Situasi Yang Sama

1528 Words
Bella membuka matanya pelan setelah melihat seberkas sinar matahari pagi masuk melalui celah gorden yang sedikit terbuka. Ada sesuatu yang membuatnya terkejut. Ini bukan kamarnya. "Pagi, Bell," Bella terkejut mendapati Daniel setengah telanjang dan terbaring di samping sambil tersenyum lebar. "Kenapa aku bisa ada di sini?!" tanyanya yang spontan menarik selimut menutupi dadanya yang sama seperti Daniel, topless. Daniel mengangkat sudut bibirnya sebelah. "Apa kamu lupa tadi malam kamu mabuk dan kita--" "s*x?! Apa kita melakukan itu?" tebak Bella yang otomatis mengintip tubuhnya dari balik selimut. Naked. Tak ada sehelai benang pun yang menempel kecuali selimut. Daniel bangkit, membelakangi Bella menutupi tubuh polosnya dengan kimono lalu berbalik memandang Bella yang tak sabar menunggu jawaban. "Sebaiknya kamu mandi," katanya melempar kimono. "Kalau sudah selesai kita sarapan, terus aku anterin kamu ke kantor." "Kantor?!" Mata Bella melotot dan spontan melihat arloji. "Jam tujuh?! Aduh, aku bisa terlambat!" Ia pun bergegas bangkit menutupi tubuhnya dengan kimono lalu berlari ke kamar mandi. ❤❤❤ "Itu cocok buat kamu," puji Daniel melihat Bella mengenakan setelan yang sudah ia siapkan ketika Bella sedang mandi tadi, hanya kemeja salur dan rok hitam panjang selutut. "Memangnya ini baju siapa?" Bella penasaran Daniel menyimpan baju wanita di apartemennya. Apalagi setelan itu bukan baju murah tapi branded. "Itu gak penting. Ini, makan dulu sarapannya," Daniel menyodorkan piring berisi roti tawar yang sudah diberi selai di dalamnya. Bella memakan dan mengunyahnya cepat. Bukan karena mengejar waktu tapi perutnya terasa lapar karena tadi malam melewatkan makan malamnya hanya untuk memenuhi undangan Daniel. "Pelan-pelan, nanti tersedak," Daniel mengingatkan lalu menyodori segelas s**u. Bella meneguk s**u sampai setengah gelas dan melanjutkan dengan roti lagi. "Kamu gak makan tadi malam?" Bella menggeleng. "Aku buru-buru ke sini tadi malam," jawabnya sambil mengunyah. Daniel menggeleng. "Kalau tau kamu mau ke sini, aku pasti sudah siapin makan malam dan mengusir mereka," katanya serius. Bella terdiam lalu memandang Daniel. "Bukannya kamu mengundang aku cuma pura-pura jadi pacar di depan mereka?" "Gak." "Terus apa?" "Mengajak kamu makan malam, tapi mereka datang dan merusak semua rencana aku," jawab Daniel yang kecewa pada keenam temannya. Bella menyeka bibir dengan tisu dan memandang Daniel lagi, tapi kali ini serius. "Kenapa kamu pede ngajak aku makan malam? Kamu kan belum kenal siapa aku sebenarnya. Dan ini ...," Bella memamerkan cincin tunangan di jari manis. Daniel tertawa. "Memangnya kenapa kalau kamu sudah tunangan? Kan baru tunangan belum nikah. Sedangkan yang sudah menikah saja bisa cerai, apalagi baru tunangan," sahutnya tanpa merasa bersalah sudah mengajak tunangan orang lain singgah di unit apartmennya. Tangan Bella mengambil sebungkus rokok dari dalam tas lalu menyalakan sebatang. "Apa kamu sering meniduri tunangan orang lain?" "Gak. Kamu yang pertama," Daniel menjawab sambil tersenyum lebar. "Pacarmu?" tanya Bella lagi. Daniel menggeleng, "Gak punya," "Apa kita benar melakukan itu tadi malam?" Bella terus mendesak Daniel. "Kamu lihat saja satu bulan lagi." Daniel menjawab sambil mengenakan jaket. Bella mengerutkan dahi, "Maksud kamu?" Kali ini Daniel terpaksa menjelaskan ke Bella. "Kalau hamil berarti itu hasil yang tadi malam. Itupun kalau ... kamu gak ngelakuin hal yang sama dengan tunangan kamu," jawabnya lalu terkekeh. Untuk sejenak Bella terdiam lalu bangkit. "Itu gak bakalan mungkin aku ngelakuin sama gay kayak--" Ia menutup mulutnya cepat dan berharap Daniel tak mendengar kata 'gay'. "Gay? Tunanganmu, Gay?" Daniel memastikan lalu tertawa. "Lupain aja, itu gak ada hubungannya sama kamu!" Bella menyesal keceplosan membuka aib Bastian. "Yang jelas sekarang anterin aku ke kantor. Aku sudah terlambat," pintanya yang bergegas mematikan rokok dan menyandangkan tas di bahu lalu berjalan ke arah pintu. Daniel menggeleng sambil tersenyum sinis mengikuti Bella. "Gay? Ck, ck, ck ...," Tangan Bella membuka knop pintu dan terkejut melihat Meg berdiri di balik pintu memandangnya kaget. "Itu kan ...." Meg menunjuk kemeja yang Bella kenakan. Daniel menggenggam tangan Bella lalu menariknya keluar pintu. "Ayo kita pergi." Meg berbalik. "Daniel itu baju aku!" teriaknya melihat Daniel dan Bella yang melangkah panjang menuju pintu lift. Tangan Daniel melambai. "Nanti aku beliin yang baru," sahutnya lalu masuk ke dalam lift. "s**t!" Meg kesal melihat pintu lift tertutup setelah Daniel tersenyum dan melambai ke arahnya. Lift itu berjalan membawa mereka ke lantai bawah. "Apa benar ini baju Meg?" tanya Bella menarik sejumput kemejanya. "Ya." Bella menyipitkan mata memandang Daniel penuh curiga. "Kamu bilang kalau kamu jomblo. Lalu kenapa baju dia ada di apartemen--" "Dia adik aku." Daniel menjawab cepat. Kedua mata Bella membulat. "What? Adik? Aku gak menyangka kalau dia adik kamu. Aku pikir dia gebetan kamu atau pacar, tapi kenapa melihat aku seperti lihat musuh?" tanyanya yang tidak menyangka Meg yang kerap bersikap ketus ternyata adik kandung Daniel, walau diperhatikan wajah mereka memang mirip, kebule-bulean. "Iya, adik kandung aku. Maaf kalau dia kasar ke kamu. Sebenarnya dia baik kok, cuma kalau sama orang yang baru dia kenal memang begitu sikapnya. Pokoknya kamu banyak sabar ngadepin dia," pinta Daniel. Tawa Bella pecah. "Sabar? Memangnya apa hubungannya aku sama dia? Aku bukan kakak iparnya dan aku juga bukan pacar kamu," Ia tidak peduli dengan sikap Meg dan berharap itu adalah pertemuan terakhir mereka. Daniel mengangguk setuju. "Iya juga ya ... kecuali kamu menikah sama aku," "Itu gak mungkin, Dan. Aku sudah tunangan dan--" "Tunanganmu yang gay itu? Kamu mau menikahi gay?" Daniel tertawa lagi mengingat tunangan Bella yang gay. Bella mengangguk serius. "Ya. Aku akan menikahi dia bulan besok," Daniel melepaskan genggamannya karena baru tahu. "Oh …" ❤❤❤ "Lepaskan aku!" Daniel menepis kasar dari genggaman wanita cantik ketika tiba di basement. Tatapannya penuh kebencian melihat wanita berambut panjang, tubuh tinggi semampai dan berwajah cantik bak selebritis Kylie Jenner. Takkan ada pria normal yang menolak wanita secantik itu kecuali Daniel. "Dengar ya," Daniel menunjuk wajah wanita itu seperti menodongkan pistol. "Aku sudah punya pacar sekarang. Jadi, kamu jangan ganggu aku lagi! Sekali lagi kamu minta ketemuan, aku bakal kasih tau si Pedro!" Ancamnya serius. Wanita itu menggeleng dan setengah tertawa. "Itu bohong! Aku gak pernah lihat kamu jalan sama wanita lain selain Meg, Dan. Aku yakin kamu pasti masih sayang aku!" katanya yang tidak takut ancaman Daniel. "Aku gak pernah bohong, Felly. Bulan depan aku akan menikahi pacarku. Kalau kamu gak percaya, silahkan tunggu undangan dan aku tunggu kamu datang ke acara pernikahan kami. So, dari sekarang lupain aku!" Balas Daniel lagi dan langsung berjalan mendekati mobil model SUV pabrikan Jepang berwarna putih yang terparkir di barisan paling depan ujung kanan. "Oke, aku akan datang ke acara pernikahan kamu dan merusaknya. Kami tunggu itu, Daniel!" teriak wanita yang bernama Felly tadi lalu berbalik dan berlari kecil menuju lift dengan wajah merah padam karena kesal. "Damn!" Daniel geram tanpa menoleh ke belakang. Beberapa jam kemudian, Restoran Perancis - Jakarta Selatan Daniel menyeka bibirnya setelah menghabiskan makan malam bersama pria paruh baya di sebuah restoran yang sudah setahun tak ia kunjungi. Restoran yang terkenal dengan Foie gras terlezat di Indonesia begitu juga Escargot nya, adalah dua menu andalan dan favorit Daniel untuk santapan makan malam seperti yang baru saja ia habiskan beberapa menit yang lalu. "Kapan kamu mengenalkan dia ke Papa?" tanya pria paruh baya itu pada Daniel. Daniel duduk bersandar kekenyangan. "Minggu besok. Itupun jika dia tidak sibuk," jawabnya santai. Pria itu menyipitkan mata. "Kamu gak membohongi Papa lagi kan?" "No." Daniel menggeleng lalu tertawa sebentar. "Tentu tidak, Bapak Albert Wijaya," jawabnya meyakinkan Albert, meski umurnya sudah tidak muda, ayahnya terlihat gagah dan tampan dengan wajah bulenya. Kepala Albert terangguk. "Oke, kali ini Papa percaya omongan kamu, tapi kalau kamu bohong ...." Albert menatap serius Daniel. "Kamu bersiap-siap tinggalkan Indonesia dan tinggal di Paris lagi. Paham?!" Ancamnya tanpa tersenyum sama sekali. Menutupi kecemasannya, Daniel mengangguk dan tersenyum tipis. "Siap, Komandan!" Menjawab lugas pada Albert yang bangkit dari kursi. "Kalau begitu Papa pulang dulu. Makan malam ini kamu yang bayar, oke?!" Albert pamit. Merasa tidak keberatan, Daniel mengangguk. "Oke, Pa. Hati-hati di jalan," katanya melihat Albert beranjak meninggalkannya di restoran. Daniel mengusap wajah dengan kedua tangan sambil mengeluh. "Minggu besok?! Aku pasti sudah gila! Siapa yang harus aku bawa?" Ia berpikir sebentar dan tak lama tersenyum. "Bella!" ❤❤❤ Sabtu, 16.30 WIB. "Maaf aku terpaksa minta bantuan kamu, Dan," Bella memulai percakapan saat baru saja menaiki mobil Daniel yang berhenti di depan lobi apartemen. Daniel melajukan mobil pelan, tapi baru saja berjalan 20 meter ia menghentikan mobilnya mendadak. "Ada apa, Dan? Apa mobil kamu mogok?" Bella cemas dan langsung melihat Daniel yang serius. "Apa kamu sudah membatalkan pertunangan?" tanya Daniel yang tiba-tiba menghujamnya dengan pertanyaan yang tidak ingin ia bahas. "Eh?" Kedua mata Bella melirik ke kanan dan kiri mencari jawaban. Untuk menghadiri acara makan malam dengan tema membawa calon suami ke rumah ayahnya terpaksa meminta bantuan Daniel, pria satu-satunya yang ada di pikiran Bella sekarang. Namun, mendengar pertanyaan Daniel, membuatnya bingung menjawab. Bagaimanapun juga Daniel hanya calon suami sehari saja dan mungkin ia berhak tahu status 'jomblonya' sekarang, yang menjadi alasan bukan membawa Bastian melainkan Daniel Wijaya. Pria yang baru ia kenal seminggu yang lalu. Bella menghela napas berat lalu mengangguk. "Ya sebulan yang lalu. Kenapa? Apa kamu gak bisa bantu aku?" tanyanya serius. Jantungnya berdebar kencang membayangkan pulang ke Bekasi tidak menepati janji pada Robert Orzo, si pria paling temperamen di Indonesia. Daniel mendekati Bella yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya sambil tersenyum lebar. "Bagaimana kalau kita menikah?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD