BAB 2: Pesona Everly

2303 Words
Seorang pria berdiri di depan pintu lift seorang diri, dia mengenakan setelah jass berwarna biru. Dia hanya karyawan biasa, namun sebagian orang yang bertemu dengannya membungkuk menunjukan rasa hormat yang tidak biasa. Kilauan kaca dari jam tangannya terlihat di depan pintu lift, hanya dengan melihat dia berdiri, perempuan yang berada di sekitar beberapa kali menengok dengan senyuman tidak menyembunyikan kekaguman mereka akan ketampanannya yang tidak pernah membosankan meski sudah dilihat setiap hari. Fisiknya yang sempurna membuat banyak pria orang iri, dia tidak hanya unggul dengan wajah tampan dan tubuh yang sempurna, dia juga cerdas dan kaya. Dia adalah Vincent Benjamin, putera sulung Benjamin, pemilik perusahaan pertambangan logam rhodium. Perusahaannya menjadi pemasok terbesar beberapa perusahaan perhiasan dan beberapa perusahaan otomotif. Dari semua figurenya yang sempurna, Vincent memiliki masalah dengan sifatnya yang arrogant dan terkadang jalan pikirannya tidak bisa dipahami oleh banyak orang. Vincent seperti anjing gila kepada orang lain, namun dia akan menjadi seperti seekor kucing rumahan hanya kepada keluarganya. Sudah dua tahun dia bekerja di bawah anak perusahaan keluarganya sebagai salah satu karyawan, berbeda dari anak-anak pengusaha lainnya, meski dia arrogant, Vincent adalah pria yang menghormati pekerjaan dan ambisius. Setelah dua tahun bekerja, malam ini dia di angkat menjadi manajer pemasaran oleh ayahnya sendiri. Vincent masuk sendirian ke dalam lift. Vincent merongoh handponenya di saku dalam jassnya begitu mendengar panggilan masuk dari seseorang. “Ada apa?” Tanya Vincent pada seseorang yang sudah menelponnya. “Kapan kau akan datang?” tanya Kenan. “Sebentar lagi, aku baru selesai bekerja,” jawab Vincent seraya melihat arah jarum jam yang terpasang di pergelangan tangannya. “Awas saja jika kau tidak datang, aku sudah memboking satu lantai tempat pesta untukmu.” Vincent mendengus geli. “Aku mengerti,” jawabnya sebelum memutuskan sambungan telepon. Suara dentingan pintu lift terdengar, Vincent keluar dengan langkah lebarnya. Seorang petugas sudah menunggu di luar membawa mobil Vincent, samar pria itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum masuk dan pergi meninggalkan perusahaan. Langit yang gelap kota Loor berbanding balik dengan keadaan dibawahnya yang gemerlap dan ramai dipadati kepadatan orang-orang yang berjalan kaki dan kereta-kereta yang sibuk beroperasi. Jalan-jalan yang tidak dipadati kendaraan memudahkan Vincent pergi. Dua puluh menit Vincent berkendara untuk bisa sampai di tereskop gold, sebuah pusat hiburan kelas orang-orang penting dan penjudi professional. Malam ini Kenan William, teman Vincent sengaja membuat pesta khusus untuk merayakan kenaikan jabatan Vincent. Jabatan menjadi manajer bukan hal penting untuknya, namun teman-temannya tahu jika kerja kerasnya belajar semua hal dari nol jelas pantas untuk mendapatkan penghargaan kecil. Tidakan teman-temannya mungkin terdengar cukup berlebihan, namun apa daya Vincent sendiri selalu loyal kepada semua orang-orang terdekatnya. Di lantai empat Vincent akhirnya sampai ke tempat yang di khususkan untuknya, begitu dia masuk ke dalam ruangan, beberapa orang di pesta yang melihat langsung tersenyum sambil mengangkat gelas minuman mereka. Pandangan Vincent mengedar dengan alis sedikit terangkat dan sebuah senyuman puas karena Kenan memberinya pesta yang sesuai dengan seleranya. “Vincent,” seorang perempuan bergaun hitam datang menyapanya dengan tangan terbuka, tanpa keraguan Vincent memelukanya dengan senyuman, Cyntia berjinjit untuk mengecup pipi Vincent bergantian. “Aku sudah menunggumu dari tadi, kupikir kau tidak akan datang,” kata Cyntia dengan suara yang terdengar manja. Pelukan Vincent terurai, masih dengan senyuman menawan yang dia tunjukan, pria itu meraih helaian rambut Cyntia dan menyampirkannya di belakang telinganya. “Mana mungkin aku tidak datang ke pesta dimana semua orang-orang yang penting untukku berkumpul.” “Kau pandai menyenangkan orang lain,” bisik Cyntia dengan cemberutan malunya. “Selamata atas kenaikan jabatanmu.” “Terima kasih.” Tidak sengaja Vincent melihat keberadaan Kenan yang berdiri bersama kekasihnya, Endrea. Perhatian Vincent kembali tertuju pada Cyntia yang masih bergelayut memeluknya. “Permisi sayang, aku harus pergi menemui Kenan dulu,” ucap Vincent dengan tatapannya yang dalam berhasil membuat Cyntia tersipu malu. “Sisakan satu gelas untuk minum denganku,” jawab Cyntia dengan berat hati mundur melepaskan pelukannya. “Dengan senang hati.” Vincent segera pergi dan beberapa kali membalas sapaan orang-orang yang mengajaknya bicara sebelum benar-benar menemui Kenan. *** Seorang perempuan bergaun cantik dan seksi duduk di depan meja rias tengah berdandan dengan makeup yang tebal dan rambut palsu berwarna putih. Kulit tubuhnya yang banyak terekspos seperti sebuah boneka porselent, tatapan matanya yang biru jernih sangat cerah indah seperti mutiara dibawah sinar matahari. Perempuan menawan itu adalah Everly, wanita yang sudah mendapatkan keajaiban untuk mengulang kembali waktu dan memperbaiki banyak yang telah terjadi dalam hidupnya. Waktu sudah berjalan tiga tahun lamanya, Everly sudah memperbaiki banyak hal yang dulu sempat dia abaikan dalam hidupnya, dengan penuh kehati-hatian dia melangkah perlahan agar tidak lagi menginjakan kaki di jalan sama yang hanya akan membawnya pada kehancuran. Sejak Everly menjalani kehidupannya yang ke dua, dia menjadi seseorang yang sangat pekerja keras, dia melakukan pekerjaan apapun untuk bisa mengumpulkan banyak uang agar bisa membayar hutang secara perlahan. Salah satu pekerjaan yang dia tekuni itu adalah ini.. Menjadi seorang penari sutera dengan menggunakan sebuah topeng dan memiliki nama panggung Astra. Seorang pria yang mengelola tempat hiburan datang ke ruangan gantinya, pria itu sempat berdiri di ambang pintu dan hanya diam hanya untuk mengagumi kecantikannya yang seperti tidak nyata. “Ada apa?” tanya Everly menyadari tengah diperhatikan. “Kau sudah siap dengan tema tarianmu?” Everly mengangguk tanpa keraguan. “Bayaranmu kali ini tiga kali lipat, karena itu lakukan pekerjaanmu dengan sempurna,” nasihat Justin memberitahu. “Aku mengerti.” “Kau bisa tidur lebih dulu karena acaramu akan berlangsung satu jam lagi,” kata Justin lagi dengan langkah mendekat, berdiri di sisi Everly yang terlihat tidak waspada dengan keberadaannya. Justin meletakan sebuah topeng berwarna putih di atas meja rias. “Sebaiknya malam ini kau tidak perlu menggunakan penjaga di bawah panggung, aku yakin sepenuhnya jika orang-orang malam ini memiliki kehormatan yang harus dijaga,” kata Justin lagi dengan serius. Wajah Everly terangkat menatap Justin dengan protesan. “Kau bisa menjamin?” “Aku menjaminnya,” jawab Justin menggantung, sejenak pria itu terdiam sebelum akhirnya kembali berbicara, “pesta ini yang dibuat oleh kekasih nona Endrea Giedon, ada banyak bangsawan yang berkumpul di sana, jika ada yang berbicara sembarangan kepadamu, kau abaikan saja mereka daripada harus mencari masalah.” Everly mendengus kesal mendengarnya, namun gadis itu mengangguk paham dengan aturannya. Everly hanya perlu menari dengan sempurna, mendapatkan bayaran, lalu pulang. “Pakailah topeng barumu itu, aku akan datang lagi sepuluh menit sebelum kau menari,” ucap Justin sebelum berbalik dan pergi keluar dari ruangan Everly. Everly menghela napasnya dengan berat, gadis itu kembali melihat ke arah cermin dan menyelesaikan dandannya yang belum selesai. Everly harus terlihat lebih dewasa, dia tidak boleh membuat orang lain sadar jika usianya baru dua puluh tahun. *** “Selamat atas kenaikan jabatanmu.” “Jangan meledekku,” jawab Vincent penuh tekanan. Dia tahu jika Kenan tidak begitu serius memberinya selamat karena kenaikan jabatan Vincent tidak begitu berarti apa-apa, Vincent memulai segalanya dari bawah hanya untuk mendapatkan banyak pengalaman. “Kau suka?” tanya Kenan seraya memberikan segelas minuman kepada Vincent. Vincent menyesap minumannya dengan pandangan mengedar, memperhatikan orang-orang yang terlihat menikmati pesta mereka. Pesta ini tidak liar seperti biasanya, kebanyakan orang lebih teratur dan mereka menikmati waktu mereka untuk mendengarkan musik sambil mengobrol satu sama lainnya. Jarang sekali Vincent memiliki waktu untuk berkumpul seperti ini dengan temannya “Lumayan,” jawab Vincent seadanya, pandangannya terpaku pada sebuah kain sutera yang menjuntai berada di tengah ruangan, di atas atap ruangan yang tinggi ada lampu besar. Kening Vincent mengerut samar, seharusnya di ruangan pesta seperti ini, ada pole dance atau penari telanjang, bukan penari kain. Apakah ini gaya baru berpesta? “Apa akan ada aerial silk dance?” tanya Vincent tidak yakin dengan pertanyaannya sendiri. “Aku yang memesannya,” jawab Helian menyahut. Vincent tercengang kaget, pria berkepribadian batu seperti Helian bisa mengundang penari kain, ini adalah sebuah keajaiban. “Apa kau mulai pubertas?” tanya Vincent spontan. “Seharusnya kau langsung meminta penari telanjang saja.” Kenan terbahak menertawakan pertanyaan Vincent yang meledek, memang mengherankan, pria yang selalu seperti petapa tanpa hasrat dan keinginan apapun seperti Helian Giedon tiba-tiba mengundang penari yang notabenya selalu seksi. Helian mengedikan bahunya tidak terpengaruh, wajah tampannya terlihat murung, dengan tenang pria itu menjawab, “Aku suka tariannya yang seperti serbuk emas di atas makanan.” Kenan dan Vincent langsung membungkam, sementara Helian melengos pergi kembali duduk kursi yang di khususkan untuknya dan sudah terlihat bersiap-siap menunggu sang penari yang sudah menarik perhatiannya. “Ada apa dengan dia?” tanya Vincent penasaran. “Kemarin malam dia baru saja membuat masalah lagi, Helian tidak sengaja membakar lukisan jutaan dollar dan menimbulkan kerugian besar untuk keluarganya. Mungkin ini malam terakhirnya bersenang-senang sebelum besok di usir dan di asingkan ke desa,” cerita Kenan dengan serius. Bibir Vincent berkedut tersenyum ironis, dia tidak begitu terkejut dengan masalah dan hal-hal aneh yang terkadang sering terjadi pada bangsawan, terutama Helian. Vincent sendiri terkadang suka terjerat masalah hal-hal gila akibat perbuatannya sendiri. Vincent selalu terlibat masalah dengan yang namanya perempuan.. Vincent memiliki jalan yang sempurna dalam masalah hidupnya, namun tidak dengan pikirannya yang cenderung selalu berpikir negatif pada sosok perempuan. Vincent tumbuh dengan cinta yang sempurna dari kedua orang tuanya, namun terlahir sebagai anak di luar nikah dan seorang adik yang tidak jelas ayahnya siapa membuat Vincent melihat figure seorang wanita menjadi sama seperti ibunya. Lampu-lampu di ruangan yang meredup membangunkan Vincent dari lamunan kecilnya, seorang pembawa acara sempat muncul memberitahukan jika akan ada penari yang menghibur mereka. Orang-orang yang semula sibuk mulai memusatkan perhatian mereka pada panggung. “Vincent,” sebuah pelukan dan suara lembut yang memanggil membuat Vincent melihat ke sisi, melihat Grecia yang entah sejak kapan datang. “Aku boleh menemanimu kan?” tanya Grecia. Tanpa bersuara Vincent mengangguk memperbolehkan, lagipula malam ini dia tengah bebas tidak membawa pasangan khusus. “Ayo duduk,” ajak Vincent menarik pinggang Grecia duduk di kursinya. Dengan senyuman manisnya Grecia mengkuti langkah Vincent dan duduk di sisinya, sesekali Grecia melihat ke bawah, memperhatikan beberapa wanita terutama Cyntia yang menatap dirinya dengan tatapan tajam penuh permusuhan. Keluarga bangsawan tidak mudah didekati, apalagi untuk disentuh meski mereka berada di lingkaran yang sama. Tidak mudah menemukan pasangan yang sekelas dan lajang. Tidak mengherankan Vincent yang bebas menjadi incaran banyak perempuan.. Vincent adalah kandidat yang memiliki nilai hampir sempurna meski tidak mudah untuk di ajak serius, justru semakin sulit untuk di dapatkan, itu menjadi tantangan menyenangkan. Vincent menegakan tubuhnya untuk melihat ke bawah melalui pagar kaca, melihat kedatangan seorang perempuan bergaun putih dengan sebuah topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Perempuan misterius itu melangkah dengan anggun di atas panggung dan membungkuk memberi hormat. Everly mendekati dua kain sutra yang menjutai panjang berwarna merah, kontras dengan pakaiannya yang berwarna putih. Suara alunan musik mulai terdengar. Wajah Everly terangkat melihat ke atas, tangannya yang indah menyentuh kain sutera itu seperti sesuatu yang sangat dia cintai. Gerakannya yang lembut dan kuat meliuk indah bak selembar bulu yang terbang di udara, Everly bergerak naik ke atas ketinggian dengan tangan ramping dan kaki jenjang membelit kain. Alunan musik yang lembut terdengar lebih kuat tatkala Everly melepaskan tangannya yang otomatis membuat tubuhnya terayun di udara dengan kaki terbelit di masing-masing kain sutera dan berputar, mengibarkan sisa-sisa kain merah dibawahnya. Kain sutra merah berkibar menyapu lantai dengan cantik di setiap gerakan yang di ambil, tubuh Everly terayun jatuh ke lantai dengan begitu lembut. Kaki telanjangnya bergerak berlari, kembali melompat naik ke atas. Wajah Vincent terangkat, melihat ekspresi cantik dibalik topeng yang dikenakan Everly. Sorot matanya begitu tajam dan bibirnya yang terpoles lipstick merah menyala itu mengukir senyuman, helaian rambutnya berwarna putih itu berkibar disetiap kali tubuhnya meliuk. Kibaran merah kain yang menjuntai menggulung lebih banyak tubuhnya yang ramping. Tanpa sadar Vincent menahan napasnya begitu Everly berjalan di udara dengan kedua tangan terikat, lalu terjatuh dalam putaran cepat, dan kakinya menyapu lantai lagi. Eksistensi Everly yang kuat membuat para penonton tidak dapat mengalihkan sedikitpun pandangan mereka dari keberadaannya dan mereka sampai lupa bahwa penari itu sudah menyelesaikan pertunjukannya. Vincent berdiri melihat lebih dekat bersama sebuah tepuk tangannya, pria itu tidak mengalihkan pandangannya dari sepasang mata indah yang tersembunyi di balik topengnya. Everly membungkuk di hadapan semua orang untuk menutup pertunjukannya, gadis itu mundur kembali ke belakang tidak mempedulikan beberapa orang yang memintanya melakukan satu pertunjukan lagi. Kepergian Everly tidak lepas dari perhatian Vincent. Vincent sadar, dia bukan satu-satunya pria yang memperhatikan kepergiannya karena terpesona. Perempuan itu tidak hanya berbakat, tapi kecantikannya juga sudah benar-benar mencuri perhatian. Orang-orang akan penasaran dengan wajah di balik topengnya meski dia muncul menunjukan diri tidak lebih dari delapan menit lamanya. Lampu-lampu di sekitar kembali menyala begitu para petugas selesai memberishkan panggung. Vincent menghampiri Helian yang kini sudah bersiap-siap akan pergi. “Kau tahu siapa namanya?” tanya Vincent. Helian tersenyum meremehkan. “Kau bisa mengajaknya berkenalan secara langsung jika dia mengizinkan.” *** “Pekerjaan bagus, aku akan mengirim bayaranmu malam ini,” sambut Justin di depan pintu keluar dengan senyumaan puasnya. Di ambilnya sebuah jubah penutup dan memberikannya kepada Everly. “Terima kasih,” ucap Everly mengenakan jubahnya. Inilah alasan besar Everly mau bekerja di tempat seperti ini, selain bayaran yang besar, Justin bertindak professional dan menjaga keselamatan Everly yang rentan mengalami pelecehan karena kebanyakan penari di tempat hiburan selalu dipandang seperti p*****r. “Pergilah dan ganti pakaianmu,” titah Justin. Everly mengangguk patuh, gadis itu melangkah cepat pergi menuju tempat berganti pakaian, pekerjaannya malam ini sudah selesai dan dia harus segera berganti pakaian. Tempat berganti pakaian yang tidak jauh dari ruangan tempatnya menghibur membuat Everly bisa dengan cepat sampai. Langkah Everly tiba-tiba terhenti, cukup jauh dari pintu masuk begitu gadis itu melihat seorang pria berdiri di depan pintu. Vincent, pria itu tidak main-main dengan rasa penasarannya dan di tidak membuang waktu untuk melihat penari itu lebih dekat. Dalam langkah yang begitu tenang Vincent mendekat, dengan terang-terangan pria itu melihat penampilan Everly yang kini sudah memakai jubah. “Boleh berkenalan? Aku suka pertunjukanmu.” To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD