Rencana Aira

925 Words
"Aaaa!" Terdengar teriakan Aira dan Jingga secara bersamaan dari kamar mereka. Xabiru yang mendengar dari kamar sebelah bergegas menghampiri. "Aira! Jingga! Ada apa? Buka!" panggil Xabiru dengan nada cemas takut terjadi sesuatu di kamar Aira. Apalagi di dalam ada anaknya. "Aaaa!" Masih terdengar teriakan mereka membuat ketukan pintu makin keras dilakukan Xabiru bahkan ia mencoba membuka paksa pintu yang terkunci dari dalam karena belum juga dibukakan. "Aira, buka!" "Air–" "Pak Biru!" "Ayah!" Kedua gender yang sama, berlainan umur tersebut serempak memeluk Xabiru dengan erat. "A–ada apa?" tanya Xabiru tanpa merengkuh badan Aira yang memeluknya erat. Tangan satunya mengambang di udara. Ia merasa gugup tiba-tiba dipeluk wanita yang sudah sah menjadi istrinya tersebut. "Ada kecoa Yah, banyak!" Jingga yang menjawab lebih dulu. "Kecoa? Masa?" Tatapan Xabiru ke Aira memastikan kebenaran ucapan anaknya. Aira mengangguk cepat. "Tidak banyak sih, cuma dua tapi besar-besar," timpal Aira menambahkan. Ia berpura bergidik memberi kesan jijik pada benda kecil tersebut. Xabiru menelan ludah karena sebenarnya ia juga jijik dengan jenis serangga tersebut. "Jingga tidak mau tidur di sini. Jingga tidur di kamar Ayah saja, ya," pinta gadis kecil berlesung pipit tersebut memelas seraya melirik Aira–ibu sambungnya. "Hah? Eh." Xabiru tampak bingung. Netranya sedang fokus mengamati dengan jeli setiap sudut kamar Aira guna mencari makhluk kecil yang dimaksud mereka. "Ya kan, Yah," desak Jingga. "Tidak Jingga. Kamu tetap tidur di sini. Lagian Ayah tidak menemukan binatang tersebut. Mungkin sudah pergi." Jingga mendesah kecewa mendengar jawaban ayahnya. "Dicari dulu Pak, kalau belum nemu Saya nggak mau juga tidur di sini. Bagaimana kalau nanti pas kami tidur, kecoa muncul lagi terus naik ke atas kasur kami, hii, Saya takut Pak." Aira berakting ketakutan. Berharap lelaki dingin ini terenyuh dan mengasihaninya. "Iya, Yah. Kalau Ayah berani, Ayah saja yang tidur di sini, kami di kamar Ayah," timpal Jingga berani memberi saran. "Eh tidak. Ayah tidak mau. Masih ada kamar satunya lagi. Kamar kamu. Kamu sama bundamu tidur di sana saja. Nanti besok Ayah suruh orang buat bersih-bersih kamar ini." Jingga dan Aira saling lirik. "Ya sudah. Saya setuju, daripada di sini ada kecoanya." Aira mengedipkan mata pada Jingga karena rencana mereka hampir berhasil. "Iya deh, Yah. Ayo Bun, kita ke kamar Jingga saja. Pasti di sana nggak ada kecoanya karena kamar Jingga bersih dan sudah sering ditiduri. Ayah bantuin bawakan bantal Bunda, ya." "Apa? Kenapa jadi Ayah yang–" "Nggak usah, Pak. Saya bisa sendiri." Aira menatap lekat Jingga yang tersenyum renyah di belakang ayahnya. "Loh, kok nggak nyala?" Xabiru mencoba menyalakan saklar lampu kamar Jingga, tapi tidak mau. Kamar yang memang diperuntukkan untuk Jingga masih dalam keadaan gelap. Mereka sudah berada di depan kamar tersebut dan Xabiru sedang mencoba menyalakan lampu saklarnya. Jingga dan Aira saling lirik dan tertawa tertahan menyaksikan tindakan Xabiru yang sedang kebingungan mendapati kamar anaknya gelap gulita dan saklar lampunya tidak mau nyala. Laki-laki itu sedang memeriksa apa yang salah pada lampu kamar anaknya. "Huaa! Jingga sudah ngantuk berat. Jadi gimana, Yah. Kami tidur dimana?" Jingga kembali bersandiwara sesuai arahan Aira untuk berpura-pura menguap bohongan di depan ayahnya. Xabiru sampai menggaruk kepalanya yang sedang kebingungan dengan keadaan sekarang. "Ya sudah, kamu tidur di kamar Ayah saja, tapi cuma malam ini." "Cuma Jingga, Yah? Bunda?" sela Jingga melirik sendu Ibu sambungnya tersebut berharap diajak juga seperti yang mereka rencanakan. "Iya, sama Bundamu. Nggak mungkin tidur di sini gelap-gelapan seperti ini. Memang bundamu mau?" tatapan datar Xabiru ke arah Aira. Aira yang ditatap membalas cepat dengan gelengan kepala. Menolak pertanyaan suami barunya tersebut. Xabiru diam dan berjalan lebih dulu menuju kamarnya. Sedang Aira dan Jingga melakukan tos tersembunyi di belakang Xabiru karena rencana mereka berjalan sesuai harapan. Akhirnya kesampaian tidur bersama Ayahnya. *** "Ayahmu takut apa?" tanya Aira pada Jingga sambil berpikir sesuatu. "Memangnya kenapa, Bun?" "Kita mau bikin rencana. Katanya mau tidur di kamar Ayah." Aira melirik sekilas ke Jingga yang netranya menatap langit-langit kamar. "Eh, iya, Bun. Ehm, tapi Ayah itu kuat dan pemberani. Ayah tidak takut apa pun." Jawaban Jingga meredupkan harapan Aira. Padahal dia berharap ada sesuatu yang ditakutkan suaminya tersebut. Jadi mereka punya alasan untuk tidak tidur di kamar barunya saat ini. "Oh, nggak ada ya. Hm, susah. Bunda kira ada yang ditakuti ayahmu. Sepertinya rencana tidur di kamar ayah gagal." "Ya …, kok gitu. Apa ya? Eh, ada!" Jeritan kecil Jingga membuat Aira memiringkan badannya menghadap ke gadis kecil yang selalu membuatnya gemas tersebut. "Apa?" Aira penasaran. "Kecoa. Hiii." Jingga bergidik sendiri. Ia membayangkan sosok kecil hewan yang suka di tempat kotor tersebut. Ia pun takut juga. "Kecoa? Yang benar?" Sudut miring bibir Aira memancarkan binar matanya. Ia senang kalau ternyata laki-laki yang terlihat gagah dan macho tersebut takut pada benda kecil tersebut. "Iya, Bun. Dulu waktu di rumah Bibi Kiki, Ayah nggak mau mandi karena di dalam kamar mandi Bibi ada kecoanya. Kata Nenek, ayah takut kecoa." Sambil tertawa cekikikan, Jingga bercerita mengingat momen lucu baginya. "Oh, kok bisa ya? Kan Ayah badannya besar." "Hu'um, Bun. Terus ada lagi. Ayah itu takut sama Nenek. Kalau ada Nenek, Ayah nggak berani marahin Jingga." "Nenek?" Jingga mengangguk dengan semangat. Aira balas dengan melempar senyum miring menyeringai karena sebuah rencana jahil sedang tersusun di benaknya. Ia punya rencana jitu untuk menaklukkan hati suaminya. *** "Ayo Bun, masuk. Jangan malu-malu anggap saja kamar sendiri." Jingga berceloteh lucu layaknya orang dewasa. Tangan Aura ditariknya paksa mengikuti langkahnya. Aira pasrah tak bisa menolak. Namun belum masuk melangkah jauh ke dalam, pandangan mata Aira terpaut pada hal yang berada di depannya. Aira terdiam seketika dan tak mampu bicara. Pemandangan di depan mata sungguh membuatnya sesak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD