Gugatan Cerai!

1169 Words
Semenjak kejadian itu, Ruth tidak pernah kembali lagi ke rumah. Terhitung dua bulan kepergiannya, Sean enggan mencari keberadaan Ruth atau menanyakan kabar wanita itu kepada siapa pun. Dia benar-benar dibuat kecewa, padahal dia telah menaruh kepercayaan sangat besar kepada istrinya. Sekarang Sean tidak lagi ingin menerima alasan apa pun. “Maaf, Tuan. Boleh saya masuk?” Suara seorang wanita bernama Sonya—asisten pribadi Sean, datang. “Silakan.” Wanita cantik berkulit kuning langsat yang mengenakan setelan rok dan atasan ketat itu muncul dari balik pintu. Lalu menghampiri Sean yang tengah duduk di kursi kerjanya. “Ada surat untuk Tuan. Sepertinya ini dari pengadilan Agama,” ujar Sonya sekaligus menaruh sebuah surat ke meja. Sean segera mengambil itu, di sana dia melihat jelas sebuah surat gugatan cerai untuknya dari Ruth. Lama menghilang tanpa kabar, ternyata wanita itu ingin bercerai dengannya. “Semudah itu?” Sean bergumam kecil. Dia menebak Ruth sepertinya sudah gatal sekali ingin terbebas darinya dan lari bersama lelaki selingkuhannya. “Datangi alamat ini, sampaikan pesanku padanya. Kalau aku tidak akan pernah mengabulkan permohonannya ini.” Sean lebih dulu menyobek-nyobek kertas yang dipegangnya, lalu memasukkannya lagi ke dalam amplop sebelum menyerahkan itu kepada Sonya. Di sana Sean hanya menyisakan sebuah alamat yang tertera, sepertinya tempat tersebut adalah rumah tinggal Ruth sekarang. Jika Ruth bersikeras, wanita itu pasti akan datang menemuinya. Sean hafal betul tabiat Ruth yang keras kepala. *** Satu minggu kemudian, Sean bekerja seperti biasa. Menjalani aktivitas di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bahan baku otomotif itu membuatnya sangat sibuk, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain kecuali satu-satunya hal yang sangat mengganggu. Itu adalah ingatan tentang keseharian Ruth yang manis dan terkadang selalu menantang. Sean ingat, setiap kali dia pulang bekerja, Ruth pasti belum tidur di kamar hanya untuk menunggunya. Gaun tidur paling seksi dikenakan, ditambah riasan wajah dengan warna bibir merah padam yang terus membangkitkan keinginan Sean setiap malam. “Kau melakukannya lagi, Ruth. Apa kau tidak ada pekerjaan lain selain menggodaku?” Ingatan Sean akhirnya benar-benar berlabuh pada saat Ruth menghiasi malamnya dengan sebuah godaan kecil. “Tidak ... karena aku lebih senang menggodamu.” Tangan Ruth mulai merayap di bahu Sean, berjalan mengelilingi lelaki itu sebentar sebelum berakhir berdiri di hadapannya. Kedua lengan Ruth bahkan telah melingkar sempurna di tengkuk Sean. “Katakan, apa yang kau inginkan? Apa kau ingin membeli tas baru? Atau pakaian baru?” tanya Sean. “Aku menginginkanmu, Sean.” Jawaban singkat Ruth membuat Sean tersenyum manis. “Berikan aku satu atau dua anak. Baru aku akan berhenti menggodamu.” “Yakin bisa melakukan itu, hmh? Aku tahu kau lebih dari sekedar liar, Ruth. Itu yang membuatmu sangat spesial di mataku,” ujar Sean yang mulai menyingkirkan anak rambut di kening Ruth. Wajah cantik jelita keturunan Amerika asli itu tampak sangat nyata, membuat Sean begitu tidak sabar meraih bibir kemerahannya yang selalu manis. Ruth jelas tidak hanya diam, dia merapatkan aktivitas Sean di bibirnya, lalu mendorong lelaki itu hingga ke tempat tidur. Pakaian yang dikenakan Sean mulai ditanggalkan olehnya, membuat Sean segera menahan pergerakan Ruth yang terlalu terburu-buru. “Astaga, kau membuatku takut. Apa kau mau memaksaku?” tanya Sean. Ruth hanya menyeringai kecil, tetapi tetap melanjutkan keinginannya. Malam panas mereka selalu diawali oleh Ruth sendiri, siapa lelaki yang tidak akan terpancing jika begini? Bahkan Sean yang terkenal arogan dan ketus kepada semua orang, dibuat luluh oleh tingkah Ruth yang satu ini. “Sayang sekali ... ternyata kau melakukan itu tidak hanya denganku. Kau sangat mengecewakanku, Ruth.” Sean bergumam ketika ingatannya berpindah pada pengkhianatan Ruth pagi itu. Sean melihat dengan jelas, Ruth tidur dengan lelaki lain di kamar pribadi mereka. Brak! Brak! Terdengar suara bising dari arah luar, ada seseorang yang menggedor pintu ruang kerja Sean sangat keras. Tidak berapa lama, pintu terbuka bersamaan dengan keributan besar yang terjadi di antara dua wanita. Mereka adalah Ruth dan Sonya. Ruth tampak memaksa masuk, padahal Sonya telah melarangnya “Tolong jangan masuk, Nona. Tuan Sean sedang sibuk.” “Diamlah, apa kau tuli? Aku tidak peduli dia sibuk atau tidak, aku ingin bertemu dengannya!” Ruth mendorong Sonya dengan tenaganya, hingga wanita itu tersingkir meski terus mengikuti langkah Ruth dengan raut wajah cemas. Setelah Ruth sampai di depan meja kerja Sean, pandangan mereka akhirnya bertemu. Ruth pun mengambil sebuah surat dalam tasnya, lalu menaruh itu cukup keras ke atas meja. “Cepat setujui ini!” “Surat baru? Apa kau serius ingin bercerai denganku, hmh? Harusnya aku yang melakukan ini, Ruth. Karena aku adalah korbannya. Kau bersikap begini ... apa kau begitu ingin bersama dengan bajjingan rendahan itu?” tanya Sean kepada Ruth dengan nada santai. “Kau sungguh berpikir begitu?” Napas Ruth masih terengah-engah karena amarah. “Lalu apa yang harus kupikirkan?” “Minta maaflah karena kau telah menginjak harga diriku!” sambut Ruth dengan nada keras. “Padahal aku telah menyerahkan semuanya, semua yang kumiliki sampai aku rela meninggalkan kedua orang tuaku demi kau. Tapi apa balasanmu? Kau menghinaku, bahkan ketika aku memohon seperti pengemis!” Ruth semakin emosi. Sean terdiam sejenak, dia tidak lagi kaget ketika Ruth memberontak dan lantang seperti ini. Sebab ini adalah Ruth yang dia kenal, tapi untuk perselingkuhan beberapa waktu lalu, Sean tidak akan pernah memaafkan itu. “Kau sendiri yang menurunkan harga diri, Ruth. Sekarang kau menyalahkanku karena tidak bersedia menandatangani ini?” Sean membuka kembali salinan surat baru yang dibuat Ruth. Dia pun merobeknya langsung di hadapan wanita itu. Ruth tampak mengepalkan tangan seolah akan menghancurkan seisi ruangan ini. Namun, ternyata dia tidak melakukan apa-apa. “Jangan harap aku akan melepasmu. Ini adalah hukuman sekaligus kebebasan bagimu, Ruth. Kau mau pergi dengan lelaki lain? Pergilah Semaumu, tapi aku tetap tidak akan membiarkanmu mendapat status resmi dari pengadilan. Kau tahu apa yang bisa kulakukan.” Seketika Ruth melangkah mendekat hanya untuk melayangkan sebuah tamparan keras di pipi Sean. Itu terasa begitu perih, bahkan meninggalkan bekas kemerahan di kulit putih pucat Sean. “Dan kau tahu aku akan lebih dari sekedar menjadi peran antagonis dalam kehidupanmu. Sudah cukup aku menangis dan terhina oleh lelaki bodoh sepertimu, Sean. Akan kupastikan kau akan menyesal telah menuduhku atas fitnah keji itu.” Sean tidak membalas, Ruth pun hanya menatap bersama kilat amarahnya yang tajam sebentar sebelum berlalu dari ruangannya tanpa ingin berdebat lagi. Apa Ruth akan mengajukan proses perceraian lagi ke pengadilan? Sebenarnya Sean tidak terlaku peduli. Ruth yang sekarang tidak memiliki apa pun termasuk harga diri, semua telah hilang di mata Sean. Namun, jika Ruth kembali pada keluarganya, mungkin itu akan menjadi sedikit masalah bagi Sean. “Setelah melakukan kesalahan pun, dia tetap menjadi yang paling ganas.” Sean tersenyum miring, dia semakin tidak ingin memberikan kebebasan untuk Ruth karena telah berkhianat. Jika mereka tidak bercerai secara hukum, itu artinya Ruth tidak bisa menikah dengan orang lain. Sean akan dengan mudah membuat hidup Ruth hancur sama seperti hancurnya kepercayaan Sean sekarang. “Pastikan kau tetap mengawasinya, Sonya. Siapa pengacara yang mendampingi Ruth, laporkan padaku. Tidak akan kubiarkan dia mendapatkan keinginannya,” ujar Sean kepada Sonya. “Ba—baik, Tuan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD