So, We can dancing?

1040 Words
Menghindar dari Grace Irlita, Dave berhasil meyakinkan wanita asing yang sepertinya tak yakin akan menerima tawaran dansanya. Wait, ternyata wanita itulah yang tadi tak sengaja tertabrak dengannya di toilet. Namun, detik berikutnya Josh menarik lengannya. Menyuruh berhenti sebelum ada paparazzi mengabdikan momen. Ya, siapa yang tidak mengenal Bellova, nama panggung Sasha Syarasvati Bellova. Wanita di hadapannya adalah model majalah remaja, juga pernah mengikuti beberapa acara talk show tentang fashion. "Lu harus tahu, cewe yang ada di hadapan lu ini berbahaya." "Menggigit?" canda Dave. Dave tetaplah Dave, memilih menomerduakan urusan gosip apalagi skandal. Dia pernah terlibat dengan orang yang sama, persoalan yang sama dan kejadian yang sama. Lupakan, masa lalu itu letaknya di belakang. Dan sekarang Dave hidup di masa depan. Maka sekarang yang ia lakukan adalah benar-benar mengajak dansa Sasha, pelan tapi pasti, Sasha mengikuti gerakan ringan dari pria asing. Oke, kesan pertama pria itu sangat tampan. Memiliki sedikit bulu di rahangnya, sepertinya pria itu lebih dewasa darinya. Bahkan lebih dewasa dari Alan. "Kalau kau lupa, Nona, tadi kita sempat bersimpangan di toilet karena aku menginjak gaunmu. Perlu kuganti?" "Tidak usah, karena setelah ini gaun ini akan kubuang." Dave menyerngitkan kening tak mengerti, namun juga tak butuh penjelasan. Ia terkenal introvert di suatu sisi, hanya segelintir orang yang merasa beruntung bisa mengobrol banyak dengannya. "Kamu lihat pria di sana?" tunjuknya ke arah Alan yang sibuk haha hihi dengan Wina. Melihat dari kejauhan, mantannya sepertinya lebih dari kata bahagia. Sebegitu mudahkah Alan melupakan Sasha sedangkan di sini dirinya sengsara? "Pria itu mantan pacarku, sebenarnya kita tidak benar-benar putus sih. Dia yang setuju putus, akunya enggak." Terpengaruh oleh wine, Sasha makin ngelantur. Bahkan, daya tubuhnya melemah, tapi Dave paham dan peka, lebih merapatkan diri agar wanita di hadapannya bisa nyaman di bidang dadanya. "Lalu, apa hubungannya dengan membuang gaun yang kau pakai?" Sasha mendongak pasrah, tersenyum getir. "Sekalian membuang kesialan selamanya, Dude. Hehe." Grace yang melihat pria itu bisa sebegitu dekatnya dengan model hits apalagi berdansa benar-benar cemburu. Susah menunggu Dave, menunggu bercerai dan sekarang hasilnya tetap sama saja. Pria yang selama ini ditunggunya selalu menghindar, tak menganggapnya wanita yang punya perasaan terhadap Dave. Hanya tak ingin membuat Grace terluka, Dave memilih ketus, acuh tak acuh, tak peduli juga masa bodoh. Baginya, lebih baik bersikap seperti itu daripada menyebarkan janji yang tak bisa ia tepati. "Apakah kamu tidak mengenaliku, Dude? " "Maksudnya?" "Coba perhatikan baik-baik wajahku. Pasti kamu tak asing bukan?" Dave nampak berpikir, mereka benar-benar dekat. Bahkan Dave bisa mencium jelas bau alkohol dari bibir candu wanita itu. Nyatanya, otaknya kosong. Dia tidak tahu siapa Bellova, wanita yang dibicarakan Josh tadi, katanya sih model. Iya kah? Pantas saja cantik. "Sepertinya tidak. Aku baru bertemu denganmu sekarang. Apa tidak masalah berdansa dengan pria asing, Nona?" Sasha malah memukul bidang d**a Dave, sepertinya pengaruh alkohol dan rasa sakitnya benar-benar buruk. Bahkan Gina dan Rendy tak berani mendekat, mereka jelas tak ingin ikut tersorot berita dan menjadi wajah utama di majalah netizon besok pagi. Tanpa pikir panjang, Dave memilih untuk menggendong ala bridal style dan membawanya keluar. Sepertinya wanita bernama Bellova itu akan muntah. Dan benar, begitu keluar dari gedung resepsi, Sasha langsung menuju pot bunga. Menumpahkan isi perutnya, benar-benar mual. Merasa bersalah, Dave perlahan memijat tengkuk leher wanita itu. Ini adalah kebaikan pertama yang ia lakukan dengan sembarang wanita. "Are you okey, lady?" Mendengar suara pria itu, sepertinya Sasha mulai terbiasa. Perutnya sedikit tak nyaman, namun setidaknya tidak seburuk sebelum muntah tadi. "Terima kasih, Dude, repot-repot menggendongku keluar dari tempat terkutuk ini. Tapi, kamu harusnya bangga karena bisa menggendong model terkenal seperti aku." Bahkan sekarang Sasha sudah seperti orang gila, melenggak-lenggokkan badannya. Masih mabuk kali ya, pikir Dave. "Oke. Aku pulang dulu," pamit Dave. "Tunggu!" tahan Sasha. Gila aja, baru kali ini ada pria yang tak peduli dengan dirinya, tanya alamat rumah aja enggak. Jangankan alamat rumah, bahkan Dave sejak tadi tidak mengajaknya kenalan. Sialan! "Aku lapar." "So?" Ya ampun! Bisa-bisanya Sasha bertemu dengan pria model begini? Udah gak peka, gak paham urusan usus yang lurus akibat lapar. Sasha tak mau pingsan di tempat dan ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri di depan gedung tempat mantannya menikah. Jangan sampai deh. Karena tak mungkin masuk ke dalam lagi, mengambil dompetnya, Sasha pasrah. Siapa pun orangnya yang menemukan dompetnya, beruntung banget. Lumayan ada tiga ratus ribu yang nyempil di dalam dompet. Maklum, meskipun bergaji fantastis, tenar, punya nama, Sasha lebih mempercayakan keuangannya pada Rendy, asistennya. Aha! Ide licik. Sasha memasang wajah lemas, memegang perut, berharap pria itu berbelas kasihan padanya. Tapi percuma, Dave tetaplah Dave. Mau kelaparan sekali pun, Sasha tetap saja terabaikan. Dave menyalakan remote mobilnya, berjalan ke arah mobil dan membuka pintu. "Cepat masuk, Nona!" "Ha?" Sasha bengong, namun detik berikutnya ia langsung lari, takut pria itu akan berubah pikiran. *** Maka di sinilah mereka, duduk sehadapan tanpa bicara sepatah kata. Sasha takjub sekaligus heran bukan mai, bukan karena dibawa ke restoran bintang lima, tapi malah tenda pinggir jalan, remang-remang, berisik dan minum temat duduk karena banyak antrian. Dilihat dari penampilan, mobil mewah, jam yang berkilau, pria itu bukan pria miskin sepertinya. Masa iya Sasha diajak makan di tempat seperti ini? "Mobil kamu rental ya?" "Maksudnya?" Dave baru kali ini mendapat pertanyaan sering itu. Apa tadi rental? Enak aja, kalau bisa, seluruh mobil di gedung pernikahan mantan Sasha, Dave sanggup membelinya cash! "Ya kita beneran makan di sini? Gak lihat ya aku pakai gaun ala Cinderella gini?" Ah, Dave lupa. Pasti si Bellova ini tak biasa makan makanan murahan seperti dirinya. Meskipun gajinya ratusan juta, mobilnya terjejer rapi di lahan parkirnya, banyak orang menghormatinya, Dave tetap suka makanan kaki lima. Lebih murah bumbu dapur dan kerasa di lidahnya. "Masih untung diajak makan. Lagian, perut kamu gak bakalan kenapa-kenapa, aku berani jamin." Lalu, obrolan mereka terjeda. Dave sudah melingkis lengan setelan kemejanya, tuksedo yang ia pakai sengaja ditinggal di mobil. "Silakan makan, kalau mau nambah bilang sama mamangnya." Tanpa menunggu Sasha, Dave sudah sibuk dengan makanan di hadapannya. Ada lauk sambal, lele bakar, nasi uduk, es teh, sate dan jeroan. Ah, nikmat. Karena sudah terlanjur dipesan, Sasha mulai ikut makan. Pelan-pelan sekali menyuapi mulutnya. What! Ini beneran makanan? Kenapa enak dan empuk gini? Selama hidupnya, Sasha baru tahu ada ikan yang bisa seempuk dan selumer ini di mulutnya. Ini mah kalau gak nambah, rugi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD