Queen meremas tangannya dengan jantung berdebar. Dia sudah sampai di klub 1 menit yang lalu tetapi belum berani masuk ke dalam karena masih ragu. Bagaimana jika bukan Lily yang mengirimnya pesan? Bagaimana jika Lily sudah pulang? Dan bagaimana jika dirinya terlambat datang?
Bermacam persepsi buruk memenuhi otaknya. Queen tentu saja harus mengambil langkah tepat. Masuk ke dalam sana, bukan ide yang bagus jika dirinya tak memiliki kepentingan. Sekali lagi dia peringatkan. Klub adalah tempat yang berbahaya apalagi untuk seorang wanita seperti dirinya.
“Masuk tidak ya?”
Queen mondar-mandir di depan klub. Dia tentu saja bingung harus masuk ke dalam atau tidak. Sejak tadi, ponsel Lily masih tak dapat dia hubungi. Bukannya takut. Tapi dia tidak mau tersangkut masalah apa pun di kota ini. Dia ingin pure menjadi wanita baik-baik yang tak bermasalah dengan siapa pun. Karena jika Peter tau, maka hancurlah mimpinya karena Peter pasti akan memaksanya untuk kembali pulang ke Perancis.
Satu menit
Dua menit
Queen menarik napasnya dengan kasar. Baiklah, sepertinya dia harus masuk ke dalam agar tak menjadi pusat perhatian orang-orang dengan berjalan-jalan di depan pintu klub bak wanita gila. Dia harus segera bertemu dengan Lily di dalam dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada wanita itu sehingga meminta bantuan.
“Tarik napasmu, Queen. Semuanya akan baik-baik saja, ” ucapnya sebelum memberi senyuman pada bodyguard dan benar-benar melangkah masuk ke dalam.
Seperti biasa, beginilah suasana klub yang temaram dengan bau-bau menyengat. Queen mengedarkan pandangannya. Berharap, dia bisa menemukan Lily dan secepatnya pulang. Tapi, setelah dia melihat ke setiap sudut klub, dia tak juga menemukan Lily. Akhirnya, Queen memilih untuk masuk ke dalam ruangan klub yang berisi kamar-kamar penginapan.
Sepanjang langkah, Queen berpapasan dengan para wanita malam yang menatapnya aneh. Dia maklum, pakaiannya sangat tidak cocok masuk ke klub. Dengan celana jeans panjang, dan jaket yang hampir menenggelamkan tubuhnya.
“Lily, kamu di mana?” desah Queen karena tak kunjung menemukan keberadaan Lily. Bahkan, dirinya sudah menjelajahi lorong-lorong panjang itu.
“Aduh!” Queen meringis pelan, begitu seorang wanita yang sedang bersama seorang pria menubruk tubuhnya sedikit kuat sehingga minuman yang di pegang wanita itu tumpah membasahi jaketnya. Queen menutup hidungnya, bahkan dia nyaris muntah, saat mencium baunya.
“Hati-hati bodoh!” pria itu mengumpat kasar sambil menunjuknya.
Queen yang tidak mau membuat masalah, akhirnya membiarkan wanita mabuk itu pergi dengan si pria sambil tertawa. Queen bingung harus melakukan apa. Lily belum ditemukan, dan sekarang dia mendapat kesialan seperti ini. Entah di mana dia bisa menemukan kamar mandi untuk membersihkan jaketnya? Aromanya benar-benar tidak enak.
“Sepertinya, kamar ini kosong,” ucap Queen begitu melihat sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup dengan rapat. Karena tak punya pilihan lain, akhirnya Queen masuk ke dalam kamar itu. Berniat untuk membersihkan jaketnya kemudian segera pergi, karena sepertinya, memang tidak ada Lily yang menunggunya di sana.
Queen meletakkan tas nya di ranjang dan masuk ke kamar mandi. Dia menghidupkan kram, dan segera menggosok jaketnya yang terkena tumpahan minuman tadi. Setelahnya, Queen membasuh muka lelahnya. Seharusnya, dia sudah terlelap dan berpetualang di dunia mimpi agar besok, bisa bangun pagi agar tidak telat mengikuti serangkaian tes pertama di ajang kompetisi dunia modelingnya. Dan sekarang, dirinya justru terjebak di sini.
Belum sampai Queen memutar tubuhnya, tubuhnya sudah lebih dulu di tarik oleh seseorang dan tangannya di kunci di belakang tubuhnya menggunakan tali keras yang terasa dingin. Borgol. Ya, tali yang mengikat tangannya adalah besi borgol.
“Siapa Ka—“
Queen tak punya kesempatan untuk bertanya, karena mulutnya sudah lebih dulu di bungkam menggunakan tangan dingin seseorang yang sedang berada di belakang tubuhnya.
“Jangan berteriak atau mencoba untuk lari. Sesuatu bisa saja terjadi dan akan membuatmu menyesal!” bisik pria itu begitu intens, membuat Queen tak berdaya untuk melakukan perlawanan lagi.
***
Robert dan anak buahnya memasuki klub tanpa mengundang kecurigaan orang-orang di dalamnya, termasuk bodyguard yang berada di luar. Penyamaran mereka begitu sempurna, dan mereka akan menyelidiki orang-orang mencurigakan yang berada di klub itu.
Robert menginterupsi anak buahnya untuk berpencar. Ada seorang pria dan wanita, yang menjadi target utama penyelidikannya kali ini. Diketahui, pria itu adalah bandar judi juga menjadi dalang prostitusi dan perdagangan senjata ilegal. Sayangnya, mereka tak mengetahui pasti siapa namanya dan bagaimana wajahnya. Identitas pria itu terlalu sulit untuk bisa diretas dengan keamanan. Sistemnya terlalu canggih. Sepertinya, pria itu masuk dalam kalangan kelas atas yang memiliki proteksi berlapis.
“Ingat. Kita tidak tau siapa yang sedang kita selidiki. Bersikaplah se pure mungkin. Laporkan padaku, jika ada yang mencurigakan atau transaksi barang ilegal,” ucap Robert pelan, nyaris seperti sebuah bisikan. Kali ini, dia masuk lebih jauh ke dalam demi menemukan informasi yang mungkin saja tersembunyi dari dunia luar. Mengambil risiko besar tak masalah baginya, asalkan informasi yang ingin dia dapatkan bisa dia temukan secepatnya.
Dan untuk wanita yang turut menjadi target utama penyelidikan, menurut informasi minim yang dia dapat. Wanita itu masih muda. Tapi, jangan salah. Di usianya yang terbilang muda, wanita itu menjadi tangan kanan di pria yang berhasil mengumpulkan wanita-wanita belia dan menjualnya ke pasar gelap, jauh lebih sadis.
Robert menarik napasnya kasar. Sepertinya, dalam kasusnya kali ini, ada begitu banyak teka-teki yang harus dia pecahkan terlebih dahulu.
Lorong koridor yang temaram, membuat Robert melangkah cepat sembari melihat satu persatu kamar di sana dengan waspada. Sialnya, ada begitu banyak kamera pengaman di setiap sudutnya, sehingga sangat sulit baginya untuk memeriksa kondisi kamar yang pintunya tertutup itu dengan penyadap suara yang dia bawa.
Langkah kaki Robert mundur beberapa langkah, begitu dia menyadari, ada sebuah kamar yang pintunya tak tertutup rapat. Mencurigakan. Kamar itu, menjadi satu-satunya kamar yang tidak terkunci di sana.
Dengan perlahan, Robert masuk ke dalam kamar itu, dan dia menemukan sebuah tas yang tergeletak di atas ranjang. Sepertinya, pemilik tas itu sedang berada di kamar mandi mendengar ada suara gemercik air di sana.
Dengan sikap waspada, akhirnya Robert memasuki kamar mandi itu dan segera mengambil sikap dengan mengamankan wanita yang berada di dalam kamar mandi itu dengan memborgol tangannya. Wanita itu bisa saja berbahaya, dan juga sedang menyamar seperti dirinya.
“Siapa ka—“
Robert segera menutup mulut wanita itu. Menariknya sedikit merapat pada tubuhnya yang berhadapan langsung dengan cermin di depannya dan tentu saja membuatnya tau bagaimana rupa wanita yang sedang menjadi tahanannya itu.
Cantik dan menarik. Sesuai dengan standar wanita di dunia pelacuran.
“Jangan berteriak atau mencoba untuk lari. Sesuatu bisa saja terjadi dan akan membuatmu menyesal!” ancamnya dan sukses membuat wanita itu tak memberontak.
Robert menunjukkan pistol di balik jaketnya, dan tentu saja hal itu membuat Queen membulat tak percaya. Seperti perkiraannya, pria yang menyanderanya itu adalah polisi. Terbukti dari borgol dan senjata yang dibawanya juga penyamarannya yang begitu sempurna.
Lalu, apa kesalahannya? Kenapa polisi itu menangkapnya?
“Aku tidak akan menutup mulutmu. Hanya saja, kamu harus menjawab semua pertanyaanku,” ucap Robert lagi, dan Queen hanya bisa mengangguk sebagai pilihan terakhir. Karena sungguh, dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan polisi yang salah menangkap target itu.
Polisi gila ini, harus aku beri pelajaran. Batin Queen dengan keyakinan kuat. Pada saatnya dia bebas nanti, siap-siap saja s**********n polisi itu dia tendang kuat-kuat.
****
Selamat membaca cerita Polisi m***m, I Miss You