Bab 4

1136 Words
Tepat pukul sembilan pagi Bima Aji Prakasa sang ahli waris perusahaan Aji Prakasa itu sudah tiba di Kantornya. Mulai dari lobi Kantor hingga ia memasuki ruang kerjanya yang berada di lantai paling atas gedung Kantor ini. Ia sudah di sambut beberapa Karyawan yang sempat ia lewati dengan keadaan membungkukkan badan ke arahnya dan tak lupa menyapa dirinya. Sedangkan Danu dan beberapa orang lainnya terus mengikutinya dari balik punggungnya. “Nu, kamu sudah siapkan hadiah untuk Audrey?” tanya Bima tanpa menoleh ke arah Danu sebelum masuk ke dalam lift. “Sudah, Tuan Bima.” Jawab Danu pelan. “Bagus, saya enggak mau kalau harus datang dengan tangan kosong nantinya.” Kata Bima lagi saat mereka sudah masuk ke dalam lift sedangkan Danu hanya mengangguk sambil menekan tombol lift. “Oh ya bagaimana dengan pakaian yang akan saya kenakan nanti malam untuk datang ke acara ulang tahun Audrey?” tanya Bima lagi yang kini melirik ke arah Danu. Bagi lelaki tampan itu ia harus selalu terlihat paling bercahaya di setiap acara apa pun. Sampai ia punya seorang perancang busana yang memang ia pekerja kan khusus untuk menunjang setiap penampilannya. Ia juga mau apa yang di lakukan olehnya selalu terlihat sempurna tanpa sebuah kesalahan. “Rencananya siang ini pakaian anda akan segera di antar ke rumah.” Jawab Danu lagi sambil mempersilahkan Bima keluar dari lift karena mereka sudah berada di lantai teratas gedung Kantor ini. “Bagus..” kata Bima yang terdengar puas dengan kinerja Danu yang memang selama ini tak bisa di ragukan lagi di bandingkan oleh karyawan mana pun. Semua yang di lakukan oleh Danu seakan sesuai dengan apa yang Bima mau, seakan pemikiran keduanya sejalan dalam hal apa pun. Bima pun keluar dari lift sementara Danu membuang nafas karena merasa lega karena Bima menyukai pekerjaannya. Bima memasuki ruang kerjanya dan duduk di meja kerja miliknya lalu mulai membaca beberapa file yang memang harus ia tanda tangani hari ini. Sementara beberapa pengikut Bima kembali ke meja kerja masing- masing yang berada tak jauh dari ruang kerjanya. Danu masuk ke dalam ruang kerja Bima serta menutup pintu ruangan tersebut. “Nu..” panggil Bima yang melihat kehadiran Danu di ruangannya. Ia menghentikan sejenak aktivitasnya yang sedang membaca satu persatu setiap dokumen yang akan ia tanda tangani. Ia meletakan penanya lalu mengalihkan pandangannya kepada Danu. “Iya, Tuan Bima.” Jawab Danu. “Jangan panggil Tuan kalau kita lagi berdua.” Ucap Bima ketus karena pasalnya ia sudah menganggap Danu seperti sahabatnya sendiri. Sebenarnya Bima selalu risih setiap kali harus mendengar Danu memanggilnya dengan sebutan “Tuan”. Tapi panggilan Tuan saat ini lebih sedikit melegakan daripada harus di panggil Bapak olehnya karena ia merasa masih sangat muda. Kalau bukan karena Danu harus bekerja untuknya dan keluarganya mungkin Bima memilih meminta Danu memanggilnya dengan namanya sendiri. Sebagai Sekertaris pribadi Bima sekaligus orang yang sangat dekat dengan Bima. Danu memang harus menunjukkan rasa hormat dan segan kepada Bima. “Terus harus saya panggil apa Tuan? Eh salah Bima?” tanyanya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal lalu kembali tertunduk ke lantai. “Panggil, Sayang.” Seru Bima jahil yang membuat Danu mengangkat kepalanya dan menatap Bima untuk memastikan kalau laki- laki itu hanya bercanda. Jangan sampai kejadian pagi ini semakin membuat Mama Anna kembali salah paham dengan hubungan keduanya. “A..Apa?” tanya Danu yang terdengar gugup yang membuat Bima menarik sudut bibirnya. Astaga apa Danu sepolos ini sampai harus bertanya? Namun hal itu membuat Bima ingin berbuat jahil kepada Danu. “Sayang..” Seru Bima sambil menatap Danu dalam dan tersenyum. Danu pun menelan Saliva nya secara perlahan. Astaga ada apa ini kenapa Bima mendadak seperti ini, hal ini membuat Danu seakan membenarkan kekhawatiran Mama Anna pagi ini. Apakah mungkin sahabatnya ini sudah menyimpang? Danu bingung harus berbuat apa karena sudah pasti Bima tak ingin segala perintahnya di tolak. Lagi pula Bima adalah bosnya di perusahaan tempat ia bekerja saat ini. Drrttt.. Drrtt... Ponsel Bima bergetar panjang menandakan sebuah panggilan yang membuat kedua matanya langsung terbelalak kaget saat ia melihat nama Mama Anna yang tertera di layar ponsel miliknya. Ia seketika teringat kalau pagi ini gara- gara ulah konyolnya Mama Anna terlihat mencurigainya. Bima melirik ke arah Danu sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya agar Danu tidak bersuara. “Halo, Mamaku Sayang.” Kata Bima setelah menggeser layar ponselnya dan meletakkan benda persegi itu dekat telinganya. Danu pun menjauh dari meja kerja Bima dan duduk di sofa sambil memainkan tab nya kembali mengecek beberapa hal yang memang harus ia kerjakan. “Kamu sudah sampai Kantor, Nak?” tanya Mama Anna. “Sudah kok, Ma. Ini aku lagi periksa beberapa dokumen yang mau aku tanda tangani. Mama ada apa telefon?” tanya Bima yang penasaran mengapa sang Mama menghubunginya padahal belum ada beberapa jam mereka berpisah. Atau mungkin Mama Anna masih khawatir soal kejadian tadi pagi? Entahlah hal itu yang terus membuat Bima penasaran. “Mama Cuma mau bilang kalau nanti sabtu dan minggu kamu kosongin jadwal kamu ya. Karena kita sekeluarga akan pergi ke rumah sahabat Papa di Bandung.” Jawab Mama Anna berharap anaknya mau menerima ajakannya. “Sebentar..” seru Bima sambil mengingat beberapa agenda di hari sabtu dan minggu itu. Lelaki itu pun melirik ke arah Danu sambil memberikan kode kepada Danu untuk segera mendekat. “Iya, Sayang ada apa?” seru Danu yang membuat wajah Bima memerah malu sekaligus khawatir kalau Mama Anna akan mendengar suara Danu yang memanggilnya sayang. “Sayang?” seru Mama Anna yang membuat rahang Bima mengeras dan mengepalkan salah satu tangannya yang lain. Astaga lagi- lagi karena ide konyolnya ia membuat sang Mama kembali salah paham. “Kamu jangan macem- macem ya, Bim. Siapa yang di maksud sayang sama Danu?” tanya Mama Anna dengan nada meninggi. Di seberang sana emosi Mama Anna kembali memuncak seakan sedang mengeluarkan tanduknya. “I.. Itu Danu lagi angkat telefon dari pacarnya, Ma.” Dusta Bima agar Mama Anna tidak salah paham. Danu yang mendengar ucapan Bima dengan Mama Anna di telefon hanya bisa mengernyitkan dahinya bingung. “Apakah Mungkin Mama Anna mendengar panggilan sayang dari mulutku tadi?” batin Bima dalam hati sambil menepuk wajahnya. Kini Danu merasa sangat khawatir apakah mungkin nanti dirinya akan di pecat. “Pacar? Sejak kapan dia punya pacar?” tanya Mama Anna yang ikut terkejut. “Sudah dua hari yang lalu Danu punya pacar, Ma. Niatnya tadi Danu mau klarifikasi soal ini sama Mama juga tapi keburu Mama salah paham dan marah jadi diam saja.” Jawab Bima sambil kembali berdusta kepada Mama Anna. Menurut Bima berbohong adalah jalan keluar yang terbaik untuk keluar dari kesalahpahaman yang ia sudah buat hari ini. “Syukurlah.” Jawab Mama Anna dengan membuang nafas lega karena Anaknya masih dalam kondisi normal. Hal itu pun juga di lakukan oleh Bima yang lega karena Mama Anna mempercayainya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD