Bab 5

1157 Words
“Sabtu dan Minggu aku kayaknya free, Ma.” jawab Bima cepat untuk mengalihkan pembicaraannya dengan Mama Anna. Bima tak ingin kalau nanti Mamanya akan semakin penasaran dengan sosok pacar Danu dan ingin berkenalan dengan sosok tersebut. “Bagus, Mama senang mendengarnya,” Seru Mama Anna yang puas mendengar jawaban dari anaknya. Wanita paruh baya itu tak lupa juga menarik senyum lebar serta mulai melupakan hal yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu. “Memang ada acara apa di sana, Ma?” tanya Bima yang sekarang penasaran. “Papa Cuma mau ketemu sama sahabat lamanya aja sih, tapi kamu tetap harus terlihat tampan dan rapi saat kita ke sana ya.” Jawab Mama Anna yang membuat Bima tersenyum dan mengangguk di balik telefon. “Baik, Ma. Kalau begitu aku kembali kerja dulu ya.” Pamit Bima sambil menutup panggilan dari Mama Anna. Bima meletakkan benda persegi di atas meja dan membuang nafas lega sambil tersenyum. Lalu laki- laki itu melirik Danu yang masih diam mematung dengan raut wajah pucat. Tak tahukah Bima kalau Danu sungguh sangat ketakutan jika dirinya harus dipecat. “Kamu kenapa, Nu? Sakit?” tanya Bima polos saat melihat ekspresi wajah Danu. “Apa saya di pecat?” tanya Danu pelan. Bima tertawa puas saat mengetahui alasan di balik ekspresi wajah itu. Danu hanya menggeleng bingung melihat Bima yang tertawa bukan menjawab pertanyaannya. “Mana mungkin saya pecat kamu sih, Nu. Ada- ada aja deh.” Kata Bima sambil menggelengkan kepalanya masih sambil tertawa. Ia pun kini mengambil kembali penanya dan lanjut membaca beberapa dokumen. Danu pun bernafas lega dan beranjak meninggalkan Bima. “Nu, sebentar,” Seru Bima menghentikan langkah kaki Danu. Danu yang mendengarnya berbalik menghampiri Bima. “Iya..” lirih Danu. “Jangan panggil sayang lagi ya, Nu. Dan mulai sekarang kalau di tanya Mama sudah punya pacar atau belum bilang saja sudah ya.” Perintah Bima yang tak ingin membuat masalah lagi karena ulahnya. “Tapi saya enggak punya pacar, nanti kalau Ibu Anna tanya siapa pacar saya bagaimana?’’ tanya Danu polos. Danu memang orang yang tak pernah sekali pun ingin berbohong apalagi di depan keluarga Bima sekali pun. “Itu urusan kamu, dari pada nanti kamu di pecat gara- gara kamu panggil saya sayang dan tidak mau mengenalkan pacar kamu sama Mama Anna,” Kata Bima santai. Padahal jelas- jelas kejadian hari ini berasal dari ide konyol yang Bima buat tapi kenapa harus Danu yang menanggungnya segala ide konyol itu? Namun sebagai bawahan Bima, posisi Danu tak bisa berbuat apa- apa kecuali hanya mengikuti kata Bima. “Gimana kamu bisa kan, Nu?” tanya Bima lagi yang di jawab anggukan oleh Danu walau ia sendiri merasa ragu namun akan Danu pikikan kembali solusinya nanti. “Oke, sekarang kamu boleh pergi..” seru Bima lagi. Danu pun keluar dari ruangan Bima. Sementara itu.. “Permisi, Mbak karin.” Ucap salah seorang karyawan saat dirinya tengah duduk di meja kerjanya. Karin pun mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam ruangannya. “Ada apa?” tanya Karin dingin. Ya begitulah Karin dia selalu terlihat dingin di antara para karyawannya. Bisa di bilang ia adalah orang yang paling jarang tersenyum apalagi tertawa. Sejak kepergian mendiang Ibunya Karin lebih banyak menghabiskan waktu sendiri hingga ia terlihat lebih murung. “Ini dokumen yang Mbak Karin minta minggu lalu.” Ucap gadis itu tanpa berani menatap wajah Karin. Gadis itu pun memberikan sebuah map berisi dokumen yang memang sudah Karin minta minggu lalu. Tubuh gadis itu terlihat panas dingin saat menghadapi Karin. “Udah oke nih sudah sesuai sama yang aku minta.” Seru Karin yang terdengar seperti angin segar oleh gadis itu. Karin pun memberikan kembali map tersebut. Karin pun kembali fokus dengan beberapa dokumen yang sedang ia kerjakan tadi dan kembali menatap layar laptopnya. “Loh kenapa kamu masih di sini?” tanya Karin kepada gadis itu yang masih terdiam mematung sambil menunduk. “Eh iya Mbak Karin maaf.” Seru gadis itu lagi dan ia kini benar- benar keluar dari ruang kerja Karin. Karin membuang nafas kasar merasa sangat lelah dengan pekerjaannya hari ini. Ia menyandarkan badannya di kursi dan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Took... Tokk.. Pintu ruang kerja Karin kembali terketuk entah kali ini siapa lagi. Karin menurunkan kedua tangannya dari wajahnya. “Iya silahkan masuk.” Kata Karin mempersilahkan masuk. Dan ternyata yang mengetuk pintu adalah Kakak Iparnya Wisnu. Lelaki itu berdiri di depan pintu melihat Karin yang terlihatnya sangat lelah. “Kenapa, Mas?” tanya Karin polos. “Ayo pulang udah jam empat sore nih, Apa kamu mau lembur, Rin?” ajak Mas Wisnu. Karin terkejut dan melihat jam di dinding. Pantas saja ia sudah merasa sangat lelah ternyata memang sudah pukul empat sore. “Iya, Mas sebentar ya Aku mau bereskan ini dulu.” Kata Karin sambil merapikan beberapa kertas yang memang masih berserakan di atas meja kerjanya. “Oke, Mas tunggu di mobil ya.” Pamit Mas Wisnu dan di jawab anggukan oleh Karin. Setelah mendapat respon dari Karin, Wisnu langsung menuju lift untuk segera turun ke lobi. Beberapa menit kemudian.. Karin masuk ke dalam mobil dengan membawa beberapa dokumen yang belum sempat ia kerjakan. Terlihat wajah Karin sangat lesu sejak ia keluar dari ruang kerja Wisnu tadi pagi. Apalagi selama perjalanan menuju ke rumahnya Karin lebih banyak diam sehingga membuat Mas Wisnu khawatir. Apakah ini ada kaitannya dengan permintaan Papa Wira, mertuanya yang ingin Karin pergi ke Bandung. “Rin..” panggil Mas Wisnu yang duduk di sampingnya. Namun sayang Karin tidak merespon panggilan darinya. “Karin..” panggil Mas Wisnu lagi dengan nada sedikit agak meninggi hingga membuat Karin tersadar dari lamunannya. Karin yang sedang melihat ke luar jendela mobil langsung menoleh ke arah Mas Wisnu. “Eeh iya Mas Wisnu, kenapa?” tanya Karin yang merasa bersalah karena terlihat sedang melamun. “Kamu kenapa? Kok kelihatannya kayak ada masalah.” Tanya Mas Wisnu yang membuat Karin merasa semakin tidak enak. “Oh enggak apa- apa kok Mas Wisnu, aku Cuma lagi capek aja dan mungkin kangen sama Papa dan almarhum Mama, Mas.” Jawab Karin yang berusaha meluapkan perasaannya di depan Mas Wisnu. Bagi Karin, Mas Wisnu lebih dari sekedar Kakak Ipar baginya. Karina merasa sifat Mas Wisnu yang sangat perhatian dan mengerti dirinya mengingatkan dirinya kembali dengan sosok almarhum Mamanya. Hal itu pula yang membuat Karin gampang meluapkan semua hal yang sedang ia rasakan ke Mas Wisnu. Walau Karin punya kakak perempuan seperti Kak Clarissa tapi gadis itu lebih nyaman mengungkapkannya kepada Mas Wisnu. “Sabar sabtu dan minggu ini kan kita bakalan ke tempat Papa, Mas janji nanti kita juga bakalan ke makam almarhum Mama ya.” Seru Mas Wisnu sambil mengusap- usap kepala Karin. Bagi Mas Wisnu sosok Karin seperti menggantikan sosok Nana adiknya yang meninggal di usia delapan belas tahun karena penyakit leukimia. Sifat Karin yang mandiri, penuh ambisi apalagi yang manja hanya kepada dirinya itu sama persis dengan sifat Nana yang sangat lengket dengan dirinya dulu saat masih hidup.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD