Awal

1498 Words
Kris mengemasi barang-barangnya yang akan dia bawa. Mika menyuruhnya mengemas kaos, baju koko, kopyah dan sarung. Selebihnya alat mandi. "Kris, lepas itu jam tangan kamu!" perintah Mika. Kris memandang jam tangannya. Jam tangan seharga lima juta rupiah pemberian dari Khanza tiga tahun lalu. Kris menolak. Ini kenang-kenangan dari pacarnya. "Itu juga gelangnya dilepas!" perintah Mika saat melihat gelang tali bertuliskan nama 'Khanza. Alay sekali, batinnya. Kris tetap menggeleng. Benda benda itulah yang nanti akan menjadi obat ketika ia rindu dengan Khanza. Dan Kris sudah berjanji untuk tidak melepas gelang couple mereka. Kris untuk Khanza. Dan Khanza untuk Kris "Gak mau, Bun. Kalau suruh lepas, mending Kris gak usah berangkat." ucap Kris menolak dengan tegas. "Terserah kamu. Ayo! kita nanti telat." ajak Mika. Kris mengikuti langkah bundanya keluar. "Kak Kris mau kemana kok bawa-bawa tas besar?" tanya Keyara. "Diusir sama Bunda," jawab Kris acuh. Keyara memeluk kakaknya erat. "Kenapa kak Kris Diusir bunda? Huuu huuu." tanya Keyara sambil menangis.  Kris mengusap punggung adiknya. Keyara lebih dekat dengan dirinya ketimbang Keenan. Dan kris selalu cemburu melihat Keyara yang dekat-dekat dengan Keenan. "Nangis terus, Ra. Biar kakak gak jadi diusir sama bunda." bisik Kris. Keyara yang menurut malah mengencangkan tangisannya. "Huwaaaaa bunda jahat hiksss hiksss. Bunda. Gak sayang sama kakak, hiksss." raung gadis SMP itu. Mika memutar matanya jengah. Drama Kris tidak bisa membohonginya. "Cepat Kris!" ajak Mika dengan tegas. Kris merengut. Bundanya itu sangat keras kepala. Kris jadi curiga kalau bundanya bukan anak dari kakek neneknya. Kakek neneknya orang kalem dan santun, tapi bundanya galak minta ampun. "Jaga diri baik-baik ya, dek. Kakak sayang sama kamu."ucap Kris menghapus air mata Keyara. Ia mengecup kening adikya dengan sayang. "Kakak pergi dulu, jangan cepat besar, Biar kalau kakak kembali ada yang kakak jahili!" Kris mengacak gemas rambut adiknya. Tangis Keyara pecah saat Mika menggeret kakaknya untuk keluar rumah. Sebenarnya Mika tidak tega, tapi ini yang harus dia lakukan. Khanza merenung di kelasnya. Ia tidak semangat mengikuti pelajaran kali ini. Khanza melirik bangku belakangnya. Tidak ada lagi Kris yang mencoret coret bangku dengan pulpen, tidak ada lagi Kris yang berceloteh memanggil manggil namanya. Khanza hampa tanpa Kris. Ia merasa sendiri tanpa sesosok remaja tengil yang sangat berarti bagi dirinya. "Udah, Za. Gak usah dipikirkan. Kris bakal balik," ucap Niko menenangkan.  Khanza masih belum rela aja kalau Kris pergi jauh. Hari harinya sudah terbiasa di isi pria itu. Kris menatap gedung pesantren dihadapannya itu dengan biasa aja. Dia berdiri dengan berkacak pinggang. Banyak santri yang memandang kearahnya. Antara pandangan bingung, pandangan ramah karena tau itu calon santri baru, dan pandangan terpesona. Hari ini, Jumat. Gerbang pembatas santri putra dan putri di buka, karena Jumat bersih. Membuat mereka para santri putri bisa melihat Kris. Banyak yang terpesona dengan wajah slegean Kris. "Ayo daftar dulu!" ajak Mika menggeret Kris. Hah Kris lelah, daritadi diseret kesana kemari oleh bundanya Kris diterima baik oleh teman-temannya. Kris juga langsung diantar untuk ke kamar yang akan dia tempati. Mika meninggalkan anaknya disana untuk menuntut ilmu. Berharap Kris lulus bisa menjadi anak yang lebih baik. "Mana kamar gue?" tanya Kris pada Iko, teman yang disuruh menunjukkan kamarnya. "Sini Mas. Kita tidur berempat. Saya, Mas Kris, Ali sama Ian." jawab Iko. Kris membeo. Tidur berempat di bilik yang kecil? Bahkan tidak ada kasurnya. "Gak ada kasur mas. Adanya tikar." ucap Iko yang mengerti kebingungan Kris. "Anjir, turun drajat dan martabat gue!"pekik Kris. Iko tertawa pelan. Iko yakin kalau Kris anak orang kaya dengan kehidupan yang mewah. Buktinya Kris kaget melihat kamarnya. "Gakpapa deh penting rebahan," ujar Kris meletakkan tasnya. "Mas, saat ini kita harus ke depan untuk bersih-bersih. Mari!" ajak Iko. Kris mengangguk. "Woy jangan panggil gue, Mas. Panggil gue, Kris." suruh Kris yang diangguki Iko. Kelihatan sekali mereka seumuran. "Assalamualaikum kang. Ini teman baru kita. Kenalin namanya Kris!" ucap Iko memperkenalkan Kris pada yang lainnya. Mereka menunduk sekilas. Bergantian menyalami Kris untuk berkenalan. "Pinjam cangkulnya, urusan nyangkul mah gue jagonya!" kata Kris dengan songong. Ia merebut cangkul yang dipegang Ian. Kris mulai mencangkul tanah untuk menanam bunga-bunga. "Wah santri baru itu keren ya," puji santriwati sambil melihat Kris. Sedangkan temannya yang mendengar langsung mengangguk setuju. Mereka melihat Kris yang pakai kaos putih, sarung di sisingkan memperlihatkan kakinya yang putih. Dan Jam tangan indah juga menambah kadar ketampanan remaja itu. "Pengen kenalan sama dia!" pekik santriwati itu lagi menutup wajahnya yang memanas. "Kamu ada ada aja. Udah jangan dilihatin, zina mata tau gak." ucap salah seorang teman gadis itu. "Eh ning Putri, lihat bentar gakpapa. Heheh!" jawabnya sambil cengengsan.  Putri juga ikut melihat kearah Kris. Pantesan teman-temanya heboh. Kris emang tampan. Beda dari yang lain. Putri tersenyum penuh arti. Kris mencangkul dengan semangat tanpa mempedulikan tatapan orang-orang. Ia sudah biasa jadi pusat perhatian. Emang dia ganteng, mau diapain lagi tetap ganteng. Kadang Kris bersyukur punya Ayah seganteng Regan. Pasti wajah ganteng Kris hasil dari bibit unggulan ayahnya. "Kris, semangat amat?" tanya Iko sambil tertawa. "Kita harus melakukan sesuatu dengan penuh cinta, efeknya membuat kita semangat dan tidak merasa lelah." jawab Kris sok menjadi motivator. "Cita-cita kamu jadi apa Kris?" timpal Ian yang ikut penasaran. "Emmmm," Kris mengetuk ketuk dagunya. Ia juga bingung cita-citanya apa. Para laki laki mendekati Kris, penasaran juga dengan bocah yang berperawakan tengil itu. "Dulu sih pengen jadi ustadz, tapi sekarang pengen jadi kang cangkul dulu," jawab Kris kembali mencangkul tanah. Mereka menggelengkan kepalanya melihat keanehan Kris. "Sini biar aku gantiin kalau capek," serobot Iko. Kris menggeleng, ia suka mencangkul. Apalagi mencangkul kepala tetangga yang kayak CCTV. Karena hari jumat, hari bebas. Mereka habiskan untuk saling mengenal satu sama lain. Mereka sangat penasaran dengan kehidupan Kris sebelumnya. Dari ke tiga teman baru Kris, hanya satu yang menurutnya pendiam dan gak banyak tingkah. Namanya Ali, bagus sekali. "Li!" panggil Kris. Ali tidak menjawab, remaja itu fokus dengan bukunya. "Li Ali," panggil Kris lagi. Ali menoleh, menaikkan alisnya seolah bertanya 'Ada apa?. "Sok ganteng banget ekspresi lo." Kris mendelik kesal. Membuar Iko dan Ian tertawa. "Jangan bicara sama Ali, hanya buang buang abab." kelakar Ian yang disambut tawa dari Iko. Ali Musryid Rizky Al Azizi. Santri paling tersohor di pesantren Al-Hikmah. Pintar, aktif dalam diksusi dan pembawaannya yang membuat orang lain pikir-pikir bila menatapnya. Tatapan Ali sangat tajam mengintimidasi. Ali juga sosok yang banyak dikagumi para santriwati. Tapi sedikitpun, Ali tidak tertarik. Ali fokus pada belajarnya. Lagian dia masih SMA untuk mengenal cinta dan patah hati. "Kenapa jadi ngomongin aku? Udah mau sholat jumat, ayo siap-siap!"ajak Ali yang diangguki mereka. Sholat jumat mah, Kris bisa. Secara dia selalu rutin ikut Ayahnya jumatan. "Ini pesantren apaan? Kamar mandinya berapa sih? Kok antrinya kayak antri sembako?" cecar Kris melihat antrean di kamar mandi yang berjejer kayak kereta. Iko tertawa, maklum anak baru. "Memang begini setiap mau mandi, Kris. Harus antri," jawab Ian terkekeh. "Ntar gue bilangin kakek gue, buat bangun kamar mandi lagi. Biar gak antre kayak gini." ucap Kris. Mereka yang mendengar hanya geleng-geleng kepala. Mereka tau kalau Kris cucu dari Abah Farhan. Pengasuh pondok mereka. "Apasih faedahnya gini," gerutu Kris sambil berjongkok. "Baru antre gini aja ngeluh. Gimana nanti antre dihisap pas di akhirat." celetuk Ali. "Busyet jangan bawa-bawa Akhirat. Ngeri cuy," jawab Kris. Setelah acara Kris mencak-mencak di depan kamar mandi, akhirnya dia bisa mandi dengan tenang. Menunggu setengah jam masih membuat Kris sabar. Tapi tidak satu jam. Di menit ke enampuluh, Kris sudah menunjukkan ajian jaran goyangnya untuk mencak-mencak tidak jelas. Ia kebelet pipis dan disuruh nahan. Bagaimana bisa? Kris lebih memilih tinggal di kebun, kalau pipis tinggal mepet pohon pisang. Setelah mandi, Kris, Iko, Ian dan Ali bergegas ke masjid untuk Sholat Jumat. Mereka mengikuti imam dengan khusyu. Setelah Sholat mereka mendengarkan Khotbah. "Wih, ntar gue jadi gituan ah. Biar bisa Khotbah. Cocok gak, Li?" tanya Kris menjawil Ali. Ali hanya berdehem. "Li, isi khotbahnya bagus ya." celetuk Kris lagi. Dan lagi lagi Ali hanya berdehem. "Li, lo ada saran gak. Kalau misal nanti gue khotbah, tema nya apaan ya?" tanya Kris seolah bingung. Ali yang terus dipancing pancing akhirnya kesal juga. "Bisa diam gak. Aku tungkak mulut kamu!" ketus Ali. Kris terkikik geli. Akhirnya ia berhasil mengusik si Ali yang persis patung. "Lo ngingetin gue sama sahabat gue, namanya Niko. Ntar gue kenalin deh." "Gak tertarik.". "Lo kayaknya cocok sama adek gue. Adek gue cantik, gue doain lo jodoh adik gue." Ali memilih berdiri. Meninggalkan Khotbah yang masih belum selesai. Kupingnya panas mendengar ocehan setan berwujud manusia. Kris menahan tawanya melihat kepergian Ali. Melihat Ali pertama kali membuat Kris langsung tertarik dengan temannya itu. Bukan tertarik maksud yang sesungguhnya. Hanya saja Kris merasa, Ali seperti kakaknya, Keenan, dan sahabatnya, Niko. Mereka bertiga sama. "Cieee yang ditinggalin pangeran!" ledek Fitri yang langsung disoraki teman sekelasnya. "Gak ada Hero nya, Fit!" sindir Selina menimpali. Khanza acuh. Ia melanjutkan membaca novel animasinya. "Gak ada yang usap usap rambutnya lagi. Utututu!!" "Hahahahah!!" Khanza ingin menyumpal mulut mereka dengan batu. Udah punya tampang pas pasan, mulut lemes lagi. Gak ada gunanya banget idup. "Woy emak emak lambe turah. Gue jejalin sempak mulut lo baru nyaho!" teriak Gail yang membuat mereka makih menyoraki Khanza. "Kris, aku rindu!" bisik Khanza memandang hpnya yang ber wallpaper foto Kris.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD