Promise

1801 Words
Mika menyeret Kris untuk masuk ke mobilnya. Ia nekat menyusul Kris saat dia curiga Kris ijin untuk belajar kelompok. Dan benar, Kris sedang mabuk parah. Hanya nama Khanza yang terucap di bibir Kris. Dengan geram, Mika menyiram Kris dengan air minum yang dia bawa. Menyadarkan putranya dari kegilaan yang dilakukan. Mika membantu Kris memasuki rumahnya. Regan menatap istrinya tajam. Tadi dia sudah mencegah istrinya pergi, tapi sayangnya Regan kecolongan. Dan apa-apaan ini? Pasti Mika mempermalukan teman-teman Kris yang lain. Kenakalan anak, tidak sepatutnya orang tua menyalahkan teman anaknya. Yang wajib dinasehati adalah anaknya sendiri. Jangan mengkambing hitamkan anak orang lain. "Bun, Kris tidak mabuk." ucap Kris yang terkapar di sofa. "Sudah bunda bilang kan. Jangan temenan dengan anak-anak yang nakal. Begini jadinya!" ujar Mika menatap putranya marah. "Tadi juga apa? Kamu sama Khanza ngapain aja? Didikan Fandy itu-" "Bun, jangan salahkan orang lain!" sela Regan dengan cepat. "Fokus saja sama Kris. Kris emang nakal karena turunan aku, bapaknya. Jangan bawa bawa anak orang lain kalau anak kita saja nakalnya minta ampun." cecar Regan. Mika menatap tajam suaminya. Memilih pergi dengan kekesalan yang menumpuk di dadanya. "Kris!" panggil Regan. "Ayah kalau mau ngomel nanti aja, kepalaku pusing." jawab Kris. Regan menyerahkan sebotol air untuk Kris minum. Kris menegagnya sampai habis. Beberapa menit kemudian dia jatuh tertidur. "Untung bapakmu kuat," dumel Regan menggotong tubuh putranya untuk dia baringkan di kamar. Khanza menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya erat. Kata-kata Mika sangat melukai dirinya. Dia tidak tau apa-apa, kenapa dia disalahkan? Fandy megusap rambut Khanza pelan. "Jangan dengerin kata bundanya, Kris!" ujar Fandy lembut. Sebagai ayah, tentu dia tidak tega melihat anaknya yang polos malah disalah-salahkan. "Tadi di sekolah Kris marah-marah sama aku, yah. Hikss... Dia juga akan pergi jauh.. Hikss!" tangis Khanza pecah, ia tidak bisa terus-terusan merasakan kegundahan hatinya. Ia takut Kris pergi, ia memang sudah sangat bergantung dengan pria itu. Hanya Kris yang selalu membelanya kalau dia dibully. "Apa karena bunda Mika benci sama Khanza. Sampai Kris mau pergi, hikss hikss." "Udah malam, ayo tidur. Besok kamu minta penjelasan sama Kris."ujar Fandy. Khanza masih sesenggukan. ___________ Ada yang berbeda dari sarapan pagi hari ini. Suasana ruang makan yang selalu hangat, kini sangat tegang. Tatapan tak bersahabat Mika layangkan pada putra keduanya. Kris? Jangan ditanya, kalau dia mah bodo amat. Kris sangat kesal dengan bundanya yang main menyalahkan Khanza. Kris yang sudah memanggil Khanza. Dan itupun mereka tidak melakukan hal yang berlebihan. "Hari ini kamu terakhir sekolah, besok pagi bunda antar ke pesantren." ujar Mika dengan tegas. Prang! Kris membanting sendoknya diatas piring. Menatap sengit kearah bundanya. Ini terlalu cepat untuk dia pergi meninggalkan Khanza. Dia dan Khanza belum sepenuhnya balikan. Dan ini, sudah disuruh ke pesantren. Kris tidak mau meninggalkan kesan buruk pada LDR mereka nantinya. "Kris, jaga tatapanmu, itu!" tegur Regan. "Dari kecil bunda mengaturku ini dan itu, aku turutin. Bunda nyuruh aku belajar biar pinter, mempertahankan peringkat juga aku ijabanin. Tapi kali ini aku tidak mau. Kalau bunda kekeuh ke pesantren, kenapa tidak berangkat sendiri?" cecar Kris sambil berdiri. Bersiap untuk ke sekolah. "Sekarang sudah berani bantah orang tua?" bentak Mika yang tidak terima. Percayalah, seorang ibu hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. "Terserah apa kata bunda! Kris tidak peduli. Dan bila bunda berani mengusik Khanza, Kris gak akan tinggal diam." "Ini bukan drama, Kris. Dimana kamu bisa ancam bunda seenak maumu." Sangkal Mika. Kris tidak menanggapi, ia berlalu untuk menuju garasi. Mengambil motor ayahnya. Motornya masih tertinggal di club tadi malam. Kris mengendarai motor seperti biasa, ugal-ugalan. "Woy Kris. Tumben lo pake motor KLX. Bisa makin terkintil kintil tuh cewek lo." ujar Niko yang melihat Kris memarkirkan KLX yang digunakan. "Cewek gue itu bukan jambret. Yang pacaran mandang motor," kelakar Kris. "Yang kemarin gimana, Kris? Lo gak dimarahin kan?" tanya Gail yang ikut nimbrung. "Gausah dibahas, gak penting." jawab Kris mengacak acak rambutnya. Ia juga mengeluarkan seragamnya, persis seperti urakan. "Masih pagi, jangan buat ulah!" peringat Niko merangkul bahu Kris untuk berjalan menuju kelas. "Gue lihat pacar lo tadi lewat. Dia cemberut banget," kata Gail sambil mengunyah permen karetnya. "Tadi malam lupa, gak gue kasih jatah." jawab Kris santai yang langsung dapat tonyoran di keningnya. Teman vangke, hobi menganiyaya. "Woyyy pacar! Makan sendiri pacarnya gak dikasih!" teriak Kris menggebrak meja Khanza. Khanza yang tengah memakan sarapannya pun langsung tersedak. "Minum dulu, Za!" titah Andra menyodorkan botol minum. Khanza menerimanya. Belum sempat ia membuka tutup botolnya. Kris sudah menyaut dan membanting botol itu keluar keras. "Kris!!" teriak Khanza tidak terima. "Gausah teriak. Nih minum punya ku!" ucap Kris mengambil botol minum yang tersimpan di tasnya. "Apa bedanya dengan punya Andra? Sama sama air minum. Trus kenapa itu tadi dibuang?" cerocos Khanza. Di tempat duduknya Andra juga sangat ingin melempar papan tulis ke muka sok kegantengan Kris. "Beda lah, minuman Andra mengandung virus PHO. Kalau minuman aku, mengandung cinta yang berlebih." jawab Kris dengan bangganya. "Najis." "Jijay." Kris menabok satu persatu temannya yang mengatainya. Dan terjadilah perhelatan antara Kris, Niko dan Gail. Mereka saling melemper kata-kata untuk mengejek satu sama lain. Khanza memandang sorot mata Kris. Ada yang berbeda dari pacarnya itu. Kris seakan menutup kesedihannya dengan tawa. "Kris!" panggil Khanza. Kris menoleh. Menaikkan dagunya seolah bertanya 'ada apa?. "Duduk sini! Sarapan bareng!"ajak Khanza menepuk kursi sampingnya. Tanpa berlama-lama. Kris langsung duduk. Menggeser kotak bekal berwarna hijau milik Khanza. Ada telur ceplok kesukaannya. "Suapin, Za!" Khanza menuruti perintah pacarnya. Menyuapi Kris yang makan dengan sangat lahap. "Kamus sedih ya, Kris?" tanya Khanza hati-hati. "Kenapa?" Kris balik bertanya. "Jangan menyembunyikan apapun, Kris. Aku gak suka," ujar Khanza memalingkan wajahnya. "Aku sedih kalau kamu sedih. Kamu kenapa tadi cemberut, hem?" tanya Kris lembut sambil mengusap pipi Khanza. Khanza menunduk. Tidak berani bilang kalau kesedihan ada pada ucapan bunda Kris tadi malam. "Kamu pasti lagi mikirin omongan bunda ku kan?" tanya Kris yang tepat sasaran. Khanza mengangguk. "Jangan dipikirin. Bunda lagi capek. Makanya apapun yang bunda lihat, terasa salah. Aku minta maaf atas nama bunda, ya." ujar Kris menenangkan Khanza. Khanza mengangguk walau ia masih terus memikirkan omongan Mika. "Jangan sedih lagi, katanya Princes? Princes kok cemberut." "Princes juga bisa sedih, Kris. Saat ditinggal pangerannya dia sedih." jawab Khanza mengacak gemas rambut Kris yang sudah acak-acakan. "Pacaran terooos sampe sukses!" sindir Fitri menatap sinis dua K itu. "Syirik bilang, Fit!" ujar Kris menantang. Kris paling eneg melihat muka Fitri yang sok kecantikan. Anggota osis yang sangat semena-mena. Pinter juga enggak, gayanya sok berkuasa. Semoga Tuhan menganugrahi otak untuk Fitri walau kecil. "Ini kelas. Lihat situasi kalau pacaran!" saut Fitri yang tak mau kalah. "Jomblo diem!" jawab Kris dengan santai. Menanggapi mak lampir tidak perlu pakai urat. "Lo kayak gak pernah pacaran aja. Punya pacar sekali aja. Langsung mojok dimana mana," ketus Fitri yang masih enggan berhenti berdebat. "Lo kayak janda kurang belaian aja. Nyerocos mulu kayak pesan siaran!" Khanza hanya mendengar perdebatan Fitri dan pacarnya. Kata-kata yang digunakan Fitri persis seperti penerornya. Apa jangan-jangan itu Fitri. Tapi Khanza tidak mau berasumsi buruk. Ingin mengatakan pada Kris. Tapi takut Kris akan berbuat nekat. Marahnya orang sabar sangat menakutkan. "Za, nanti jam tujuh malam aku jemput di rumah." bisik Kris saat bu guru sudah datang. Khanza tidak menanggapi. Takut kalau ia ramai nanti disuruh keluar kelas. ______________ Kris ganteng: Za, nanti jam tujuh jangan lupa. Pakai pakaian hangat ya. Khanzaenal: Kita mau kemana sih, Kris? Kris ganteng: Kejutan untuk pacar ku yang paling cantik Kris meletakkan hp nya. Hari ini ia akan membuat kejutan yang istimewa untuk Khanza sebelum pergi. Saat ini bundanya boleh memangkas kebahagiaan Kris. Tapi nanti, saat pulang di pesantren. Jangan harap bundanya bisa merecokinya lagi. Tepat pukul tujuh, Kris sampai di rumah Khanza. Khanza sudah menunggu di teras dengan menggunakan jaket tebal. "Ayo, Za. Naik!" ajak Kris yang langsung dilaksanakan Khanza. "Pegangan yang erat, Za. Aku mau ngebut." "Jangan ngebut-ngebut. Aku takut." "Cepet pengangan!" ucap Kris yang mulai tak sabar. Ia menarik tangan Khanza untuk melingkari pinggangnya dengan sempurna. Kris mulai menjalankan motonya. Membelah jalanan yang sedikit padat. "Senderkan kepalamu di pundakku, Za!" titah Kris. Khanza menurutinya. Ia menyenderkan kepalanya di pundak Kris. Dalam perjalan, Khanza tak berhenti tersenyum. Apalagi saat lampu merah, tangan Kris mengusap usap lututnya. Ia ingin begini saja. Bahagia yang sederhana. Kris mengajaknya ke bogor, Khanza menebak pasti akan ke puncak. Hawa dingin yang mulai menyeruak membuar Khanza makin mengeratkan pelukannya. Tak ada yang tau, dibalilk helm fullface yang dikenakan, Kris. Ada air mata yang jatuh menghiasi pipinya. Kris menangis dalam diam. Entah perasaannya atau sekedar firasat. Kris takut akan ada hal besar yang terjadi. Kris menyayangi Khanza dari kecil, dan lambat laun perasaan cinta itu muncul. Cinta dalam artian yang sebenarnya. Bukan cinta yang kaleng-kaleng. Kris memacu motornya lebih cepat, jalanan yang menanjak tak membuat remaja itu gentar. Karena mereka memasuki daerah pelosok, disana tidak ada lampu penerang jalan. Hanya bermodalkan lampu dim motor. Mereka sampai di puncak perkebunan kopi. Ada sebuah gubug kecil yang sekelilingnya banyak lampu lampu hias. Memang itu daerah wisata yang akan ramai pada malam tahun baru. Kris menuntun Khanza untuk duduk disana. "Kris, ini gelap!" cicit Khanza yang masih merasa gelap walau ada lampu-lampu kecil. Kris menarik kepala Khanza untuk bersandar di pundaknya. "Begini dulu, Za. Aku ingin malam ini kita menghabiskan moment bersama." ujar Kris tersenyum miris. "Ada apa dengan senyum mu, Kris?" jangan membuatku takut!"ucap Khanza yang melihat senyum Kris tampak lebih sendu. Kris bangkit dari duduknya. Mengajak Khanza untuk berdiri." Aku mencintaimu, Za. Bukan cinta seorang sahabat pada sahabatnya. Tapi cinta seorang pria pada wanita. Walau kita sama-sama masih remaja. Tapi cintaku memang benar adanya." ujar Kris menatap tepat manik mata Khanza. Khanza meremang mendengar penuturan Kris. Kris yang jail, slegean dan menyebalkan bisa berubah jadi Kris yang romantis. Kris mengambil tangan kanan Khanza. Menyematkan gelang tali bertuliskan namanya di pergelangan Khanza. "Kris untuk Khanza. Kamu tidak sendiri, Za. Aku ada pada dirimu. Besok aku akan pergi jauh. Tapi ingat, hanya ragaku yang jauh. Cintaku masih ada didekatmu!" jelas Kris membawa tangan Khanza di dadanya. "Aku juga memakai gelang yang sama, Khanza untuk Kris." Kris memamerkan gelang tangan yang sudah dia pakai. Khanza terisak. Benar kan kalau Kris akan meninggalkannya. "Kamu membawaku kesini, melambungkan harapan ku tinggi-tingga. Namun pada akhirnya aku kamu jatuhkan lagi?" tanya Khanza menahan isakannya. Nyatanya hanya suara isakan yang bisa ia tahan. Tidak dengan air matanya yang mengucur deras. "Setelah apa yang kamu lakukan. Kamu akan meninggalkanku?" tanya Khanza pedih. "Aku tidak meninggalkamu. Karena pergiku untuk kembali. Dan bernjilah. Kamu akan sedia menjadi tempatku untuk pulang!" Pinta Kris. Khanza memeluk tubuh Kris erat. Tangisnya pecah. Ia tidak rela Kris pergi. Saat ini hatinya sangat sakit dan hancur. Kenapa Kris membawanya ke tempat yang indah bila pada akhirnya membahas perpisahan. "Aku akan ke pesantren, Za. Tiga tahun aku akan mejemputmu. Dan memperjuangkanmu lagi. Setialah padaku!" "Iya Kris. Aku akan setia. Aku akan menunggumu untuk kita sama-sama lagi." jawab Khanza mengeratkan pelukan mereka. Biarlah heningnya malam, bulan dan bintang jadi saksi. Atas janji kesetian dua remaja yang tengah dirundung asmara dalam kegelisahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD