MENGHAMPIRI

2299 Words
  CHAPTER 3 - MENGHAMPIRI Dimitri bergerak mendekat MENGHAMPIRI calon Rajanya. Dia bisa membaca gestur Ruby yang gelisah karena paksaan Juan yang tanpa penjelasan apa pun. Terlebih permintaannya untuk menjadi asisten pribadinya juga sangat mendadak dan itu mengganggu perasaan gadis itu. Dia berbisik kepada Juan, “Yang Mulia Juan, sepertinya Yang Mulia sudah membuat Miss Ruby sangat gelisah,” katanya. “Apa aku meminta pendapatmu, Dimitri?” “Maaf Yang Mulia, tidak. Bukan begitu maksud saya.” Juan mengamati Ruby yang sedang menatap ke arahnya. Dari tadi wanita itu hanya menatapnya saja sambil mendumal dalam hati. Yang isinya jelas membuat Juan geram dan ingin membalas. Tapi pria itu pada akhirnya memilih diam saja. "Wanita itu masih saja terus memakiku dalam hatinya, Dimitri." “Ya. Yang Mulia.” Juan mendengkus sambil melirik tajam ke arah Dimitri. “Bukankah seharusnya kau menyebutku dengan panggilan Mister, Dimitri?” Ekspresinya menegang, tapi kemudian dia segera menundukkan kepalanya sambil mundur dengan punggungnya yang sedikit membungkuk. “Ya, Yang—Mr. Juan.” Ck, lihat saja orang itu sepertinya juga ketakutan padanya, sampai membungkuk segala. Pria itu pasti seorang atasan yang kejam dan tidak punya rasa empati sama sekali. Hiyyy…. Ruby bergidik ngeri. Juan kembali duduk di depan Ruby. “Apa tadi pacarmu yang mengirim pesan?” “Hh… i-iya saya harap dia tidak marah dan meminta saya untuk berhenti bekerja,” kata Ruby. “Bilang padanya, kalau kau berhenti maka yang lain juga harus berhenti….” “Apa Anda serius dengan ancaman Anda itu Mr. Juan?” Juan menggeleng, “Tidak pernah seserius ini,” katanya sambil menyeringai. Ya Tuhaaan. Bagaimana lagi caraku untuk bisa keluar dari sini atau dari cengkeramannya? Tidak ada jalan keluar apa pun untukmu lari dari takdir yang menghampirimu, Ruby. Ruby melahap makanannya dengan rakus. Ini cara untuk mengalihkan perhatiannya sendiri dari suara yang masih terus mengganggunya. Mungkin dengan makan yang banyak akan membuat suara itu pergi dan menghilang dari kepalanya. Kening Juan berkerut melihat sikap barbar calon permaisurinya itu. Di mana anggunnya kalau begitu caranya, batinnya. Pria itu masih mengamatinya dengan pandangan takjub sampai Ruby melihat ke arahnya dan bertanya dengan mulut yang penuh makanan, “Anda sendiri tidak makan?” Juan menggeleng. “Melihatmu makan saja tiba-tiba perutku terasa kenyang,” sahutnya. Baguslah kalau begitu. Untung saja makanan ini enak. Kalau tidak, pasti aku akan sangat menyesal makan berduaan di ruang rapat dengan CEO arogan yang sok berkuasa karena mampu memecat siapa saja yang tidak menuruti kemauannya ini. Semoga Anthony masih mau membuat janji makan siang denganku besok. Tidak akan ada makan siang lain dengan siapa pun! “EERGH!! HENTIKAN!” Ruby berteriak sambil memukul meja. Juan sempat terhenyak karena kaget dengan sikap spontan wanita di depannya. Namun, dia tetap tenang sambil menatap Ruby. Sedangkan Dimitri dan Odiv menghambur masuk ke dalam ruangan. Tapi mereka menutup pintunya lagi dengan hati-hati di saat mendapati mata Juan yang mengarah tajam pada mereka. Maaf Yang Mulia. Mereka mengatakannya dalam hati. “Mr. Juan… saya harus benar-benar pulang. Ruangan ini berhantu dan saya terus menerus mendengar suara aneh dalam kepala saya!” Sudah saya bilang saya bukan hantu Ruby! Ternyata hantu dan maling itu sama, sama-sama tidak mau mengaku! Juan berdecak. Wanita ini benar-benar menguji kesabarannya. Sepertinya gadis itu juga tidak terpikir sedikitpun untuk memiliki dirinya atau semacamnya seperti layaknya wanita lain yang melihatnya dan kadang berpikiran kotor tentangnya. Tapi wanita ini malah memikirkan pria lain, itulah yang membuat Juan makin geram. Dia belum pernah merasa terhina seperti sekarang ini. Akan kubuktikan kalau aku bukanlah hantu seperti perkiraanmu, Ruby. Ruby menunduk sambil kembali memijat pelipisnya, kali ini dia benar-benar merasa pusing sungguhan karena suara-suara yang tidak juga hilang dari kepalanya sekalipun dia tidak meladeninya. Juan berdiri dan berjalan menghampirinya. “Kalau kau merasa tidak enak badan, aku akan mengantarmu pulang sekarang.” “Huh?” Dia mendongak. Haduh, kan tidak perlu mengantar pulang segala, aku pikir tadi dia tidak serius. Lagi pula sebenarnya aku mau bertemu Anthony, siapa tahu dia masih menungguku di restoran itu. “Tidak perlu Mr. Juan, saya bisa pulang sendiri.” “Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu, Ruby. Karena itu aku harus memastikan kamu selamat sampai tujuan,” kata Juan. Ruby menghela napasnya pelan, mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya. Matanya menyipit, "Terima kasih perhatiannya Mr. Juan. Tapi saya benar-benar bisa pulang naik taksi," kelitnya. "Aku akan mengantarmu," tegas Juan tak terbantah lagi dan dia sudah siap untuk menikmati tatapan tajam dari wanita itu selama apa pun yang dia mau. Ruby melangkah dengan derap langkah yang sengaja dikeraskan. Terlihat sekali kalau dia sangat kesal dengan keputusan Juan yang bersikukuh untuk mengantarnya pulang. Juan tersenyum dalam hati sambil berpikir, Tidak mungkin aku membiarkan calon istriku pergi menemui pria lain, apalagi si Anthony itu. Dia bukan siapa-siapa dan harus segera menyingkir. Anthony bebas untuk memilih pergi dengan suka rela atau terpaksa.   Odiv bergerak lebih dulu untuk mempersiapkan mobil yang akan mengantarkan Juan dan Ruby ke rumahnya. Sebelum masuk ke dalam lift Juan meminta Dimitri untuk mendekat dengan kode tangannya. Lalu dia berbisik, “Cari tahu tentang Anthony, yang ada hubungannya dengan Ruby….” Dimitri mengangguk dengan cepat. “Segera Mr. Juan.” Pintu lift terbuka, Juan dan Ruby masuk lebih dulu. Wanita itu memilih berdiri di sudut kotak besi itu. Dan dia masih saja menggerutu dalam hatinya karena sikap Juan yang berlebihan ingin mengantarnya pulang. Saat ini Ruby masih mencari cara untuk lolos dari situasinya sekarang. Tampangnya cemberut, sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia suka bosnya yang super tampan itu memberi perhatian lebih padanya. Juan menggeleng sambil tersenyum, entah kenapa dia menikmati kekesalan gadis itu. Reaksi wanita ini benar-benar baru dialami oleh Juan seumur hidupnya. Belum pernah ada wanita yang memasang wajah seperti itu ketika berada di dekatnya. Seketika perasaan itu membuatnya menoleh ke samping dan dia memandangi wajahnya sendiri di dinding lift. Tidak ada yang berbeda dengan wajahnya atau posturnya, semua tampak sempurna seperti yang kebanyakan wanita pada umumnya yang melihat dirinya. Perfect. "Saya benar-benar tidak mau merepotkan Anda, Mr. Juan" Juan menyeringai sembari menggeleng pelan, "Tidak sama sekali." Aduuuh. Ruby berdecak dalam hati. Dia kembali menggerutu setelah itu sampai keluar dari lobi. “Ruby!” Ruby menoleh dan mendapati Daniel memanggilnya dan sedang berjalan menghampirinya. Di pelipisnya ada perban kecil untuk menutupi lukanya yang tadi. “Mr. Daniel?” Untunglah dia baik-baik saja, batinnya. Juan berdecak dan menatap tajam ke arah Daniel. Pria berkacamata itu sedikit menunduk ke arah Juan yang bergerak untuk berdiri di samping Ruby. Postur tubuh Juan lebih tinggi dibandingkan Daniel, jadi pria itu juga harus sedikit mengongakkan kepalanya untuk melihat Juan dari jarak dekat. “Ada apa lagi, Daniel?” CEO baru sialan! Apa-apaan dia membajak asistenku! Ruby itu kan asisten pribadiku, dan sebentar lagi dia pasti akan tunduk padaku dan membuatnya jadi simpananku. Kalau saja Ruby bukan perempuan yang galak, pasti sudah lama aku bisa menjinakkannya. “Maaf Mr. Juan. Saya hanya mempertanyakan soal Ruby yang katanya sekarang bukan lagi menjadi asisten saya?” “Itu benar. Ada masalah?” Mata Daniel membesar. Tentu saja itu masalahnya bodoh! Rahang Juan mengeras dan ruang lobi yang tertutup rapat itu tiba-tiba diterpa angin dingin. Dimitri bersikap waspada di belakang Juan. Dia memiringkan kepalanya sedikit, “Tidak ada masalah. Mulai sekarang Ruby bukan lagi asistenmu.” Juan menegaskan lagi. Kenapa bukan mencari asisten baru saja sih? Isi kepala Daniel dan Ruby sama. Dan ini menambah emosi Juan naik lagi satu tingkat. Dimitri mendekat pada Daniel dan sedikit mendorong pria itu menjauh dari Juan dan Ruby. Tapi Daniel tidak terima, “Sebentar! Saya tidak habis pikir, kenapa Anda menyabotase asisten saya? Sedangkan—” Ruby mendekat ke arah Daniel dan berbicara, “Mr. Daniel….” Sebetulnya dia sedang mengingatkan pria itu untuk menahan dirinya dalam menghadapi CEO baru yang arogan itu. “Tapi saya tidak bisa bekerja tanpa kamu, Ruby,” kata Daniel. Pikiran kotor Daniel saat mengatakan hal itu pada Ruby membuat Juan ingin menebas leher pria itu sekarang juga. Dia tidak akan mempertahankan pria ini di perusahaannya. Sesungguhnya Juan bisa saja membuat otak di kepala Daniel itu hancur berantakan dengan pedang saktinya. Tapi dia tidak akan mengotori senjata sucinya itu dengan darah kotor milik Daniel, jadi dia akan menyelesaikan permasalahan ini dengan cara manusia biasa. Dia mendekat ke arah Daniel dan menatapnya dalam. “Bisa kau hilangkan pikiran kotormu itu dari kepalamu atau aku harus membantumu, huh?” “Mr. Juan!” Reaksi spontan diberikan Ruby dengan memalingkan wajah garangnya ke arah Juan. Gadis itu sudah membela orang yang salah. Sok bisa membaca pikiranku segala! Terserah saja aku mau berpikir apa tentang Ruby, ini pikiranku sendiri, aku mau membayangkan dia terengah-engah di bawahku—“AAAWH!!” Juan memukul Daniel tepat di bagian kepalanya dengan tujuan bayangan kotor tentang calon istrinya dalam kepala pria mes*m itu akan buyar dan hilang. Juan melakukan itu hanya satu kali saja, tapi tubuh Daniel terpental jauh dan tersungkur dengan keras ke lantai. “Bawa surat pengunduran dirimu pada Gerald besok pagi!” perintahnya. Ruby melotot ke arah bos barunya itu. Ya Tuhan! Dia menutup mulutnya yang menganga. Ekspresi datar Juan yang melihat Daniel tersungkur jatuh penuh adegan laga itu membuat Ruby kembali memaki Juan dalam hati. Orang yang melihat kejadian tersebut langsung menolong Daniel dan melihat takut ke arah bos baru mereka yang terlihat seperti orang yang kejam dan tidak berperasaan. Ganteng tapi berhati batu! Umpat Ruby sambil bergerak mendekati mantan bosnya itu. Jangan coba-coba mendekatinya!! Perintah Juan jelas dan tegas menggema di kepala Ruby, tapi gadis itu mengabaikan suaranya dan tetap menghampiri Daniel. Kemudian dengan geram Juan menyambar pergelangan tangan Ruby dan menyeretnya ke arah mobil. Matanya yang berwarna hijau itu membesar ke arahku tanpa rasa takut sedikitpun. “Tunggu!” Daniel masih bisa berteriak. “Kau boleh memecatku, tapi lihat saja, sikap semena-mena ini akan terdengar seantero Nebrash!” umpatnya dengan pelipisnya yang kembali berdarah. Ruby histeris dalam hati melihat hal itu. Juan berdecak mendengar drama Daniel yang berlebihan. Seharusnya p****************g itu merasa beruntung karena Juan hanya menggunakan sebagian kecil kekuatannya. Sebaliknya, otaknya bisa berhamburan bila dia menggunakan bahkan setengah kekuatannya. Dengan tangan masih mencekal pergelangan tangan kecil Ruby, Juan mendekati Daniel. "Dengarkan ini baik-baik!" katanya, “kau bukan lagi direksi perusahaan ini, apalagi bagian darinya, kedua—tidak kuizinkan bayanganmu sekalipun untuk mendekati Ruby atau otakmu berpikiran kotor tentangnya! Dan ketiga, jangan pernah berpikir untuk membalasku karena kau akan menyesalinya.” Brengs*k! Lalu Juan meninggalkan Daniel dalam keadaan memprihatinkan seperti itu dan membiarkan orang di sekitarnya berpikir dirinya tidak berperasaan atau semacamnya. Dia tidak peduli. Pria itu menarik Ruby lagi menuju ke mobilnya diikuti Dimitri. Daniel harus benar-benar merasa beruntung saat ini masih dibiarkan hidup oleh Juan—itu karena ada Dimitri di dekatnya, kalau tidak—entah apa yang terjadi pada pria naas itu. “Mr. Juan, lepaskan saya!” rengek Ruby. Tapi Juan tidak mengindahkannya sama sekali. Namun, itu tidak membuat Ruby diam, dia masih saja mengoceh sebelum mencapai mobil. “Lagi pula apa maksud Anda melarang Mr. Daniel mendekati saya? Biar bagaimanapun saya ini kan mantan asistennya...,” lanjutnya. Tatapan Juan pasti langsung menusuk jantung Ruby, karena dia menelan ludahnya dan langsung terdiam, untuk sementara. “Anda berlaku semena-mena di hari pertama Anda sebagai CEO Mr. Juan. Dan itu adalah perilaku yang sangat minus sekali,” oceh Ruby. Sebaiknya kau tidak membelanya, Ruby. Dia memejamkan mata sambil menutup satu telinganya. Ya ampun! Suara! Biarkan aku sendiri! “Aku hanya melindungi apa yang menjadi milikku,” ujar Juan tenang. Ruby mengerutkan dahinya mencoba mencerna kalimat Juan. Dia berdecak ketika tidak menemukan makna berarti di balik kata-kata Juan itu. Oh Mr. Daniel, maafkan saya. Hhh, minta maaf segala. Odiv sudah membukakan pintu bagian penumpang untuk Juan. Namun, Juan malah mempersilakan Ruby untuk masuk lebih dulu, baru setelah itu pria itu masuk dari pintu yang sama—tentu hal itu membuat Ruby jadi menggeser bokongnya ke sisi kursi sebelahnya. Lagi-lagi dia mengumpat dalam hati. Ck, nasibku hari ini benar-benar buruk. Harusnya bertemu Anthony, malah terjebak sama CEO arogan, aneh dan sok ganteng ini. Juan menahan diri untuk tidak membalas komentar Ruby. Dia hanya menghela napasnya. Seandainya pria bernama Anthony itu ada di depannya saat ini, dia yakin pria itu pasti sudah jadi remahan biskuit atau minimal bernasib sama dengan Daniel tadi. “Ke klinik atau ke rumah?” tanya Juan. Ruby menggeleng, “Tidak perlu ke klinik. Suara itu sudah menghilang, saya mau istiharat di rumah saja,” jawab Ruby. Yang pasti aku ingin cepat sampai di rumah dan meminta Anthony untuk menunggu sebentar atau memintanya untuk datang ke apartemenku saja. Juan berdeham sangat keras. Siapa Anthony itu, huh? Ya Tuhan, baru saja aku mengatakan suara itu hilang, tapi tiba-tiba dia muncul lagi. Sejak tadi suara ini bertanya siapa Anthony terus. Kepala Ruby menggeleng cepat sambil terpejam. Sepertinya dia mencoba menghilangkan suara-suara yang muncul seenaknya dalam kepalanya itu. Juan mengamati profil Ruby dari samping. Wanita ini memang mempunyai tubuh yang mungil, tingginya mungkin hanya 158-159 cm saja. Sedang Juan mempunyai postur tinggi sekitar 190 cm, tapi dia bisa merasakan bahwa nyali Ruby tidak semungil tubuhnya. Matanya yang hijau bertemu dengan tatapan Juan. Kenapa dia malah melihatku seperti itu? Dasar pria aneh, menuduh orang lain punya pikiran kotor, pasti dia sendiri juga sedang berpikir jorok sekarang! Bukankah kau juga begitu? Ruby segera memalingkan wajahnya ke jendela mobil. Suara itu benar-benar mengganggunya. Mungkin dia memang harus memeriksakan diri ke dokter seandainya besok suara itu masih saja bergema di kepalanya. Dia menoleh ke arah Juan lagi, “Ehm, Mr. Juan, apa Anda mendengar sesuatu?” “Ya, tentu saja.” “Jadi Anda juga mendengar suara lain dalam kepala Anda?” Juan mengangguk. “Suaramu….” “Ck, ini serius Mr. Juan. Karena sejak di ruang rapat tadi saya berhalusinasi mendengar suara-suara aneh.” Aneh? “Nah! Apa Anda dengar itu?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD