Prolog
Diva menatap layar smartphone-nya tanpa berkedip. Ia membaca ulang artikel yang ditulis oleh salah satu blogger di internet dengan serius. Mencocokkan dan memastikan bahwa tidak ada barang yang terlewat satupun.
“Lilin lima puluh buah dibentuk formasi lingkaran bintang, oke. Sepuluh batang cokelat, oke. Parfum mahal ....” Diva menatap nanar sedikit tak rela pada sebotol parfum yang berharga tiga bulan uang sakunya.
“Oke,” lanjutnya.
“Satu buket mawar merah, oke. Nama dia, oke. Dress putih ....” Diva menyentakkan kepala lalu segera berlari ke almari, mengambil sebuah dress cantik berwarna putih baru dari dalam sana. Hampir saja Diva melupakannya.
“Oke, beres. Semua syarat sudah lengkap!” seru Diva setelah meletakkan dress putihnya di dekat barang-barang yang tadi ia absen.
Diva pun bergegas mematikan saklar lampu dengan semangat. Praktis, tinggallah cahaya dari lilin dengan bentuk formasi bintang yang menerangi kamar gelapnya.
Duduk bersila, Diva memejamkan mata lalu menangkupkan kedua tangan ke depan d**a seolah sedang berdo’a di dekat lilin-lilin itu dan juga barang-barang yang telah ia siapkan. Dengan penuh penghayatan dan kesungguhan di hatinya, gadis itu mulai berkata.
“Wahai Cupid, di manapun engkau berada, datanglah dan bantu aku untuk mendapatkan dia yang telah kutulis namanya di kertas dan kuyakini sebagai cinta sejatiku. Dan sebagai rasa terimakasih, kupersembahkan semua barang-barang ini hanya kepadamu Wahai Cupid. Datanglah!”
1 detik, hening.
3 detik, sunyi.
5, 7, 10 detik, senyap.
Diva membuka sebelah mata, mengintip. Merasa tidak ada apapun, ia membuka mata perlahan. Diva mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang temaram.
“Apa ini? Tidak ada yang muncul,” gumam Diva. Ia menarik napas lalu mengulangi lagi do’anya. Berpikir mungkin ia kurang khusu’.
“Wahai Cupid, di manapun engkau berada, datamglah dan bantu aku untuk mendapatkan dia yang telah kutulis namanya di kertas dan kuyakini sebagai cinta sejatiku. Dan sebagai rasa terimakasih, kupersembahkan semua barang-barang ini hanya kepadamu, Wahai Cupid. Datanglah!”
Lagi-lagi hening.
Ruangan itu tetap senyap meskipun Diva menunggu hingga hitungan ke 20.
Diva menghela napas putus asa, lalu membuka mata. Ia meraih smartphone-nya dan membaca ulang syarat-syarat serta do’a yang harus diucapkan dari blog itu. Namun, setelah ia menscroll smartphone-nya ke bawah, pada detik itu juga ia ingin menyantet seseorang.
Bagaimana tidak, jika di sana tertulis;
JIKA KALIAN SUDAH MELAKUKANNYA MAKA SELAMAT, ANDA KENA TIPU! HAHAHAHA!! HARI GINI PERCAYA GINIAN? CAPEK DUEH, MATI AJA LO!
“k*****t!” umpat Diva kesal. Ia berdiri lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Diva hampir mengetik balasan paling jahat dan s***s di kolom komentar blog tersebut namun tiba-tiba nyala api di lilin-lilin tersebut padam, menyebabkan kamarnya gelap gulita seketika.
Diva mengerjab, cepat-cepat beringsut duduk. Mendadak otaknya memikirkan tentang hantu di film-film horor yang pernah ia tonton dengan teman-temannya. Kontan saja jantung Diva berdegup kencang tak karuan. Ia bahkan kesulitan untuk meneguk salivanya sendiri.
Mengandalkan cahaya dari layar smartphone, Diva berdiri dan berjalan perlahan menuju saklar lampu. Sebisa mungkin gadis itu menekan ketakutannya sendiri.
“Aduh, nenek lampir, gerandong, wewe gombel, kuntilanak, tuyul atau siapapun kamu, please, jangan ganggu Diva. Diva masih jomblo, belum pernah pacaran dan masih pengen nikah dulu jadi please, please, please... pergi. Ganggu aja tetangga sebelah. Di sana ‘kan kos-kosan. Penghuninya juga penuh dengan mas-mas roti sobek dan mbak-mbak gitar spanyol yang lebih menggoda iman.”
Diva terus menggumamkan kata-kata itu sembari terus berjalan menuju saklar lampu berada. Pokoknya apapun akan Diva korbankan demi keselamatannya seorang diri, termasuk mengorbankan tetangga kosnya.
KLIK!
Diva menghela napas lega saat kamarnya kembali terang benderang setelah ia berhasil menekan saklar lampu. Namun, saat Diva berbalik, matanya langsung melotot karena terkejut. Ia bahkan sempat mundur hingga punggungnya menabrak dinding.
Di sana, tepat di atas tempat tidurnya, ada seorang pria setengah berbaring miring dengan kepala yang disangga oleh siku tangan kanannya. Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis saat matanya bertabrakan dengan mata Diva.
“Selamat malam, Cantik. Bisa kita mulai sekarang?” tanya pria itu sembari mengerlingkan sebelah mata. Ia menepuk-nepuk kasur sebelahnya, syarat bahwa ia menunggu Diva bergabung dengannya di atas sana.
Terjadi keheningan sesaat ketika itu, sebelum akhirnya teriakan Diva menggema keras.
“KYAAAAA ...!! SETAAAAAAAN!!!”
***
Hai, hai, hai!
Saya muncul lagi dengan sebuah cerita fantasi remaja.
Jika kalian membaca prolog ini dan merasa akan menyukai isi ceritanya, jangan lupa tap 'LOVE' agar tersimpan di librari kalian ya!
Terima kasih ~
Penulis,
Jihan Alezander.