Pertemuan

2226 Words
Saat ini laki-laki berwajah tampan itu sekali lagi memerhatikan pantulan dirinya di cermin yang menampakkan seluruh tubuh "menawan"-nya itu. Berbalik sedikit, berputar sesekali, lalu mengagumi tubuhnya sendiri dan tampak sangat percaya diri bahwa hari ini dia akan melangsungkan lamaran luar biasa yang dia desain sejak empat bulan yang lalu. "Perfect." Gumamnya sambil memamerkan senyum mematikan miliknya yang membuat para kaum hawa selalu saja tanpa sadar menatapnya tanpa berkedip. Dia percaya bahwa dirinya adalah orang yang penuh daya tarik. Mewarisi wajah tampan dari Ayah dan Ibunya serta kecerdasan yang berasal dari sang Ibu membuatnya benar-benar menjadi salah satu orang yang mampu memberikan nilai tinggi terhadap dirinya. "Nikata ... Kau harus menjadi istriku." Sekali lagi sebelum melangkahkan kaki keluar kamarnya dia berkata di depan cermin sambil tersenyum. Dia mengambil ponsel cerdasnya lalu meletakkan di saku dalam jas yang dia pakai, kemudian mengambil kunci mobil dan keluar dari rumah mewah dengan desain minimalis ini. Langkah kakinya terlihat sangat ringan, wajah dengan hiasan senyum mengembang dan hati yang berbunga-bunga dia masuk ke mobil suv mewahnya untuk menjemput sang kekasih hati, Nikata Azurra. Sebelum jalan, dia memutar lagu dengan tempo sedikit cepat, sesuai dengan suasana hatinya saat ini dan juga turut melafalkan liriknya. Yakin ... dia sangat yakin sekali kalau ini akan sukses besar sesuai dengan harapannya. Diketuknya pintu rumah dengan cat abu itu, terdengar jawaban dari dalam untuk menunggu sebentar. Harapannya bahwa yang menyambutnya adalah wanita cantik yang sudah berdandan rapi siap pergi, tapi sayangnya salah. Dia mendapati asisten rumah tangga, Bu Ratin, wanita paruh baya yang selalu menunggu rumah ini jika sang pemiliknya pergi. "Den Rey ... ditunggu sebentar ya, Non Nika lagi beres-beres barang. Silahkan masuk dulu Den." Ucapnya pada Reyno dan membuat Reyno mengerenyitkan dahinya. "Beres-beres barang? Memang Nika mau kemana Bu?" Tanyanya. "Non Nika besok kan mau ke London." Jawab wanita itu sambil menutup pintu. "Besok ke London?" Wajah terkejutnya membuat Reyno merasa deg-deg an saat ini. Dia langsung berjalan ke kamar Nikata dan memastikan ucapan itu tak salah. "Kau ... mau kemana?" Tanyanya sedikit terkejut, karena terlihat wanita ini tidak seperti dalam pikirannya barusan. "Ah ... Kau sudah datang? Tunggu sebentar ya bentar lagi selesai, baru aku siap-siap." Ucapnya. "Kau mau ke London?" Tanya Reyno terdengar nada sedikit rendah, mungkin dia terdengar kecewa. "Ya ampun ... apa Aku lupa kasih tahu kamu? Besok pagi aku mau ke London karena akan ada pameran lukisan disana." Ucapnya tanpa rasa bersalah. "Tapi kau ingat malam ini, kan?" "Iya Aku inget. Kamu tunggu dulu ya... bentar lagi Aku selesai kok." Wanita ini berkata sambil menutup kopernya. "Baik, Aku tunggu di ruang depan." Reyno berkata sambil tersenyum kecut. Yah, dia tahu kalau Nikata ini benar-benar wanita yang sangat ingin mandiri dan dia sangat ingin mengukir prestasi sebelum usianya mendapati kepala tiga. Nikata pernah bilang dulu, kalau dia setidaknya harus bisa menjadi wanita yang sepadan dengan dirinya. Paling tidak dia memiliki hal yang bisa dibanggakan oleh Reyno dan jelas Reyno menyetujuinya. Ini kesepakatan awal yang mereka buat. Seharusnya nanti jika sudah menjadi istrinya Nikata akan bisa memperkenalkan dirinya dengan bangga kalau dia bukan orang yang menempel pada Reyno lalu mendapat popularitas, tapi dia adalah wanita yang cukup mandiri dan mereka bisa berdampingan secara sepadan. Jelas sekali ini komitmen awal hubungan mereka. Reyno memainkan gadgetnya, membuka games untuk membunuh kebosanannya sambil menunggu wanitanya berdandan secantik mungkin karena jelas mereka harus menjadi pusat perhatian yang luar biasa nantinya. Tiga puluh menit bukan waktu yang sebentar bagi Reyno untuk menunggu seseorang, tapi dia berusaha untuk terus sabar menunggu Nikata berdandan mempersiapkan dirinya secantik mungkin, karena jelas Reyno tidak akan menerima kalau Nikata nantinya akan menjadi terlihat tidak sesuai dengan dirinya, yeah … mereka harus nampak seperti pasangan yang sangat sempurna, cantik nan seksi berpasangan dengan dirinya yang tampan nan gagah. Ibaratnya dalam sebuah buku dongeng, sang puteri haruslah berpasangan dengan pangeran tampan. Bahkan dongeng cinderellapun mengatakan kalau pangeran harus berpasangan dengan anak seorang bangsawan, ingat jangan sampai lupa - cinderella itu anak bangsawan bukan seorang dari rakyat jelata. Hal ini memang menentukan dimana kita akhirnya mendapatkan jodoh, karena tanpa disadari kita hanya berputar dilingkungan yang itu-itu saja. Jelas sekali roman picisan hanya khayalan rakyat jelata yang mendambakan sang Pangeran! Darimana ceritanya pangeran bisa bertemu dengan seorang wanita yang hanya dari kalangan biasa? Lah sang Pangeran saja hanya berputar-putar di istana dan keluar istana dia bersama pasukan dan didampingi naik kereta kuda tertutup, dia bahkan tak sempat melihat rakyat jelata! Rakyat jelata yang mendambakan pangeran jelas hanya ilusi semata. Empat puluh lima menit berlalu akhirnya Nikata keluar dari tempatnya, dress pendek bewarna hitam, rambut yang digelung sedemikian hingga yang menampakkan lehernya, dan jelas dress itu dengan bagian terbuka dibelakangnya membuat siapapun jelas akan sangat kagum dengan kesempurnaan fisiknya, pahatan Tubuhnya benar-benar sangat sempurna dan membuat Reyno tak berkedip saat pertama kali melihatnya. “Wow.” Kata pertama yang keluar dari mulut Reyono. “Kamu bilang disuruh pake baju yang cantik, ini aku pake dress ini dan gak terlalu berlebihan kan?” Dia bertanya dengan senyum menggodanya dan membuat jantung Reyno seakan mau lepas. “Ya, kau memang terlihat sangat cantik dan begitu sempurna Sayang. Kita pergi sekarang ya.” Dia lalu menggandeng tangan wanita itu. “Ah tunggu sebentar, Aku panggil Bu Ratin dulu ya.” Nikata melepaskan tangan Reyno, lalu memanggil asisten rumah tangganya itu. “Bu Ratin …” “Bu Ratin …” “Ah … Iya Non,” jawabnya terdengar suaranya terasa ngos-ngosan, karena dia berlari dari arah belakang dan dengan cepat menghampiri wanita itu, “Udah Mau pergi Non?” “Iya, tolong kunci pintunya ya, Aku pergi dulu. Jangan lupa yang ada diatas tempat tidur tolong dirapiin dan yang Aku pesen tadi tolong dibungkus rapi ya.” suara Nikata ini terdengar sangat lembut sekali, dan ini juga salah satu kenapa Reyno sangat menyukai Nikata, karena tutur katanya sangat manis sekali, saat dia memerintah orang lain, kata-katanya sangat penuh kesopanan. “Baik Non.” Wanita paruh baya itu hanya menunduk dan mengiringi mereka berdua dari belakang. Nikata menggandeng lengan Reyno dan saat melihatnya dari belakang, Bu Ratin tersenyum sangat bahagia, karena baginya Nona Muda ini akhirnya bisa mendapatkan seseorang yang bisa menghargai kebebasannya dan juga mendukung penuh apa yang diinginkan oleh majikannya itu. “Hati-hati dijalan ya.” Pesannya saat mereka sudah berada di luar rumah. “Okay.” Jawab Nikata sambil tersenyum. “Kita pergi dulu ya Bu.” Reyno berpamitan, lalu membuka pintu mobil untuk Nikata. “Silahkan tuan puteri.” Ucapnya pada Nikata. “Terima kasih Pangeran!” Jawab Nikata dengan sangat mesra sekali. Dia naik dengan hati-hati lalu pintu mobil ditutup dengan perlahan, setelahnya Reyno berjalan ke arah kemudi lalu melajukan kendaraannya membelah jalan Ibu Kota menuju restauran yang terkenal dengan banyak aturan dan sangat bergengsi di kalangan kelas atas. “Kita beneran ke SR?” Tanya Nikata lagi. Reyno menjawab dengan anggukan pasti. “Whoaaa … sudah berapa lama kamu memesan tempat itu?” Tanyanya lagi. “Uhm …. kasih tahu gak ya?” Dia menggoda wanitanya saat ini. “Kamu apaan sih …” Nikata tersenyum malu-malu dan membuat Reyno makin deg-deg ser kalau ingat dia ingin melamarnya nanti. “Aku pesan udah lama, karena aku ingin kita menikmati makan malam yang tak akan terlupakan.” Ucapnya dengan semangat empat lima. “Tapi biasanya tempat mewah menu andalannya steak saja, kau tahu sendiri aku malas untuk makan steak.” Ucapnya terlihat manyun. “Tenang saja disana sudah kusiapkan semua yang kau suka. Makanan seafoodmu itu yang penuh kolesterol.” Reyno berkata sambil tertawa. “Yesh! Kamu emang the best Sayang! Kolesterolnya udah temenan kok sama aku, kamu tenang aja, aku gak bakalan gendut kok.” Dia berkata santai. “Aku sih gak masalah kamu mau gendut atau nggak, yang penting itu Aku cuma ada untuk Kamu.” Reyno menjawab ucapan Nikata barusan. “Hidih! Laki-laki dimana sama aja, nanti juga kalo aku gendut terus kamu ketemu cewek lain diluar sana yang lebih menarik pasti matanya juga bakalan jelalatan.” Nikata mengucapkan kata-kata itu dengan sangat manja, membuat Reyno sangat ingin mencubitnya sekarang saking gemasnya. “Kamu jangan ngomong gitu, nanti aku cium kau baru tau rasa!” ucapnya. “Kamu nyetir aja yang bener sekarang.” Tiba-tiba handphone milik Nikata berdering, dia segera menjawabnya. “Apa kau bilang? Apa kau yakin?” Nada suaranya terdengar sangat serius, tapi dalam hati Reyno berharap apa yang dia takutkan tak terjadi. “Aku … Aku saat ini sedang bersama temanku, mau makan malam.” Ucapnya datar, dan lagi-lagi Reyno hanya tersenyum kecut. Entah sampai kapan wanita ini akan terus bersembunyi tentang hubungan mereka dengan rekan-rekannya, dan juga Reyno belum bisa mengungkapkan hubungannya kepada orang lain karena dia harus tetap menahan diri, sampai keadaan yang benar-benar memungkinkan untuk dikatakan kepada publik. Hubungan yang tersembunyi ini sudah berjalan hampir lima tahun, dan selama itu juga Reyno mampu bertahan, tapi kali ini Reyno hanya ingin membuatnya menjadi jelas dan dia juga sudah lelah untuk tetap bersembunyi. “Baiklah.” Jawabnya, lalu dia mematikan sambungan telponnya. “Kenapa?” Tanya Reyno dengan tatapan curiga. “Ah, ini dari Fransis, dia bilang Aku harus mempersiapkan lukisan itu.” Ucapnya. “Jadi?” Reyno terdengar sedikit nada kecewa. “Ya … bukankah kita harus makan terlebih dahulu? Kau juga sudah memesankan makanan terbaik di sana, lagipula aku hanya ingin tahu seperti apa makanan seafood yang di sajikan di SR.” Nikata tersenyum memandang lelakinya dari samping yang tatapannya lurus kedapan karena memerhatikan jalan. “Baiklah.” Reyno akhirnya bisa lega, karena dia tak bisa terima saja kalau akhirnya nanti dia harus menelan kekecewaan karena dia lagi-lagi harus mengalah untuk tercapainya cita-cita seperti yang diinginkan oleh Nikata. *** Skyscraper Restaurant, Musik klasik terdengar sangat indah mengalun ditelinga saat memasuki tempat ini. Benar-benar suasanya yang mewah dan elegan, dan desainnya juga sangat luar biasa, ditambah lagi tempat ini seperti tempat yang terbuka diatas sebuah gedung tinggi sehingga bisa memperlihatkan pemandangan lampu-lampu kota yang begitu gemerlap. Tempat yang begitu sempurna apalagi ditambah untuk melamar seseorang. Reyno dan Nikata dipandu ketempat mereka, tamu disini memang tak terlalu banyak, tapi semuanya jelas dari kalangan atas yang bersedia membayar mahal untuk suasana dan juga makanan yang berasal dari koki terkenal. Baru saja duduk ditempatnya lagi-lagi dering handphone Nikata berbunyi, dia langsung menerimanya. “Iya …” Dia lalu berdiri dan pamit pada Reyno untuk ke kamar kecil. Reyno hanya mengangguk. Nikata berjalan dengan cepat ke kamar kecil sambil menerima telpon itu, sepertinya terlihat sangat penting sekali, bisa didengar dari nada suara yang dikeluarkan oleh Nikata. Sepuluh menit berselang, Nikata belum kembali dan ini membuat Reyno menjadi khawatir, tapi rasa khawatirnya itu segera sirna saat Nikata kembali ke meja mereka dan duduk dengan terenyum dihadapannya. “Wajahmu kenapa seperti itu? Tegang sekali?” Tanyanya. “Hanya perasaanmu saja. Di coba dulu hidangan pembuka yang sangat Kamu sukai, Manggo Sticky Rice.” “Kau memang luar biasa.” Nikata tersenyum penuh arti, lalu mencicipi makanan itu. Baru saja dua suap dia memasukkan makan itu, Reyno berpikir bahwa inilah waktunya. “Aku kebelakang sebentar ya Sayang.” Ucapnya sambil tersenyum dan hanya anggukan persetujuan dari Nikata. Reyno berjalan dengan pasti dan mulai berkata pada panitia itu untuk melamar gadisnya. Baru saja pertunjukan akan dimulai dan Pembawa Acara untuk hari ini sudah bicara diatas panggung bahwa hari ini akan ada hal yang paling membahagiakan, saat itu juga Reyno mendapatkan pesan singkat dari Nikata yang membuatnya saat ini mungkin akan terlihat sangat bodoh. “Sayang, sepertinya aku tak bisa melanjutkan makan malam, karena aku harus mempersiapkan lukisanku untuk besok dan ini sangat penting, aku mohon maafkan aku ya! Lagipula besok pagi-pagi sekali aku sudah harus pergi ke bandara. I Love You!” Pesan yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran karena tak percaya. Tatapan matanya langsung terlihat kosong dan sangat tak ada harapan, sampai akhirnya dia dikejutkan oleh seseorang yang salah satu pengatur acara ini. “Pak Reyno, silahkan naik ke panggung, Anda sudah diundang oleh MC-nya.” Ucapnya. Reyno menarik nafas panjang, dia hanya ingin naik untuk sekedar minta maaf karena sepertinya dia tak jadi untuk melamar gadisnya itu. Perlahan dia naik ke atas panggung, tatapannya terlihat sangat gelisah, sampai akhirnya dia menukan wanita yang terlihat dengan tatapan yang juga menyedihkan, jelas wanita itu pasti ditinggal oleh orang yang dia cintai. Saat itu juga gengsinya dipertaruhkan, daripada dia malu pada orang-orang, lebih baik sepertinya dia berbohong, bukankan ini sepertinya berbohong untuk kebaikan? Dia akhirnya melangkahkan kakinya ke arah meja tempat wanita itu, sepertinya wanita itu tak memedulikan acara ini, dia tersenyum lalu berkata, “Nona, mari menikah denganku.” Seketika itu juga wanita dengan mata coklat gelap ini menatap ke arahnya. “Ah?” Dia terkejut, tapi Reyno berusaha untuk membangun komunikasi lewat tatapan mata mereka. “Nona, mari kita menikah.” Ucapnya sekali lagi. Wanita itu yang terlihat bingung seperti mengerti arti dari tatapan ini, komunikasi antara orang asing yang meminta pertolongannya. MC mulai bertanya pada wanita itu, dan akhirnya Reyno berhasil membangun komunikasi itu, wanita itu menangguk saat ditanyakan maukah dia menikah dengan Reyno. Semua yang hadir bertepuk tangan dan mereka menjadi saksi atas acara ini. Wanita itu tersenyum dan melihat ke arah Reyno lalu Reyno membuang pandang, karena dia tak bisa menatap wanita terlalu lama, karena jelas laki-laki akan sangat kalah langkah jika dalam hal tatap-tatapan, walaupun mereka memiliki mata tajam tetap saja mereka akan kalah dalam hal ini. Banyak pertanyaan dalam hati wanita ini, tapi dia tahan sampai semuanya usai. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD