Dikejar kelompok misterius

1106 Words
“Iya, aku kebal,” jawab Gita jujur. “Apa kamu termasuk salah satu dari sedikitnya orang yang berhasil mendapatkan vaksin itu dan sukses?” tanya Lucas ingin tahu. “Kamu tidak mengalami efek samping?” “Aku tidak pernah mendapatkan vaksin. Ayahku seorang ilmuan. Dia mengatakan jika aku tidak perlu vaksin karena aku sudah kebal terhadap virus itu.” Lucas terdiam. Memandangi Gita dengan bibir yang terkatup. “Ayahmu seorang ilmuan ...? Siapa?” tanyanya ingin tahu. Air mukanya pun tampak sangat serius. Bukannya menjawab. Gita malah menunjuk air mineral yang ada di satu galon besar. “Aku minta minum,” pintanya sambil membayangkan bagaimana bisa pria yang dikenalnya barusan ini bisa membawa galon air berat ini naik ke atas pohon yang tinggi. Lucas menarik galon dan menuangkannya langsung ke gelas dengan mudah. Bagai galon air itu seperti sebuah botol ukuran satu liter. “Ini,” ujarnya sambil memberikan segelas air. Gita mengambil segelas air itu. Dan kemudian menenggaknya dengan cepat. “Siapa namamu?” tanya Lucas dengan tatapan dingin. “Namaku Gita Pradipta. Dan kamu?” “Lucas Alexander.” Gita mengamati. Terlihat jelas jika Lucas adalah pria blesteran. “Kamu asli di negara sini? Dan kenapa tinggal di gubuk ini? Kamu juga bagai manusia super saat berlari,” ujarnya menodongkan banyak pertanyaan. “Ya, ibuku asli Indonesia dan ayahku berkebangsaan Inggris. Kamu banyak pertanyaan. Sedangkan kamu sendiri juga manusia aneh yang sejak empat tahun belakangan, baru aku temui ada manusia normal yang nekat keluar malam. Seperti tidak ada waktu di siang hari saja. Kamu tahu sendiri kan jika matahari sudah terbenam, maka komunitas Sumanto itu akan mencari mangsa.” Gita meremas bungkus roti yang sudah habis. Tatapannya menerawang. “Aku tidak bisa keluar saat siang,” jawabnya lirih. Lucas kembali terkejut. “Kenapa?” tanyanya ingin tahu. “Apa kamu adalah seorang penjahat yang sedang dicari-cari pemerintah?” Gita tidak menjawab. Suasana menjadi hening. “Kenapa diam?” tanya Lucas semakin mendesak. Ia sangat ingin tahu. Gadis yang baru ditemuinya ini sangat membuatnya penasaran dan ingin tahu segalanya. “Yang pasti aku bukan penjahat. Tapi aku tidak tahu apa orang yang mengejar-ngejarku itu adalah orang dari pemerintah atau bukan. Yang pasti orang yang telah membunuh ayahku tampak seperti seseorang yang dekat dengan pemerintah,” jawab Gita dengan suara pelan. Terjadi keheningan kembali. Membuat Lucas tanpa sadar semakin mengamati Gita. “Jadi ayahmu yang seorang ilmuan itu meninggal dibunuh?” Gita menganggukkan kepalanya dengan sangat yakin. “Ya, ayahku meninggal dibunuh padahal ayahku seorang pahlawan yang bisa menyelamatkan dunia ini. Temuan ayahku untuk obat virus ini hampir ditemukan tapi, beliau sudah keburu tewas.” Dari sorot mata Gita terlihat jelas jika ia sangat sedih dan terpukul. Ditinggal sebatang kara seperti ini memang bukanlah pekara yang mudah. Lucas menarik nafas panjang. Ia mengerti dengan kesedihan Gita. Dari sepenggal kisah yang diceritakan Gita padanya, Lucas merasa seperti ada ikatan benang merah di antara mereka. “Dan kamu sendiri, kenapa tinggal di gubuk ini? Dari wajah dan penampilanmu sepertinya kamu bukan orang sembarangan,” tanya Gita berbalik. Pandangan matanya mengamati sepasang mata Lucas yang tajam seperti Elang. “Aku melarikan diri dan sedang mencari seseorang,” jawab Lucas sambil melipat kedua tangannya di depan dadaa. “Kamu melarikan diri dari apa?” tanya Gita dengan kedua mata membulat ingin tahu. “Dan mencari siapa?” Lucas kembali menarik nafas panjang. “Ia malas menceritakan. Lalu kemudian menuju bagian sudut gubuk dan berbaring di sana.” Gita menatap punggung Lucas dan merasa diabaikan.Pertanyaannya tidak dijawab. Pria yang bernama Lucas ini terlihat sangat baik. Tapi sayang sikapnya dingin, tidak ramah! “Yasudah kalo kamu tidak mau menjawab pertanyaanku juga enggak apa-apa. Besok pagi aku akan pulang. Terima kasih sudah menampungku di sini,” kata Gita sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia melihat ke sekeliling, bingung di mana ia harus tidur. Perlahan ia menaruh tas ransel yang sejak tadi berada di punggungnya. Dan kemudian mencoba berbaring di mana saja, di lantai kayu ini. “Kalo tiduran jangan di dekat pintu. Nanti kamu jatuh menggelinding,” tegur Lucas yang ternyata perhatian. Gita beranjak dari rebahannya. Lalu berpindah ke belakang punggung Lucas. Mereka dua orang asing yang baru mengenal saling memunggungi. “Gita,” panggil Lucas untuk pertama kalinya. “Iya, apa?” “Memang kamu mau pergi ke mana besok?” tanya Lucas ingin tahu. “Aku ingin mencari profesor Ismunandar di Kota B,” jawab Gita sambil memejamkan kedua matanya. “Aku akan menemanimu mencarinya,” kata-kata Lucas membuat Gita sangat terkejut. ‘Kenapa Lucas ingin mengantar aku? Sedangkan tidak ada urusan dengannya?’ batin Gita. “Aku akan mengantarkan mu mencari profesor Ismunandar,” kata Luca sekali lagi. Gita menoleh ke belakang. Menatap punggung Lucas yang nampak sangat dingin. “Tidak. Tidak usah, terima kasih. Aku bisa sendiri,” jawabnya cepat. Lucas menghela nafas panjang. “Aku memiliki senjata dan bisa bela diri. Sedangkan kamu tidak bisa apa-apa dan juga tanpa senjata. Apa kamu mau cari mati? Saat malam menghindar dari gerombolan Sumanto itu. Lalu saat matahari membumbung tinggi di langit, kamu harus menghindari kelompok orang yang ingin melenyapkanmu,” katanya mengingatkan. Gita kembali terdiam. Ia menelan ludahnya. Teringat akan saat empat orang pria misterius memaksa masuk ke dalam rumahnya. Lalu menembak sang Ayah. Untung saja Gita bersembunyi di dalam ruangan persembunyian di bawah tanah. Saat empat pria misterius yang mengenakan setelan jas hitam itu telah pergi dari rumahnya, Gita keluar dari ruang bawah tanah dan kemudian menghampiri ayahnya. Lalu ayahnya beramanat untuk mencari profesor Ismunandar. “Kenapa melamun?” tegur Lucas. Gita langsung tergagap. “Jangan melamun. Ini sudah malam. Cepat tidur!” ujarnya ketus. Gita menghela nafas panjang dan kemudian tidur walau sambil menggerutu. *** Suara burung berkicau terdengar sangat jelas. Burung-burung itu bertengger di antara dahan pohon dan juga atap gubuk rumah pohon ini. “Brak!” Pintu terbuka. Cahaya matahari langsung masuk ke dalam gubuk. Membuat pandangan mata Gita yang baru saja membuka mata itu silau. Belum juga mengerti dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba Lucas menarik tangan Gita dengan kasar. “Cepat bangun! Pakai tasmu!” serunya sambil sebelah tangannya memegang senapan laras panjang. Gita sangat terkejut. Nyawanya belum kumpul benar, baru saja terbangun, tapi Lucas sudah panik dan tergesa-gesa. Pandangan mata Lucas mencari tas ransel besarnya yang berwarna hijau lumut. Dengan gerakan asal ia memakai tas tersebut. “Ada apa ini Lucas?” tanya Gita kebingungan. Belum juga Lucas menjawab dan menjelaskan. Suara tembakan terdengar sangat jelas dan membabi buta. “Dor! Dor! Dor!” “Menunduk Gita!” seru Lucas. Gita langsung menunduk. “Kita dikepung!” seru Lucas dengan mimik muka serius. “Dikepung?!” tanya Gita panik. “Dikepung siapa?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD