Part 1. Anniversary

1035 Words
Hari ini adalah hari yang spesial bagi seorang Yasna Malini. Bukan. Bukan hanya bagi Malini sebenarnya. Tapi juga bagi Danesh Jazmi, kekasihnya. Hari ini tepat satu tahun mereka berdua mengikat janji sebagai sepasang kekasih. Dimana satu tahun yang lalu, Danesh menyatakan cinta padanya. Saat itu mereka sedang berada di Jepang, berlibur bersama teman-teman mereka. Danesh dan Malini memang berada dalam satu lingkar pertemanan yang sama. Persahabatan terjalin diantara mereka yang berjumlah tujuh orang. Mereka memiliki kesamaan, yaitu menghasilkan uang melalui sosial media. Meskipun bukan berprofesi sebagai aktor dan aktris yang sering tampil di televisi, mereka memiliki popularitas yang tidak kalah jika dibandingkan para artis ibukota. Danesh dan Malini terkenal di jagad sosial media, yaitu **. Mereka berdua lebih dikenal dengan sebutan selebgram. Selebriti-nya **. Tidak salah memang, karena akun ** mereka masing-masing memiliki pengikut yang sangat banyak. Jika Malini terkenal karena kecantikan dan juga gaya berpakaiannya yang modis, maka Danesh terkenal karena sering membagikan konten tentang olahraga. Danesh hobi berolahraga, terutama pergi ke tempat gym. Tidak heran jika lelaki itu memiliki postur tubuh yang menjadi idaman para wanita. Lengan berotot yang kerap dia pamerkan, seolah menyihir para wanita saat melihatnya. Ditambah dengan wajah tampan yang membuat penampilannya semakin menarik. Paket yang sangat komplit untuk ukuran seorang pria. "Dan... Jadi kamu jemput jam berapa?" Suara Malini terdengar merdu di telinga Danesh yang terpasang earphone. Saat ini dia baru saja selesai berolahraga. Duduk di salah satu kursi sambil mengelap keringatnya dengan selembar handuk kecil berlabel tempat gym terkenal, Danesh tersenyum sebelum menjawab pertanyaan kekasihnya. "Sabar dong, Lini sayang. Aku masih di gym ini. Kan janjiannya jam delapan?" "Bukan nggak sabar, Dan. Kalau aku tahu kamu jemput jam berapa, kan aku bisa perkirakan waktu buat siap-siap. Biar nanti pas jemput, kamu nggak lama nunggunya." "Iya, oke... Nanti aku jemput sekitar jam setengah delapan deh ya. Anak-anak yang lain juga kan, biasanya pada ngaret." Danesh pun memutuskan sambungan telepon setelah berpamitan pada Malini karena dia akan segera pulang dan bersiap-siap. Malam ini mereka mengadakan acara barbeque party di rumah Diaz. Bukan untuk merayakan anniversary mereka, melainkan hanya untuk bertemu dan silaturahmi karena akhir-akhir ini mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Diaz menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah, mengingat dia memiliki balita yang tidak bisa ditinggal begitu saja. Lagipula Reisa, anak Diaz yang baru berusia satu tahun itu, sangat dekat dengan mereka semua terutama Malini dan Danesh. Reisa bahkan memiliki panggilan khusus untuk Malini dan Danesh. Mamalini dan Nanesh, panggilan sayang Reisa untuk mereka berdua. Saat waktu menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit, terdengar bel berbunyi. Saat itu Malini sedang memulas lipstik berwarna pink sebagai sentuhan terakhir make up di wajahnya yang cantik. Gegas dia menyambar tasnya. Berdiri sejenak di depan cermin besar untuk memastikan penampilannya sempurna. Malam itu, Malini mengenakan kemeja oversize berwarna coklat muda dipadu dengan celana pendek berwarna putih. Celana itu memamerkan kakinya yang jenjang dan indah. Rambutnya yang berwarna ash brown tergerai dengan gelombang yang cantik, dihiasi sebuah bando kecil yang mempermanis penampilannya. Malini menyempatkan diri sejenak untuk mengambil beberapa foto yang akan dia unggah di akun instagramnya nanti. Sebagai seorang selebgram, tentu saja dia harus selalu memperhatikan penampilannya. Karena dari sanalah dia menghasilkan uang. Dari berbagai brand yang mempercayakan produk untuk dipromosikannya. "Cepet banget datangnya. Tadi bilangnya setengah delapan." Ucap Malini setelah membuka pintu unit apartemennya. Danesh hanya tersenyum manis sambil melangkah masuk tanpa dipersilahkan. Tentu saja hal itu membuat Malini mengerutkan keningnya. Dia pikir mereka akan langsung berangkat ke rumah Diaz. "Kita nggak langsung berangkat?" Tanya Malini bingung. "Happy anniversary, Lini sayang." Ucap Danesh yang tiba-tiba menutup pintu dan memeluknya. Malini yang tidak siap dengan pelukan yang tiba-tiba itu, langsung saja melingkarkan kedua tangannya di pinggang Danesh untuk berpegangan. Dia bisa merasakan bagaimana Danesh dengan lembut mengecup keningnya, lalu menenggelamkan wajahnya di sisi kepala Malini, menghirup dalam-dalam aroma shampo yang wangi di rambut Malini. "Wangi. Aku suka." Bisik Danesh. Saat pelukan itu terurai, keduanya tersenyum. Malini bisa melihat dengan jelas binar bahagia yang tergambar di kedua bola mata kekasihnya. Perlahan, kedua tangan Danesh terangkat untuk menangkup wajahnya. Hangat. Telapak tangan itu terasa hangat di wajah Malini. Terasa nyaman sehingga tanpa sadar Malini memejamkan matanya. Danesh pun tersenyum saat mengamati wajah cantik Malini, hingga kemudian dia tidak mampu lagi menahan dirinya. Maka Danesh pun mengikis jarak di antara mereka. Kedua tangannya masih betah menangkup wajah Malini, kemudian dia pun mendekatkan wajahnya. Demi melabuhkan sebuah ciuman di bibir merah muda milik Malini. Tak hanya warnanya yang manis, begitu pula rasanya. Manis dan membuat candu. Malini yang masih terpejam, tentu saja tahu ketika rasa lembut dan hangat itu menyapa bibirnya. Sehingga alih-alih membuka mata, dia justru tetap terpejam menikmatinya. Kedua tangan Malini kini mengalung indah di leher Danesh. Sementara Danesh pun mengeratkan pelukannya, hingga tubuh Malini sedikit terangkat. Kedua kakinya kini melayang, sama seperti perasaannya. Hingga ketika akhirnya ciuman itu berakhir karena keduanya membutuhkan oksigen untuk bernafas, baik Danesh maupun Malini kompak menarik nafas bersama. Danesh pun tertawa, seraya bergerak merapikan rambut kekasihnya yang sedikit berantakan karena ulahnya tadi. Ibu jarinya bergerak, merapikan lipstik di sudut bibir Malini yang memudar. "Kamu sih. Aku harus touch up lagi deh." Danesh tertawa, "Tapi kamu suka kan?" Malini pun berbalik, enggan menjawab pertanyaan Danesh, dia lebih memilih untuk beranjak pada sebuah cermin yang berada di dekat wastafel. Dia lalu memoleskan kembali lipstik di bibirnya. "Gimana? Kamu suka kan sama bibir aku?" Tanya Danesh lagi, saat Malini selesai memulas bibirnya. "Dan... Kita berangkat sekarang." Seru Malini. Dia malu untuk mengakui bahwa memang, ciuman dari Danesh membuatnya gila. Rasanya seperti melayang, kedua kakinya seolah kehilangan kekuatan untuk menopang bobot tubuhnya sendiri. Sehingga jika Danesh tidak menahannya, tidak memeluknya, Malini yakin dia akan merosot ke lantai karena tidak memiliki kekuatan untuk berdiri. Dan satu hal yang selalu dia rasakan ketika Danesh mulai menciumi bibirnya, Malini seolah tidak ingin berhenti, melainkan ingin lebih. Lebih lama, lebih dalam dan lebih lagi. "Happy anniversary, Lini sayang." Ucap Danesh yang akhirnya mengalah dan tidak memperpanjang bahasan tentang ciuman mereka. Kedua tangan Malini bergerak, memeluk lengan Danesh yang berotot. Sambil berjalan menuju lift, senyuman seolah enggan pergi dari wajah Malini. "Happy anniversary, Dan my love." Danesh pun melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Malini. Sungguh, dia bahagia memiliki gadis anggun ini sebagai kekasihnya. ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD