tuanya di rumah. Dan ia tidak digaji. Hanya diberi uang saku. Itu pun kadang - kadang. Dan jumlahnya sama sekali tidak banyak.    Dengan pengorbanan seperti itu, orang - orang masih dengan seenak jidat menghakiminya seperti ini. Manusia memang kejam. Tak ada bedanya dengan setan.    "Tagihan bulan ini 141.450 rupiah." Vanila segera memberi tahu tagihan orang itu agar ia segera membayar dan pergi.    "Wah ... kok naik lagi, ya, Mbak?" Orang itu terlihat terkejut.    "Ya mana saya tahu."     "Bulan kemarin udah naik, bulan ini naik lagi." Orang itu seperti menyalahkan loket pembayaran listrik karena tagihan listriknya yang naik.    "Saya nggak tahu, Pak. Mungkin pemakaian listrik di rumah Bapak juga makin banyak."    "Enggak kok, Mbak. Jam tujuh malem gitu, semua lampu udah saya matiin. Kok tetep naik terus, ya?"    Vanila mengepalkan kedua tangannya, lagi - lagi menahan emosi. "Bapak kalau mau protes tentang jumlah tagihan, silakan ke PLN, Pak. Soalnya di sini hanya melayani pembayaran. Tagihan sudah ada dari sana. Hanya tambah biaya administrasi 1.250 rupiah."    "Saya udah protes ke PLN kemarin. Tapi jawabannya juga tergantung pemakaian. Padahal udah jelas pemakaian saya hemat."    Vanila benar - benar sudah tidak tahan. "Udah nasib Bapak mungkin. Ya udah, sekarang jadi bayar listrik atau nggak? Kalau iya, silakan bayar. Kalau nggak, silakan pergi. Saya juga masih sibuk."    Bapak itu akhirnya mengeluarkan uang dari dompet masih dengan menggerutu karena tagihan listriknya naik. Syukurlah, setelah perjuangan dan penantian yang makan hati, Vanila berhasil melayani seorang pelanggan dengan sukses.    Masih dalam rangka menenangkan hati setelah menghadapi pelanggan menyebalkan, Vanila mengambil handphone. Ia ingin mengecek notifikasi pada akun platform kepenulisan nya.    "Mbak, orang itu tadi kenapa? Kok kayaknya marah - marah di atas motor?" Ibu tiba - tiba muncul dari arah depan. Oh, ghibahnya sudah selesai.     "Biasa, tagihan listriknya naik."    "Oalah, harusnya tadi bilangin suruh komplain ke PLN aja."    Vanila memutar matanya jengah. "Udah, Buk. Udah aku jelasin lengkap. Emang dasar orangnya aja yang ngeselin. Mana pakek ngatain aku penganggguran segala. Ya ... nggak secara langsung, sih. Tapi kelihatan lah akal bulusnya."    Ibu menggeleng. "Beliau cuman mau basa - basi, Mbak."    "Basa - basi apaan? Itu, sih, namanya BASI aja!"    "Basa - basi itu juga perlu, Mbak. Biar akrab!"    "Buk, basa - basi sama cari bahan buat ghibah, beda - beda tipis. Besok dia bakal ngobrolin masalah aku pengangguran sama temen - temennya di warung. Ya ... sama kayak Ibuk kalo habis dapet informasi anak tetangga hamil duluan. Habis itu Ibuk omongin sama orang - orang sampek mulut berbusa."    "Mbak, kamu, tuh, gitu, ya! Dari dulu selalu gitu. Manusia butuh komunikasi untuk jalin silaturahmi. Mutus silaturahmi itu dosa."    "Silaturahmi tapi dengan cara ghibah? Sama aja kayak makan daging saudara sendiri, Buk!"    "Terserah kamu, deh, sekarang. Udah gede kok suka seenaknya sendiri!" Ibu berbalik, setengah berlari kembali ke rumah tetangga. Mungkin mau curhat kalau ia punya anak yang tidak berguna. Durhaka pula!    Vanila semakin dongkol saja. Ia lanjut melihat notifikasi di akun platform kepenulisan nya  yang sempat tertunda. Nyatanya notifikasi semacam ini sebenarnya menyenangkan. Hanya saja karena situasi hati Vanila saat ini. Semua jadi terasa menyebalkan.    'Kak kapan update?'    'Kak buruan update!'    'Kak kok lama update - nya?'    'Kak, jangan PHP, dong!'    'Next.'    'Lanjut.'    'Kakak lagi sibuk, ya. Semangat ya, Kak. Ditunggu update - nya!"    'Kak, update dong!'    'UPDAAAAAATE!'    Vanila lemas seketika. Ia harus bagaimana?    Ada sebuah pesan baru di salah satu grup w******p. Vanila segera membukanya. Ternyata dari Dosen Pembimbing Skripsi yang sudah terkenal bebal dan killer - nya seantero Program Studi kampus.    'Yang mau bimbingan atau mengumpulkan draft revisi, besok saya tunggu di ruang fitnes kampus empat sampai jam 10. Kalau tidak datang, saya tinggal.'    Vanila meletakkan handphone begitu saja. Kenapa juga ia harus langsung membuka pesan itu tadi? Vanila sudah mau menangis rasanya.    "Hey, Guys. Welcome to RSJTV!"    Sebuah suara alay nan lebay terdengar dari tab Zona. Diikuti suara tertawa Zona yang menggelegar. Vanila menutup telinga dengan kedua tangan. Suara anak - anak alay itu semakin memperburuk suasana hati Vanila, pasti.    "Mbak, nggak pengin lihat?" tanya Zona di sela - sela kegiatannya.    "GAK!"    "Ini anak - anak RSJ pada ganteng. Pan elu suka cogan!"    "Percuma cogan kalo alay!"    "Tapi mereka kontennya bagus. Suka bikin konten prank sakit. Pan elu suka, tuh, sama film - film yang ada cogan sakitnya. Sakit tumor lah, kanker lah, panu lah."    Vanila mulai tertarik dengan promosi yang dilakukan Zona. Tapi ... ia gengsi, lah.    "Ogah. Nggak tertarik gue."    Zona mencebik. "Ya udah." Anak kecil itu lanjut menonton. Ia terlihat sangat menikmati konten yang disajikan youtuber favoritnya itu.    Memastikan bahwa Zona sudah tak perhatian padanya, Vanila mulai mengintip untuk memuaskan rasa penasarannya. Ia mengendap - endap, takut ketahuan. Dan ... woah ... lumayan. Dua cowok yang terlihat di layar itu memang cogan, sesuai dengan apa yang disampaikan Zona.    Mereka cogan yang benar - benar cogan. Bukan anak alay sok kegantengan yang bikin enek kebelet gumoh.    Vanila harus mengakui bahwa ia benar - benar terkesima.    Salah satunya bertampang kalem, kurus, namun tengil. Salah satunya berbibir seksi, tubuh proporsional, dan lebih tengil sepertinya.    "Mereka semua gobloknya ngalahin keledai. Kita tipu bolak - balik masih kena aja," kata si Bibir Seksi.    "Padahal gue cuman makek foundation kakak gue dikit biar makin pucet," kata si Kurus. "Sama gue oles - olesin es batu ke kulit gue biar dingin sebelum masuk kelas. Dan mereka semua kena kita kibulin. Emang akting gue bener - bener keren. Udah layak dapet Piala Oscar. Heran gue gimana bisa seorang manusia berbakat banget."    Vanila heran. Si Kurus itu cowok, tapi suaranya sangat lembut. Berbanding terbalik dengan temannya yang bersuara super berat nan dalam.    "Eits, akting gue juga nggak kalah keren, lah. Kalo bukan karena gue yakinin mereka, mereka nggak bakal terkibul. Dijamin!" tambah si Bibir Seksi.    Kedua alis Vanila menyatu. Ia jadi penasaran prank macam apa yang baru saja mereka lakukan.    "MBAK!" Zona tertawa terpingkal - pingkal. "Ngapain lo di situ, woy? Lo ngintip? Lo pengin lihat RSJ!" Zona tertawa seakan tak ada hari esok.    Sial ... Vanila ketahuan. "Ng - nggak. Ngapain gue lihat anak-anak alay? Orang gue kebelet boker. Gue mau ke belakang."    "Alah ... jangan bohong lo! Jujur aja kali!"    "Tau ah. Gue mau boker. Lo di sini dulu, ya. Jangan ke mana - mana! Kalo ada orang bayar listrik, panggil Ibuk di rumahnya Mbak Ima."    "Nama channel - nya RSJTV, ntar biar lo nggak susah kalo mau kepo." Zona lanjut menggoda Vanila.    Benar - benar sial. Vanila malu setengah mati. Cewek itu berlari ke belakang, sekadar untuk menghilangkan rasa malu, dan meyakinkan Zona bahwa ia benar - benar ingin BAB, meski sebenarnya tidak.    ~~~~~ Y S A G ~~~~~ T B C
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD