Deviation CEO Bagian Tiga

1204 Words
Setelah perbincangannya dengan Arthur dan juga Frans selesai, Sean kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dalam ruang rahasia markas Black Eagle. Pria tampan itu kembali melemparkan bola kasti ke atas lalu menangkapnya, dan mengulang kegiatan tersebut sembari memikirkan sesuatu. Arthur yang nampak sedang larut dalam dunia game yang diciptakannya dengan Frans, menoleh sesaat ke belakang, saat mendengar satu hembusan napas panjang yang terdengar begitu berat dari Sean. “Apa yang kau pikirkan?” tanya Arthur. “Seravhina. Entah kenapa, aku merasa akan bertemu dengannya lagi,” gumam Sean. “Apa kita akan mencari wanita itu?” tanya Frans. “Bukan mencari, lebih tepatnya kita harus melindungi wanita itu dari Axelo,” sergah Sean. “Tanpa harus menunggu perintah dari Orkus?” tanya Arthur lagi. “Aku akan memberitahunya jika dalam kondisi genting. Kita tetap harus mengawasi wanita pemilik golden blood itu. Jangan sampai, Axelo mendapatkannya lebih dahulu dari kita,” sahut Sean. Arthur yang baru saja kalah dalam permainan seketika melempar joystick ke sembarang tempat. “Hahahaha … Kau kalah telak, Tuan Arthur!” goda Frans di sela gelak tawanya. “Kau benar-benar menyebalkan, Frans!” gerutu Arthur seraya bangkit dari posisinya. Belum sempat Arthur merebahkan tubuhnya di atas sofa, sebuah dering ponsel tiba-tiba saja mengejutkannya, dan membuat Arthur seketika terperanjat dan menoleh mencari asal suara. Sang pemilik ponsel berdering itu tertawa sangat keras melihat raut wajah Arthur yang sangat kesal. Sean merogoh ponsel tersebut dari dalam saku jaket kulitnya lalu melihat siapa orang yang meneleponnya selarut ini. Pria itu seketika menyeringai lalu memperlihatkan layar ponselnya yang menyala kepada kedua temannya. “Terkadang aku berpikir … apa jangan-jangan Orkus selalu mengintai dan mendengar segala rencana kita?” celetuk Arthur seraya menengadahkan kepalanya ke atas dan menatap sekeliling ruang rahasia tersebut. Sean yang mendengar dan melihat tingkah temannya itu seketika tertawa kecil sembari menggeser tombol hijau ke atas lalu menempelkan ponsel tersebut pada telinganya. “Apa radar di kepalamu sedang berfungsi, Orkus?” tanya Sean. “Kau pasti sedang membicarakan sebuah rencana tanpa memberitahukannya padaku!” tebak Orkus dari seberang panggilannya. “Ada apa kau menghubungiku selarut ini?” tanya Sean. “Ini tentang Axelo … sepertinya mereka memulai kembali rencana virus nipah yang sempat tertunda saat itu,” sahut Orkus dengan serius. Sean menatap pada Arthur dan juga Frans secara bergantian, lalu mengulas senyum. “Dan mereka sepertinya menemukan pemilik Golden Blood, yang mereka cari sebagai obat penawar dari virus nipah tersebut,” timpal Sean. “Sepetinya kau menemukan sesuatu, Elias!” ujar Orkus menyelidik. “Datanglah besok ke gedung Elias Grup! Kita bicarakan di ruang rahasiaku. Aku tidak ingin, hal yang terjadi pada kedua orangtuaku, harus terulang kembali dan terjadi pada orang-orang tidak bersalah,” sahut Sean. "Baiklah, aku akan datang ke kantormu pukul  sembilan pagi, ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan kau dan timmu." Setelah mengatakan itu, Orkus pun memutuskan sambungan teleponnya.  Orkus Alle, seorang kepala tim pasukan khusus di Italia, yang bekerja untuk pemerintah dalam menangani berbagai kasus kejahatan berat. Pria itu juga ikut andil dalam beberapa kasus yang saat ini sedang ditangani oleh badan Interpol dalam proses penangkapan para buronan dan penjahat kelas kakap di Italia. Orkus Alle tak bekerja sendirian. Ia akan meminta bantuan Sean dan anggota Black Eagle, jika pria itu sedang menangani sebuah kasus rahasia yang membutuhkan rencana matang dari otak pintar para mafia terlatih dan terpercaya. *** Pagi yang dingin kembali menyapa kota Roma, Italia. Awan mendung pun ikut serta menghalangi kehangatan sinar matahari pagi. Tetapi hal itu tak mempengaruhi rencana kedatangan Orkus ke gedung Elias Grup. Sebuah mobil mewah Maserati Quattroporte, berhenti tepat di depan pintu gedung utama Elias Grup. Diikuti beberapa mobil van berwarna hitam yang berhenti tepat di belakang mobil mewah tersebut. Seorang pria berusia empat puluh tahunan, mengenakan setelan jas lengkap berwarna coklat tua, berpadu kemeja putih dan dasi polkadot berwarna dasar coklat muda, keluar dari mobil Maserati Quattroporte. Pria itu melepas kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya, lalu tersenyum saat melihat Sean berdiri di depan lobby untuk menyambut kedatangannya. “Wow, kau baru membeli mobil mewah terbaru dari Maserati?” tanya Sean menatap kagum pada moil empat pintu di hadapannya. Orkus tersenyum lalu bersidekap menatap Sean. “Kau bahkan membeli mobil sport terbaru yang dikeluarkan Eighty Automotive milik Rhys!” balas Orkus. “Dari mana kau tahu aku membeli mobil sport baru? Apa kau memata-mataiku, Orkus?” tanya Sean.   “Rhys yang memberitahukannya padaku saat aku memesan mobil yang sama denganmu untuk anakku. Untuk apa aku memata-matai mafia gila sepertimu, Elias!” gerutu Orkus. Sean seketika tergelak melihat raut kesal dari wajah Orkus. Pria dengan rahang tegas itu mengulurkan tangannya ke sisi lain untuk mempersilahkan Orkus berjalan menuju lift khusus bersamanya. “Bisa kau menyuruh anak buahmu untuk kembali dan tidak membuat gaduh seisi gedung Elias? Sebentar lagi para karyawanku tiba, aku tidak ingin mereka ketakukan melihat para pasukan khusus bersenjatamu itu menjaga di depan gedungku!” ujar Sean setengah berbisik. Orkus yang sedang berjalan menoleh ke belakang lalu menyeringai. “Maximus! Perintahkan tim pasukan khusus untuk kembali ke markas! Aku bersama orang-orang terlatih dari Black Eagle, mereka takkan mungkin membunuhku! Benarkan Elias?” goda Orkus. Sean memutar bola matanya seraya menyeringai. “Jika kau tidak membayarku, sudah pasti aku akan membunuhmu, Dewa Orkus!” balas Sean. “Hey! Namaku Orkus Alle, bukan Dewa Orkus!” sergah pria itu. Maximus yang tak lain adalah tangan kanan Orkus seketika menghentikan langkahnya lalu membungkuk pada Orkus dan Sean sebagai tanda bahwa ia menerima perintah, lalu berbali meninggalkan gedung Elias Grup. Sean dan Orkus segera memasuki lift khusus berteknologi tinggi, yang letaknya berada di sudut lobby. Pria itu menyentuhkan jari telunjuknya, hingga serangkaian tombol rahasia berwarna merah muncul pada dinding kapsul lift tersebut. Orkus berdiri bersandar dengan kedua tangan terlipat di atas d**a. “Apa kau merancang lift ini sendiri?” tanya Orkus penasaran. Matanya terus memperhatikan, apa yang sedang Sean lakukan. Sean menoleh ke belakang sesaat lalu kembali menekan tombol-tombol kombinasi password untuk menuju ruang rahasia di lantai bawah. “Aku merancangnya bersama dengan Rhys, Miller dan ahli teknologi dari Eighty Automotive. Aku mengeluarkan uang yang sangat besar demi mendesain ruang rahasia di lantai bawah,” sahut Sean. “Sejak kapan kau mengenal mafia Sygma?” tanya Orkus semakin penasaran. “Saat kami bertemu di Pacific Grove untuk penangkapan buronan Interpol saat itu. Kami bekerja sama pada misi itu, Rhys membutuhkan chip dalam tubuh Cheetah, dan aku harus menangkap Arthes,” jawab Sean. Belum sempat Orkus mengajukan pertanyaannya lagi, pintu lift terbuka. Sean segera menyentuhkan kelima jemarinya pada pintu kaca hingga terbuka. Di dalam ruang rahasia tersebut, Frans dan Arthur nampak sedang sibuk melihat sesuatu dari layar komputer di hadapannya. Sean dan Orkus saling melempar tatap lalu segera menghampiri kedua orang tersebut. “Apa yang kau lihat?” tanya Sean. Arthur dan Frans menoleh ke belakang lalu kembali menatap layar komputer. “Aku tahu alasannya, kenapa anak dari Claudia bisa hidup!” ujar Frans. “Maksudmu … Seravhina?” tanya Sean memastikan. “Claudia menyuntikkan sebuah obat temuannya demi memperkuat janin dalam kandungannya yang didiagnosa memiliki Rh Null atau darah emas. Wanita itu sendiri tidak menyangka, jika obat penguat temuannya mampu membuat janin dalam kandungannya tetap hidup dan berkembang sangat baik dalam rahimnya,” terang Frans. Orkus yang mendengar nama Claudia disebutkan seketika mengerutkan dahinya. “Sebentar … apa Claudia yang kalian maksud adalah wanita jenius dari laboratorium BrainLab?” tanya Orkus. Sean menoleh ke sisi kanannya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya … dan kami menemukan orang berdarah emas, yang tak lain adalah putri dari wanita itu,” sahut Sean. “Penetral virus nipah?” tebak Orkus. Sean menganggukkan kepalanya. “Dan saat ini, gadis itu menjadi salah satu incaran Axelo De Forc.” ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD