Day (1)

1135 Words
“Halo salam kenal nama gue Aneira, biasa dipanggil Ane” Aneira memperkenalkan dirinya kepada teman teman barunya di depan kelas setelah mendapatkan izin dari wali kelasnya. “Hai Aneira, Gue Barra salam kenal ya” sebuah balasan di lontarkan oleh seorang siswa laki laki yang duduk di barisan belakang. Ucapan siswa bernama Barra itu mendapat ejekan dari teman temannya lain “Mulai dah modusnya, jangan mau Ane, kadal dia” ujar siswa sebelahnya yang langsung mendapat pukulan dari Barra. Barra tak mau kalah ia tak terima dirinya dikatai sebagai kadal “Gila lu, ganteng gini lu bilang kadal najiss” Percakapan dua makhluk ini terinsterupsi oleh Bu Guru yang sudah lelah melihat tingkah dua makhuk ini “Barra Fardi silahkan belajar untuk tidak mengeluarkan suara ya, silahkan Aneira ada lagi?” “Salam kenal juga Barra, semoga kita bisa berteman” ujar Aneira yang mendapat balasan langsung dari Barra “Sekarang berteman dulu besok baru jadian ya nggak Ne?” setelah mengatakan itu Barra langsung mendapat tatapan marah dari Bu Guru “Aneira, di kelas ini hanya ada satu kursi kosong dan itu disamping diandra jadi kamu duduk disamping Diandra ya” ujar Bu guru sambil menunjukkan kursi kosong di samping Diandra. “Baik Bu, terimakasih” lalu Aneira berjalan menuju kursi kosong yang akan menjadi tempat duduknya dengan senyuman yang dari luar seperti terlihat biasa saja tapi sekali lagi Aneira memang pintar menyembunyikan arti senyumannya itu. Takdir memang berpihak padaku. *** “Akhirnya istirahat juga yey!” ucap Diandra setelah terdengar bunyi bel yang sejak tadi telah ditunggu tunggunya. Diandra menghadapkan sepenuhnya badannya ke arah Aneira, Aneira mau tak mau juga mengalihkan pandangannya kepada Diandra. “Halo Aneira, gue Diandra Sabina. Tadi gue mau nyapa lo tapi nggak berani ada ibu Selly” ujar Diandra Pantas saja sejak tadi Diandra tidak menyapa Aneira, Aneira kira Diandra tipe yang susah di dekati ternyata karena alasan itu. “Hah iya nggak apa apa, gue Ane semoga kita bisa berteman baik ya” senyuman Aneira tak bisa ia tahan karena dirinya sangat senang ternyata takdir memang sedang berbaik dengannya semuanya terasa mudah. “Ya udah, kita kantin yuk Ne lapar” Diandra menarik tangan Aneira untuk mengajaknya ke kantin. “Ayo!” *** Aneira dan Diandra sampai di kantin mereka memilih untuk makan makanan yang telah di sediakan sekolah. “Ne, disana kosong skuy” ajak DIandra melihat kursi kosong di sudt kantin. Seperti kantin di sekolah manapun pasti selalu ramai pada jam istirahat tak berbeda dengan kantin CAIS ini tapi memang dalam segi fasilitas dan kebersihan kantin CAIS memang di atas rata rata. Bahkan Aneira tak menyangka ada kantin sekolah yang sebagus ini. Sebelum mengikuti Diandra, Aneira menyempatkan diri untuk mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Untuk melihat sosok itu, objek kehidupannya. Tapi, Nihil. Aneira tak melihat sosok itu “Gue kasih waktu buat lo untuk nikmati dulu hidup lo yang berharga ya “ ucap Aneira dalam hati. “Aneira, buruan” teriak Diandra melihat Aneira tak juga bergerak dari tempat semula. “Iya bentar” Aneira segera mengikuti Diandra menuju tempat kosong Sampai di kursi itu mereka langsung menikmati makanan mereka “Gimana Ne enak?” tanya Diandra “Enak, jarang loh gue nemuin makanan kantin seenak ini” ucap Aneira jujur karena ia tak pernah merasakan makanan kantin yang seenak ini bagaikan rasa makanan restoran bahkan jauh lebih enak. “Haha, gue setuju sama lo bahkan makanan ini jauh lebih enak dari makanan yang ada di luar sana maka dari itu gue selalu menunggu nunggu jam istirahat untuk sekedar menikmati makanan ini, lo mau tau nggak rahasianya?” Diandra berucap sedikit misterius membuat Aneira ikut penasaran dengan apa yang membuat makanan ini begitu enak. “Gue juga nggak tahu HAHAHA” Aneira seharusnya tahu bahwa ia sedang di permainkan oleh teman barunya ini “Diandra ih” “Karena ada cinta dan kasih sayang dalam setiap racikan bumbu” tiba tiba sebuah suara yang cukup ia kenal datang dari arah belakangnya membuat Aneira dan Diandra mau tak mau melihat sosok yang berbicara seperti itu. “BARRA” ujar Aneira dan Diandra kompak Barra hanya tersenyum cengengesan Diandra yang tak terima dengan kehadiran Barra yang tiba tiba masuk ke dalam percakapan mereka “Najis lo Bar” “Apaan deh lo gue ngomong sama Ane bukan sama lo” Barra juga tak terima dirinya diperlakukan seperti itu oleh Diandra. “Ane, jangan di dengerin lanjut aja makan anggap aja batu” Diandra tak mau kalah dari Barra “Gue manusia, sini lu rasain bau nafas gue” Barra bangkit dari tempat duduknya menuju tempat duduk Diandra yang berada di seberangku. “Idih apaan sih lo, najis banget” Diandra dengan cepat berdiri dari tempat duduknya seperti tahu apa yang akan dilakukan Barra kepadanya. “Lah gue cuman mau buktiin ke lo kalau gue bukan batu” Barra semakin menggoda Diandra yang sudah mundur beberapa langkah “Nggak perlu gue nggak perlu bukti, iya iya lo manusia lo bukan batu, sekarang jauh jauh dari gue kalau nggak gue tendang harta berharga lo” Ancaman Diandra membuat Barra takut sebab jaraknya dan Diandra adalah jarak yang pas untuk Diandra bisa melakukan apa saja kepada harta berharganya apalagi kaki Diandra yang panjang. “Nggak Di, gue ngejauh ni” Barra beranjak pergi dari posisi nya tadi menuju kursinya untuk melanjutkan kegiatan makanan yang tertunda. Dan Diandra juga kembali ke tempat duduknya untuk menyantap makanannya yang masih bersisa setengah. Tampak dengan jelas bahwa Diandra sedang menahan amarahnya terlihat dari wajahnya yang memerah dan nafasnya yang memburu. “Tenang Di, Barra cuman bercanda” ucap Aneira menenangkan “Bercanda dia nggak lucu Ne, ih gue jadi nggak nafsu makan” setelah mengatakan hal itu Diandra dengan cepat melahap sesuap besar nasi kedalam mulutnya. Aneira hanya menahan tawanya “Katanya nggak nafsu makan” “Diam Ne” Membuat mau tak mau Aneira diam tak mau menganggu Diandra lagi tapi tetap saja ia merasa lucu dengan tingkah Diandra, terlintas ide jahil dari seorang Aneira “Di, kayanya Barra suka deh sama lo” ucapan Aneira langsung mendapat tatapan tajam dari Diandra “Aneira, lo mau gue potong kek sosis ini” Diandra langsung memotong motong sosisnya dengan kasar dan brutal membuat Aneira meneguk salivanya bulat bulat. “Ah sepertinya gue salah ngomong” cicitnya pelan dan melanjutkan kegiatan makannya tanpa berbicara apapun kepada Diandra takut membangkitkan emosinya lagi. Beberapa menit mereka hanya makan dalam diam, tapi sebuah uluran tangan lengkap dengan sosis yang ada di atas sendok terulur ke piring Aneira. Aneira yang terkejut melihat siapa pemilik uluran tangan itu ternyata Diandra. “Buat lo Ne, teman baru gue maaf ya” lalu Diandra meletakkan sosisnya di piring Aneira. “Diandra, makasih ya” Mereka berdua saling tersenyum satu sama lain, kali ini arti dari senyuman mereka berdua sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD