Deviation CEO Bagian Dua

1256 Words
"Siapa namamu?" tanya Sean dengan mata yang tak ia alihkan dari jalanan di depannya. "Seravhina. Tuan, kenapa kau memberikan uang itu pada Jeremy? itu tidak masuk akal! Hutangku padanya tak sebesar itu," sahut Sera. Sean hanya terdiam tak menjawab. Pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu dipikirannya hingga tak menghiraukan racauan Sera. Gadis itu hanya menatapnya sendu, menunggu jawaban dari pria yang tak dikenalnya itu. "Aku akan mengantarmu pulang!" cetusnya. "Tapi tuan, bagaimana aku harus membayar uang yang sudah kau berikan pada Jeremy? Aku tidak ingin berhutang." "Aku akan memikirkan dengan cara apa kau harus membayar uang itu. Jika kita bertemu lagi, aku akan memberitahukannya," sahut Sean. Mobil sport hitam itu berhenti tepat didepan sebuah gang kecil yang nampak kumuh. Sean melepas sabuk pengamannya dan hendak keluar dari dalam mobil, tetapi satu tangan kecil itu memegangnya dan membuat dirinya menoleh pada gadis di sisinya. Menyadari tatapan dari Sean, seketika Sera melepaskan genggamannya. "Maaf, Tuan," gumamnya. "Ada yang ingin kau katakan?" tanya Sean. "Bagaimana aku harus membayar kembali uangmu? Aku tidak ingin berhutang yang sangat besar padamu," tanya Sera lagi. "Aku sudah katakan, aku akan memikirkannya terlebih dahulu. Jika kita bertemu lagi, aku akan memberitahumu bagaimana kau harus mengembalikan uang itu," sahut Sean. Sera menunduk dan merasa tidak enak pada pria dihadapannya saat ini. Ia juga berpikir keras bagaimana cara mengumpulkan uang sebanyak itu untuk mengembalikan pada Sean nanti. Seakan Sean dapat membaca apa yang sedang gadis itu pikirkan, Sean menatap gadis itu kembali. "Kau tak usah khawatir, aku tidak meminta kau mengembalikan uangku. Aku akan meminta yang lain selain uang suatu saat nanti. Entah kenapa, Firasatku kita akan bertemu lagi," ujarnya. ***  "Arthur, kita bertemu di markas Black Eagle sekarang!!" ujar Sean. "Ah ... bisakah kita bertemu besok? Aku sedang bercinta dengan Sabrina," sahutnnya dari sebrang telepon. "Sayang ... hentikan, kau membuatku geli," terdengar suara seorang wanita disamping Arthur. "Ini mengenai Axelo. Aku tunggu di markas, satu jam dari sekarang!" tutup Sean seraya melepaskan wireless earphone dari telinganya dan menaruhnya diatas jok mobil. Mobil Sport itu kini berhenti disebuah gedung besar sepuluh lantai yang bertuliskan Elias Grup yang tak lain adalah perusahaan milik Sean. Pria itu melempar kunci mobil pada seorang valet yang masih berjaga lalu berjalan masuk kedalam gedung.  Pria itu memasuki lift. Ketika lift tertutup, Sean menyentuhkan jarinya pada tombol rahasia yang jika terdeteksi sidik jari Sean, Arthur dan Frans akan menyala dan mengeluarkan serangkaian tombol untuk memasukkan sebuah kata sandi agar lift berjalan menuju ruang rahasia milik Sean, dan secara otomatis pula cctv terputus. Ting... Terdengar suara dentingan lift yang menandakan Sean tiba di ruang bawah tanah. Ketika lift terbuka, pria itu disuguhkan sebuah pintu kaca berukuran besar dan terkunci rapat. Ia menyentuhkan kelima jarinya pada pintu kaca tersebut, dan secara otomatis tersensor hingga pintu terbuka. Lantai ruang rahasia berteknologi canggih itu didesain khusus dalam segi keamanan. Seluruh dinding dari kaca kedap suara, kaca yang tak dapat ditembus peluru dan bahkan takkan hancur dengan bom sekalipun. Sean berjalan memasuki sebuah ruang dengan berbagai peralatan canggih untuk mencari berbagai informasi yang dibutuhkannya.  Sean merebahkan tubuhnya sesaat diatas tempat tidur untuk dirinya beristirahat sejenak.  "Seravhina ... Seravhina ..." gumamnya berulang menyebut nama wanita yang baru ia temui tadi. Dirinya sangat penasaran pada gadis itu. Firasatnya selalu mengatakan wanita itu bisa menjadi pembuka segalanya, tetapi Sean bingung dengan firasatnya sendiri. Tiba-tiba terdengar suara dua orang sedang berbincang masuk kedalam ruang rahasia.  "Kalian telat dua menit!" celetuk Sean. "Kau benar-benar mengganggu waktu bercintaku dengan Sabrina," gerutu Arthur. "Haaahhh ... Aku lelah sekali," keluh Frans. "Kau kenapa?" tanya Arthur. "Hari ini, rumah sakit lebih banyak kedatangan pasien darurat hingga aku sangat kelelahan," sahut Frans. Ya ... Mereka adalah dua orang kepercayaan Sean. Mereka berteman sejak kecil hingga sekarang. Arthur si otak jenius, seorang peretas hebat yang sangat dipercayai Sean untuk menyelami seluruh data yang dibutuhkan agar dapat menemukan apa yang sedang mereka cari. Sedangkan Frans, seorang dokter ahli bedah umum dan ahli bela diri. Bahkan, tak jarang ketua tim pasukan khusus dan badan pemerintahan meminta pertolongan pada Sean dan para tangan kanannya itu untuk menemukan atau bahkan bekerja sama menangkap para buronan interpol.  Sean kini duduk di samping Arthur yang sedang membuka laptopnya diatas meja. "Ada apa kau menyuruh kami datang kesini malam-malam begini?" tanya Arthur. "Aku bertemu Axelo di W Coffe," ujar Sean. "Lalu?" tanya Frans. "Sepertinya mereka kembali memulai aksinya," "Virus nipah?" tanya Arthur. Sean mengangguk.  "Darimana kau tahu?" tanya Frans. "Seorang barista W Coffe yang kini menjadi sasaran mereka. Aku sangat penasaran dengan gadis itu. Bisa kau mencarikan informasi tentang dia?" tanya Sean. "Apa kau sekarang kembali bermain-main dengan para wanita, Sean?" tanya arthur. "Kau benar-benar gila, Arthur. Cepat carikan informasi mengenai gadis itu!!" titah Sean. "Siapa namanya?" "Seravhina," "Wow ... nama yang unik. Gadis yang penuh semangat," ujar Frans mengartikan nama Sera. Arthur hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis melihat kelakuan temannya itu. Pria itu mulai mengetikkan beberapa kombinasi abjad dan numerik di layar laptopnya dengan cepat hingga beberapa informasi dan dan foto-foto Sera terpampang di layar laptopnya. Arthur mengetik kembali beberapa numerik, dan hasil pencariannya kini berada pada layar besar di hadapan mereka.  Frans yang sedang berbaringpun terbangun untuk melihat hasil temuan Arthur kali ini. "Bukankah dia anak dari wanita itu?" tanya Frans. Seketika, Sean dan Arthur menoleh menatap Frans yang kini berdiri disamping Sean. "Kau mengenalnya?" tanya Sean. Frans mengangguk. "Ibunya pernah dirawat di rumah sakitku dan Axelo pernah mendatanginya,"  "Lalu?" tanya Sean menuuntut penjelasan yang lebih. "Wanita yang menaruh super microchip." Sean berpikir sejenak. "Super microchip yang digunakan sebagai kata sandi?" tanya Sean. Frans mengangguk, sedangkan Arthur kembali mengutak atik laptopnya lalu menemukan sesuatu. "Claudia, wanita yang bekerja di laboratorium BrainLab selama enam tahun itu harus berhenti bekerja karena kegagalan uji klinis percobaan mereka. Claudia menemukan kelemahan dari virus yang berhasil mereka mutasi, tetapi sayangnya Axelo tak mempercayai apa yang dikatakan Claudia dan tetap melakukan percobaan tersebut," jelas Arthur. Sean mengerutkan dahinya dengan sebelah tangan mengusap dagu. "Apa kelemahannya?" "Darah emas," sahut Arthur. "Apa itu?" tanya Sean. "Jika istilah kedokteran disebut Golden Blood atau darah emas. Darah manusia mungkin terlihat sama oleh semua orang, tetapi sebenarnya sangat berbeda. Pada permukaan setiap sel darah merah kita, kita memiliki hingga 342 antigen, molekul yang memicu produksi protein khusus tertentu yang disebut antibodi. Antigen inilah yang menentukan jenis darah seseorang. Sekitar 160 antigen ini dianggap umum pada dasarnya, artinya mereka ditemukan pada sel darah merah kebanyakan manusia di bumi ini. Jika satu orang yang kekurangan antigen ditemukan dari 99,99 persen orang dipermukaan bumi ini, maka darah mereka dianggap sangat langka. Sistem Rh, atau 'Rhesus' memiliki 61 antigen. Tidak jarang manusia kehilangan salah satu antigen ini, bahkan ada yang kehilangan semua antigen 61 Rh, dan itulah yang dinamakan Rh Null atau yang Arthur sebut tadi, Darah emas," jelas Frans. "Virus nipah yang sudah dimutasi oleh mereka menjadi lebih ganas itu ternyata tidak mampu hidup pada golongan darah langka tersebut. Tetapi sayangnya, pemilik darah tersebut bahkan takkan pernah bisa hidup sejak dalam kandungan apalagi hingga dewasa," lanjut Frans. Tiba-tiba Arthur menoleh dan menatap Frans dengan wajah mengejek. "Apa kau berani taruhan jika tak ada orang didunia ini yang memiliki golongan darah itu?" tanya Arthur. "Ya! aku berani, karena study di dunia kedokteran sampai saat ini belum menemukan embrio dengan darah emas yang bisa hidup dalam rahim seorang wanita," sahut Frans. Arthur tertawa penuh kemenangan. "Apa taruhanmu?" tanya Arthur. "Kau bisa membawa salah satu koleksi mobil sportku," tantang Frans. Pria itu lantas mengutak-atik kembali keyboard laptopnya, memasukkan beberapa abjad dan numerik hingga satu data terpampang di layar besar. "Wanita itu, pemilik darah emas yang dicari oleh Axelo." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD