Perkenalan

2364 Words
Mereka mengikuti panitia acara untuk kebelakang panggung, sebenarnya panitia sedikit heran dengan tingkah Reyno, karena bukan apa-apa seharusnya wanita itu bukanlah wanita yang ada di meja tujuh belas, tapi di meja nomor delapan, dan wanita itu juga tak menolak, mungkin mereka salah mengerti saja. Namun semuanya diabaikan karena mereka berdua saat ini jelas terlihat sangat bahagia dengan raut wajah yang sama-sama sumringah. "Thanks." Ucap Reyno pada wanita yang baru saja dia kenal itu. "You are welcome, Kid!" Jawab Alena santai dan membuat Reyno mengerenyitkan dahinya. Wanita ini menyebutnya Kid? Apa tidak salah? Apa dia ini nenek-nenek yang menjelma menjadi wanita muda yang seksi? Jujur saja, wanita ini memang terlihat masih sangat imut dengan badannya yang sedikit mungil bisa dikatakan mungkin tingginya tak lebih dari seratus enam puluh sentimeter saja, kulit yang terlihat putih bersih, wajah yang segar dan juga aroma white musk merasuki indera penciumannya, lumayan menarik! Pikiran Reyno bahwa dia ini adalah wanita yang mungkin baru saja ditinggal oleh kekasihnya. Terserah saja yang penting wanita ini tak membuatnya malu, walau hatinya saat ini terasa sangat sakit bagai diiris sembilu setelah Nikata meninggalkannya. Baginya walaupun dia tak sempat bertanya malam ini apakah dia mau menjadi istrinya, tapu menurutnya hal itu bagaikan pukulan telak yang memaksanya untuk mundur! Cukup karena dia tak bisa untuk terus bertahan dengan status yang tak bisa diungkapkan. Apakah dia salah kalau menganggap dirinya sudah putus? Lalu bertemu dengan orang asing yang juga sedang patah hati. Apa ini semacam random takdir yang sedikit menyenangkan? Reyno tersenyum simpul melihat wanita ini yang terlihat sangat santai sekali berjalan didepannya, mereka berjalan mengikuti pengatur acara ke dalam sebuah ruangan. Mereka memasuki tempat ini, di dalam sebuah ruangan yang lumayan besar. Mereka duduk bersebelahan, agar tampak lebih alami Reyno mendekatkan dirinya pada wanita itu dan tak ada respon yang mencurigakan diberikan oleh wanita itu. "Atas apresiasi kami dengan kalian, kami sudah membuatkan acara untuk pernikahan kalian dan menyiapkan semuanya dengan sangat sempurna." Ucap laki-laki yang duduk berhadapan dengan mereka berdua. "Apa?!" Wajah Alena terlihat sangat terkejut lalu melihat ke arah Reyno, laki-laki yang tiba-tiba mengajaknya menikah. "Uhm ... begini Pak," Reyno seakan mengerti ucapan Alena, "apa lebih baik acara ini kami adakan sendiri, karena awalnya Saya memang berencana seperti itu, tapi sepertinya hal ini agak kurang ..." "Ah ... ini sudah ada dalam kesepakatan kita dan tak bisa untuk ditarik. Jika tidak pinalti yang kita sepakati adalah seratus kali dari nilai kesepakatan kita Pak." Dia tersenyum. Benar ... Reyno jelas baru ingat kalau dia memang sangat percaya diri saat itu dan dia dengan kesadaran penuh menentukan sendiri nominalnya. "Ah itu ... sebenarnya kami ..." "Saya hanya mengingatkan saja Pak, ini tak akan terjadi kalau Bapak tak membuat kesepakatan awal dengan kami dan juga calon mempelai wanita jelas sudah menyetujuinya." Laki-laki ini memperlihatkan tanda tangan Alena disana. "Tapi aku ini bukan calon istrinya." Alena berkata tegas akhirnya. "Maaf tapi itu bukan urusan kami, yang menjadi hal penting pada perjanjian ini adalah anda juga sudah menyetujuinya." Ucap laki-laki itu lagi. "Tombol start sudah ditekan dan anda sedikit sulit untuk mundur kecuali jika kalian mau membayar pinaltinya." Ucap laki-laki itu dengan mantap. "Tapi ini bisa jadi pemerasan." Alena berkata dengan nada tak suka. "Tentu saja bukan karena ini sudah disetujui kedua belah pihak." "Tapi itu hanya kau dan laki-laki ini saja, kan?" Alena melihat Reyno yang sepertinya tampak sedang berpikir itu. "Okay. Tentukan tanggal yang terbaik dan persiapkan sebaik mungkin, tidak ada kesalahan dan bisa membuat Saya merasa puas." Ucapan Reyno seperti kelutusan final dan membuat Alena terbelalak tak percaya. "Kau ... apa kau sudah gila?!" Alena tak percaya apa yang barusan saja dikatakan oleh Reyno. "Jelas kami akan mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin." Laki-laki itu tersenyum puas. Reyno lalu dengan cepat menarik tangan Alena mengajaknya keluar dari tempat itu sebelum wanita ini kembali berisik dengan ucapannya. *** "Lepas!" Teriak Alena saat mereka sudah tiba di lobi bawah. Reyno masih erat mencengkram pergelangam tangan Alena. "Lepas! Ini sakit!" Teriaknya lagi sambil tertatih menyusul langkah kaki Reyno yang lebih lebar ini. Reyno membawa Alena seperti sedang menarik mangsa saja. Dia mungkin sedikit tidak sadar bahwa wanita ini meringis karena cengkramannya yang kuat. Tiba didepan mobilnya Reyno memaksan Alena masuk ke dalamnya. "Masuk." Perintah Reyno dengan suara dingin. Alena jelas menolak, siapa tahu laki-laki ini adalah seorang psikopat yang akan membunuhnya di jalan dan mengolekso organ tubuhnya atau ... ah ... pokoknya Alena sudha berpikir banyak kemungkinan terburuk dalam otaknya. "Nggak! Kau psikopat!" Ucap Alena terdengar sangat jelas ditelinga Reyno. "Masuk!" Bentaknya pada Alena. "Bukan begini memperlakukan wanita! Apa kalian laki-laki itu semuanya superior?! Selalu ingin dimenangkan? Apa kalian tak bisa memperlakukan dengan lembut?! Kau pikir aku ini siapa! Aku bukan calon istrimu! Kau jangan bermimpi menjadi suamiku! Karena aku jijik dengan kata-kata suami!" Kata-kata Alena ini seketika menyadarkan Reyno. Dia langsung melepaskan tangan Alena, lalu tatapannya kosong, terlihat sangat hampa dan saat itu juga Alena memerhatikan sosok yang ada dihadapannya ini, benar-benar terluka. Dia memang tak bisa memperlihatkan kesedihan itu, tapi entah kenapa Alena begitu ingin melindunginya. "Kau ... apa kau benar-benar merasakan kesakitan?" Alena lalu memeluk tubuh laki-laki ini, entah kemana pikirannya yang mengatakan kalau laki-laki ini adalah seorang psikopat yang akan membunuhnya. Dia menepuk pelan punggungnya, laki-laki dalam pelukannya masih diam, tak memberikan respon apapun, sampai akhirnya dia kemudian memeluk Alena dengan keras, lalu badannya bergetar, dia ... menangis! Pertama kalinya Alena mendapati sosok laki-laki menangis dalam dekapannya. Bahkan mantan suaminya saja yang sudah sebelas tahun bersama tak pernah dia melihatnya menangis, -pun pada saat Ibunya meninggal dunia. Laki-laki ini terlihat sangat terluka dan juga merasakan kekecewaan yang mendalam. Pertama kalinya Alena mendapati sosok laki-laki menangis dalam dekapannya. Bahkan mantan suaminya saja yang sudah sebelas tahun bersama tak pernah dia melihatnya menangis, -pun pada saat Ibunya meninggal dunia. Laki-laki ini terlihat sangat terluka dan juga merasakan kekecewaan yang mendalam. "Maafkan aku." Ucapnya masih setengah terisak lalu melepaskan pelukannya dan menatap wanita yang kini berdiri dihadapannya. "Santai saja, kau sepertinya perlu seseorang untuk bercerita." Alena berkata sambil tersenyum. "Namaku Reyno." Ucapnya pada Alena. "Alena. Kau sudah baca tadi." Alena berkata santai. "Maaf Alena membuatmu terlibat dalam masalah ini." Dia berkata sambil menghembuskan nafasnya dengan berat. "Naiklah." Ucap Alena pada Reyno lalu mengambil kontak mobil Reyno. Reyno nampak bingung saat kemudian Alena sudah berjalan ke arah kursi kemudi. "Kau tunggu apalagi? Cepat naik!" Ucapnya pada Reyno yang masih bingung dengan apa yang dilakukan oleh Alena. Reyno tak banyak tanya, dia akhirnya mengikuti instruksi Alena duduk disamping kemudi lalu Alena menekan tombol starternya dan mobil Reyno dibawa oleh Alena ke suatu tempat. *** “Turun!” Kali ini giliran Alena yang dengan semena-mena memerintah Reyno. Reyno mengerenyitkan dahinya, dimana-mana kalau kita lagi mengalami hal seperti ini, jelas kita akan dibawa kesuatu tempat yang bisa membuat hati menjadi plong, tapi tidak dengan saat ini! Reyno merasa merinding karena mereka ada ditengah pemakaman. “Gak salah?” Dia bertanya pada Alena, dia lalu berpikir siapa tau wanita ini adalah seorang penipu atau apalah istilahnya, meninggalkan dia disini lalu dia kabur dengan membawa mobilnya. “Salah dimana?” Alena bertanya dengan nada menantang, “takut?” “Bu … bukan gitu maksudku, tapi biasanya …” “Udah diskusinya nanti aja! Turun!” Perintah Alena pada Reyno. “Kenapa tidak kau saja yang turun lebih dulu.” Reyno takut kalau-kalau Alena akan membawa benda berharganya. “Dasar penakut!” Alena membawa kontak mobil Reyno dan turun dari mobil itu. Ini adalah area pemakaman umum, dimana tempatnya ya memang sedikit menyeramkan, tau sendiri pergi ke daerah pemakaman umum malam seperti ini bisa membuat merinding, apalagi pakaian yang digunakan sangat tidak sesuai. Reyno akhirnya mengikuti Alena dari belakang. “Kau tau Nak, Hidup itu cuma sementara … dan kau bisa lihat ini sekarang, dulu mereka juga banyak menderita, tapi ujung-ujungnya kita semua sama, bakalan mati yang tidak tahu itu kapan waktunya.” Alena berkata pada Reyno lalu menghentikan langkah kakinya dan berbalik sehingga kini Reyno berdiri berhadapan dengannya. “Kau … apa kau bukan seorang kuntilanak?” Reyno berkata spontan, karena mungkin saja dia adalah hantu yang menjelma menjadi wanita cantik lalu wanita cantik itu minta diantar kembali ke rumahnya, ya rumahnya di pemakaman ini. “Kau terlalu banyak menonton Film horror Nak!” Ucapnya sambil tertawa melihat ekspresi Reyno. “Kau seperti orang tua saja.” “Aku memang Ibu dari anak umur sembilan tahun!” Ucapnya santai. “Apa?!” Reyno tak percaya, karena menurutnya wanita ini jelas terlihat sangat muda sekali, bahkan kalau dia berseragam sekolah menengah masih sangat pantas. “Makanya aku tidak bisa terima kalau kau mau menikah denganku, karena kau harus tahu aku ini Ibu dari anak perempuan yang berumur sembilan tahun, dan kau ini … kupikir umurmu bahkan tak lebih dari tiga puluh tahun, apa aku salah menebak?” Alena masih berkata santai padanya. “Kau … Lalu kau adalah istri orang lain?” Jelas Reyno harus berpikir kerasa bagaimana caranya untuk membatalkan acara itu saat ini juga, mana mungkin dia bisa menikah dengan wanita yang dia adalah istri orang lain. “Kalau iya kenapa, kalau tidak, kau mau apa?” Tanyanya Alena dengan senyum “menakutkan”-nya itu. “Ya jelas saja aku tidak mungkin menikah dengan istri orang, kecuali kalau …” Reyno menghentikan ucapannya karena dia benar-benar tak terpikir untuk menikah dengan wanita yang ada dihadapannya ini, dia memang salah langkah, bahkan gengsinya saat itu membuatnya sekarang terlibat masalah besar, yang benar saja! “Kalau?” Alena mendekatkan dirinya melihat Reyno lebih dekat. “Kalau kau bukan istri siapapun.” Sambung Reyno. “Apa kau yakin?” Alena lalu menjauhkan kembali tubuhnya dan menghela nafas. “Aku akan tetap menikahimu walaupun kau sudah memiliki anak kalau kau tak memiliki suami!” Reyno berkata sangat percaya diri, sepertinya wanita ini hanya ribut kecil dengan suaminya. “Aku ini sudah tak memiliki suami lagi dan kau tahu? Suami itu adalah orang yang menjijikkan, dan laki-laki itu bagiku sama saja. Kalian berkata manis didepan wanita yang katanya kalian cinta namun dibelakang kalian bermain cinta dengan wanita lain. Apa itu masuk akal?” Alena seakan mengeluarkan unek-uneknya saat ini. “Maksudnya kau sudah bercerai?” Reyno benar-benar terkejut kali ini, entah sampai kapan dia akan bermain dengan wanita ini. “Tiga bulan yang lalu, karena dia sudah tidur dengan sahabatku sendiri, dan kau tahu apa kau pikir aku ini pantas untuk menjadi seorang istri orang lain setelah tiga bulan berpisah dengan suaminya? Apa itu masuk akal untukmu?” Alena berkata dengan nada suara yang sangat terdengar miris. “Kau … Apa kau benar-benar terluka?” Reyno kali ini mendekati Alena ragu untuk memegang pundaknya, tapi akhirnya dia mendaratkan tangannya ke pundak Alena sekedar untuk memberikan support padanya. “Kau tahu, Nak … perceraian itu sampai kapanpun akan terus menjadi hal yang menakutkan.” Alena lalu menatap tajam Reyno yang saat ini sedang berusaha untuk membantunya mengeluarkan beban berat dipundaknya, dia saat ini ingin menangis, tapi air mata itu tak akan pernah keluar lagi untuk seseorang yang berkhianat padanya. Setelah hari itu, dia selalu bertekad kalau semuanya sudah usai dan semuanya hanya masa lalu, untuk mengenang masa lalu itu, dia memiliki seorang puteri dan anaknya juga tak bisa dia temui karena orang-orang itu membawanya pergi! Kali ini, Reyno memeluk wanita ini, dan saat itu juga Alena merasakan sebuah kehangatan yang masuk kedalam relung hatinya. “Kau … apa kau tak takut dirasuki makhluk halus disini?” Ucap Reyno tiba-tiba setelah beberapa saat memeluk Alena. Alena akhirnya tersadar kalau saat ini dia sedang berada dalam dekapan orang lain. “Ah … Maafkan aku.” Ucapnya lalu mendorong tubuh Reyno untuk menjauh. “Kau memang wanita tua yang aneh, kali ini biar kau yang ikut denganku.” Dia lalu menarik tangan Alena dan membukakan pintu mobil disebelah kemudi. “Masuk, aku akan membawamu kesuatu tempat yang bagus, bukan tempat angker seperti ini.” Alena lalu masuk kedalam mobil lalu dia tersenyum kecut. Reyno masuk kedalam mobil dan menghidupkan kendaraannya, Reyno menghidupkan musik pelan dengan alunan lembut. Alena sepertinya merasa gatal dipunggung dan juga kakinya Reyno melihatnya karena beberapa kali dia menggaruk bagian tubuhnya. “Lagian Kau itu wanita tua yang aneh, ngapain ngajak laki-laki pergi ke kuburan, Bahkan Aku kira kau itu kuntilanak dan sejenisnya yang minta dianterin pulang.” Ucap Reyno pada Alena yang masih sibuk menggaruk kakinya. Alena hanya tersenyum kecut menanggapi Reyno, antara mau menanggapi dan malas menjawab. “Lagian kuburan itu gelap, jelas banyak nyamuknya, Kau saja pakai baju seperti itu, semuanya nyaris terbuka, apa kau pikir bajumu terlalu pendek untuk dipakai ke kuburan? Hati-hati mungkin setelah ini ada yang mengikutimu pulang.” Reyno menakut-nakuti Alena dan wanita itu hanya melihatnya sekilas malas untuk menjawab. Reyno menghentikan mobilnya didepan toserba. “Tunggu sebentar dan jangan keman-mana.” Ucapnya pada Alena dan dia langsung turun dengan cepat. Alena melihat punggung Reyno, baru kali ini dia merasa sangat nyaman dengan orang asing, dan orang asing itu laki-laki pula! Selama ini dia sudah menutup matanya untuk melihat kanan dan kiri tentang laki-laki lain selain daripada Suaminya si Azza Setiawan yang b******k itu! Tak lama menunggu, Reyno datang kembali membawa bungkusan. “Ini olesin biar gak gatel.” Ucapnya pada Alena, dan Alena jujur saja merasa sangat tersentuh. “Terima kasih.” Ucapnya lalu tersenyum, dan ini senyuman pertama yang dilihat oleh Reyno benar-benar berbeda seperti yang sebelumnya, benar-benar terlihat sangat manis! “Dimana rumahmu?” Tanyanya pada Alena. “Aku tak punya rumah.” Alena menjawab singkat sambil mengoleskan obat gatal itu ke tempat yang dia rasa digigit nyamuk. “Tak mungkin gelandangan bisa datang ke tempat itu.” Reyno menjawab asal. “Tempat itu aku pesan lima bulan yang lalu untuk merayakan pernikahan kami yang ke sebelas tahun, dan akhirnya kau tahu sendiri aku bahkan datang kesana dengan status janda!” Dia mengatakan hal itu seakan masalah itu bukan masalah yang besar, Reyno hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. “Lalu kau tinggal dimana?” “Apartemen temanku, Dokter Mayastri, lebih tepatnya gue ini lagi numpang idup.” lagi-lagi ucapan wanita ini membuat Reyno mengerenyitkan kepalanya. “What? Memang kamu gak punya kerja?” “Pengangguran! Kalo kamu ada saran buat kerja dimana boleh aku coba deh, yang penting kerja, yang penting bisa makan.” lagi-lagi jawaban yang diberikan Alena membuat Reyno semakin heran. “Kau …” “Sudah jangan banyak pertanyaan. Katakan pada orang itu tadi, kita tidak bisa menikah, emangnya nikah itu gampang apa?” Alena mendengus kesal saat dia mengucapkan kata-kata pernikahan. Reyno tersenyum lalu dia berusaha untuk melupakan kejadian itu sejenak, baginya saat ini bicara dengan wanita ini sungguh menyenangkan. “Dimana apartemen temanmu itu?” Tanyanya pada Alena. “Ah … sebentar.” Dia lalu mengeluarkan handphone dari clutch-nya dan menekan sesuatu. “Dimana lo?” “Okay, entar gue kesana aja, tunggu ya.” Lalu sambungan dimatikan. “Kalo lo gak keberatan berhubung ini juga udah malem hampir setengah dua belas, lo anterin gue aja ke klinik Asktri, perempatan depan belok kanan, gak jauh kok.” Ucapannya benar-benar meluncur begitu saja. “Okay.” Reyno tersenyum sambil menggelengkan kepala tak habis pikir kalau didunia ini masih ada wanita yang terlihat cukup cuek seperti itu. “Alena, senang bertemu denganmu.” Ucapnya pada Alena saat mereka sudah tiba didepan klinik Asktri. “Sama-sama Eyn.” Kata ini membuat Reyno mengerenyitkan keningnya, rasanya panggilan itu agak janggal. “Ah … sorry gue gak maksud apa-apa cuma sepertinya setelah ini kita tak perlu lagi saling sapa.” Ucapnya. “Baiklah.” Jawab Reyno sambil tersenyum. “Well Bye!” Alena lalu turun dari mobil itu sambil melambaikan tangannya. Adegan ini persis seperti seorang pacar yang mengantar pulang kekasih hatinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD