Pria Misterius

1228 Words
Dari pagi sampai malam, Arjun menunggu Roan di lobby. Berharap Roan segera menemuinya, khawatir dengan keadaan Yua yang ditinggal di rumah. Kakinya terus bergerak, beberapa kali ia pukul paha yang dibalut celana levis itu. Rasa lapar tidak dihiraukan, terus menunggu sampai jam 10 malam. Padahal dulu mereka sangat akrab, melewati waktu bersama hingga tumbuh besar, Arjun bahkan bebas keluar masuk rumah dan perusahaan Roan, tetapi sekarang Roan seperti orang yang berbeda. Tak ada keakraban lagi. Roan menjauh darinya dan Yua tanpa alasan. Setelah menunggu lama akhirnya Roan keluar dan menemuinya, wajahnya menunjukkan ekspresi dingin seolah tidak suka Arjun datang. "Ada apa?" tanyanya. Tanpa basa-basi. Melepaskan kancing jas. "Kami dalam masalah, Tante Fera datang membawa keluarganya. Dia pasti akan menyiksa kami dan menguasai seluruh harta. Bisa jadi juga mereka akan membunuh kami setelah menjadi wali." Arjun mengabaikan sikap dingin Roan, berusaha menjelaskan semuanya supaya Roan mau menolong. Harapan mereka tinggal Roan. "Lalu?" tanya Roan, dingin. Seperti tidak peduli dengan penderitaan mereka. "Eh, apa?" Arjun sama sekali tidak menyangka respons Roan akan sedingin itu. "Lalu kenapa?" Harga diri Arjun seperti tertelan bumi, dia mengepalkan tangan, berusaha menahan diri. Dadanya memburu. "Selamatkan kami dengan menikahi Kak Yua," jawab Arjun. Roan diam sesaat, dia melihat pergelangan tangannya. Lalu melihat ke Arjun lagi. "Saham Candra Grup terus turun, perusahaanmu tidak stabil, keluargamu juga tidak berpengaruh seperti dulu. Kalau aku menikahi Yua sekarang, perusahaanku bisa kena imbasnya." Wanita yang dicintai sedang kesulitan, tetapi yang dipikirkan hanya perusahaan, apakah Roan sungguh mencintai kakaknya? "Sekalipun Kak Yua bisa saja mati di tangan Tante Fera?" "Kau jangan berlebihan, Tante Fera hanya galak. Dia tidak akan menyakiti ponakannya sendiri." Berlebihan katanya? Tangan Arjun mengepal. Tinggi badan Roan hanya berjarak 5 cm darinya, bisa dipukul dengan mudah. Namun, Arjun menahan diri. Padahal Roan tahu betapa jahatnya keluarga Tante Fera, berulang kali mencoba membunuh Bunda. Dari memasukkan racun hingga menyewa orang untuk membunuh. Selama ini keluarganya tidak memiliki bukti menyeret Tante Fera ke penjara. Sekarang Tante Fera berhasil menguasai harta dan hidup mereka, dan Roan berkata bahwa sikapnya berlebihan? "Kau lebih mementingkan perusahaan daripada Kak Yua, benar?" "Maaf." Tangan Arjun mengepal erat, emosinya memenuhi d**a. Kakak kesayangannya mencintai orang sebrengsek ini, orang yang bahkan tidak peduli dengan keselamatan tunangannya sendiri. Bug! Arjun memukul wajah Roan dengan keras hingga terjatuh, dadanya mengembang menahan emosi yang tertahan. Sementara Roan mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Beberapa orang yang melihat itu langsung berteriak, memanggil petugas keamanan. Pandangan mata Arjun menatap Roan dengan penuh kebencian. Orang yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri, berpikir akan menjadi keluarga, kini membuangnya hanya karena perusahaannya tidak sebesar dulu. Dua sekuriti menyeret Arjun dan melempar tubuh remaja itu keluar. Semua waktu yang mereka lewati bersama terasa tak berarti sama sekali. Arjun memukul teras hingga jemarinya berdarah. Harus menelan kekecewaan ketika meninggalkan perusahaan Roan. Pasti Yua sangat kecewa, Arjun bingung menjelaskan kepada Kakaknya. Dia berjalan lunglai memasuki gang sempit, mengambil jalan pintas untuk ke terminal bus. Rasa lapar baru terasa sekarang, menunggu seharian hanya untuk mendengarkan kalimat menyakitkan. Sekarang dia benar-benar bingung bagaimana cara melindungi Yua. Dua tahun lalu, beberapa hari setelah kecelakaan yang menewaskan kedua orang dan kakak laki-lakinya. Dia mendengar percakapan Tante Fera, mereka berniat membunuh dia dan kakaknya setelah menjadi wali, supaya bisa menguasai seluruh kekayaan keluarga dengan mudah. Saat itu ada paman yang melindungi mereka, menjadi tameng setiap kali Tante Fera ingin mencelakai mereka. Sayangnya Paman malah mati mengenaskan, terlintas di pikiran Arjun bahwa kematian pamannya adalah ulah Tante Fera. Tapi dia tidak memiliki bukti. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara perkelahian, Arjun mengintip di salah satu gang. Ada lima orang bersenjata melawan satu orang. Matanya melotot ketika melihat wajah orang itu di bawah cahaya remang-remang lampu. "Jexeon, si singa hitam?" gumamnya. Melihat seksama. Beberapa waktu lalu, di sekolah, para anak nakal yang sering mengganggunya mengeluh tentang pria yang dijuluki sebagai singa hitam. Mantan gengster yang menjadi raja jalanan. Ditakutin semua preman. Tidak ada yang berani melawannya. Arjun tidak sengaja melihat foto Jexeon di layar ponsel temannya, dia sangat terkenal sampai remaja pendiam seperti Arjun saja tahu. Matanya sungguh takjub melihat gaya berkelahi Jexeon, dengan sangat cepat menghajar lima orang sekaligus. Lima orang yang kesakitan itu pun berjalan pincang mengaku kalah. Jexeon mengenakan hoodie hijamnya lagi dan berlalu dari sana. "Keren," ucapnya. Masih takjub. Arjun berjalan ke lokasi bekas perkelahian, tersisa kayu yang patah dan besi. Lampu remang-remang menyinari sesuatu yang sedikit berkilau. Pantulan besi kecil yang berada di logo dompet. Kayu yang menghalangi dompet disingkirkan, ia memeriksa isi dompet, ada KTP, beberapa kartu hingga kartu aneh berwarna hitam. Ada cipnya. Ia mengerutkan kening. Dari sekian banyak kartu, ada satu kartu yang membuatnya melotot. Ternyata Jexeon anggota keluarga Siluet, dia pernah dengar dari Ayahnya, kalau ada orang-orang yang menguasai perdagangan internasional di balik dunia hitam. Salah satunya adalah Siluet, nomor 1 terkuat di Indonesia. Perdagangan manusia, senjata, obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Ayahnya berpesan supaya ketika dia atau kakaknya memimpin Candra Grup, tidak boleh mengganggu mereka. Karena mereka jauh lebih kuat dari pemerintah. Informasi itu diberikan hanya kepada pewaris 30 besar perusahaan yang di Indonesia, ayahnya meminta untuk menghafal ciri-ciri mereka. Dari anggota, lambang, hingga apa saja yang mereka kuasai. Supaya para penerus perusahaan besar itu tidak terlibat dengan mereka. Teman-temannya bodoh, menganggap Jexeon mantan anggota gengster. Tentu saja kelasnya berbeda. Jexeon jauh lebih kuat dan tidak bisa dibayangkan karena menjadi anggota keluarga siluet. "Apa yang kau lakukan?" Pertanyaan itu membuat Arjun terperanjat, dia berbalik, badannya gemetar melihat sorot mata Jexeon. Seperti perkataan teman-teman, pria di hadapannya seperti singa yang siap membunuh. Ia menelan saliva. "Iii... ni dompetmu," ucap Arjun terbata-bata. Remaja laki-laki itu menunjukkan dompet kulit berwarna hitam. Jexeon mengulurkan tangan, bersiap menerima dompetnya kembali. Tanpa senyum sedikitpun. Jika pria seperti ini melindungi dia dan kakaknya, sepertinya mereka bisa selamat atau... malah mereka yang mati di tangan Jexeon. Namun, ia harus mengambil kesempatan ini. Arjun menarik tangannya, menyembunyikan dompet yang dipegang. Jexeon menelengkan kepala, tidak mengerti tindakan Arjun. "Tolong bantu aku," kata Arjun. Dia tidak berani menatap mata Jexeon. Masih menyembunyikan dompet kulit itu. Suasana hening, hanya suara mobil yang terdengar dari jalan raya besar di balik gedung. Lampu yang menyinari mereka bergerak karena hembusan angin. "Kau tahu sedang berbicara dengan siapa?" "Jexeon, si singa hitam." "Bukankah kau sedang ketakutan?" Arjun menelan saliva, aura pembunuh begitu kuat dari Jexeon. Membuat tubuhnya terasa bergetar tanpa bisa dikendalikan. Remaja laki-laki itu menekuk lutut, menunduk dengan sangat merendah. Membuang harga dirinya. "Aku adalah pewaris Candra Grup, saat ini sangat membutuhkan perlindungan darimu. Aku siap tunduk ke keluarga Siluet ketika nanti memimpin Candra Grup. Tolong bantu kami." Jexeon terkejut karena Arjun tahu tentang keluarga Siluet, dia merebut dompetnya dari ganggaman Arjun, mengecek isinya. Tanda pengenal dari keluarga Siluet hanya memakai simbol, tidak ada nama dan tidak banyak yang tahu. Rupaya remaja laki-laki di hadapannya sungguh pewaris Candra Grup. "Aku bukan lagi anggota Siluet," ucap Jexeon. Berbalik, berjalan meninggalkan Arjun, tidak tertarik membantu. Melihat kesempatan hampir hilang di depan mata, Arjun berdiri dan buru-buru menghadang Jexeon seperti sudah mengalahkan rasa takutnya. "Aku mohon, jika kau tidak membantu, aku dan kakaku bisa mati. Aku akan membayar berapapun." "Kekayaanku melebihi orang terkaya di Indonesia, apa kau mau membayarku pakai nyawa?" Jexeon mendekat, mengintimidasi. "Kalau itu yang kau mau, aku siap mati asal kakakku selamat." Arjun serius dengan ucapannya, dia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan kakaknya. Sorot mata tajam itu membuat Jexeon... tertarik. bersambung Mohon bantuannya pencet love ya manteman biar cerita ini bisa dilanjutin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD