Tiara adalah seorang putri dari Kerajaan Silverian, ia anak tunggal, dan merupakan calon ratu. Kehidupannya sangat sempurna, dan juga menyenangkan.
Ayahnya yang merupakan raja adalah seseorang yang bijaksana, sedangkan ibunya adalah ratu yang sangat penyayang. Keduanya benar-benar dicintai oleh rakyat di tempat itu, dan mereka juga memiliki banyak sekali pengikut setia.
Tiara dijodohkan dengan salah satu anak perdana menteri di negeri itu, dan itu terjadi juga karena hubungan Tiara dengan pria itu sudah begitu dekat.
Ashen, seorang pria yang begitu dingin, tetapi saat bersama Tiara ia akan hangat dan memberikan senyuman terbaiknya. Ashen juga selalu menjaga Tiara, melakukan semuanya untuk kebahagiaan gadis kecilnya itu.
Pada hari pernikahannya dan Ashen, Tiara menemukan fakta yang sungguh menarik. Hal yang membuatnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, dan hal yang membuatnya sangat kecewa. Begitu sakit … sampai Tiara tak ingin mengingatnya lagi.
Baiklah … kembali lagi ke masa sekarang, masa lalu yang tiba-tiba saja kembali, dan membuat Tiara kebingungan.
Tiara hanya bisa terpaku, ia menatap seorang pria yang kini sedang berdiri dengan posisi sambil bersandar pada salah satu pilar menuju ke ruang takhta, pria yang ia cintai, dan pria itu juga orang yang menjadi suaminya di masa depan.
“Putri Tiara, aku sudah lama menunggumu,” ujar pria itu. Ia tersenyum, lalu perlahan mendekat ke arah Tiara. “Putri, apa kamu merasa senang? Kita sudah bertunangan, dan aku akan semakin dekat serta bisa selalu menjagamu.”
Ashen meraih tangan Tiara, ia kemudian menciumnya dengan mesra, dan kembali berdiri tegak. “Ada apa, Putri?”
Tiara merasa kepalanya sakit, sebenarnya … apa yang terjadi? Kenapa dia kembali pada masa lima tahun lalu?
Ashen yang melihat tingkah Tiara merasa bingung, sedangkan Zulfa yang juga ada di tempat itu merasa ada yang salah dengan tiara.
“Tiara, ada apa denganmu?” Zulfa menatap sepupunya, ia mencoba mencari tahu apa ada yang terasa sakit, atau sesuatu yang membuat Tiara tidak bersemangat.
“Ashen, aku ingin ke kamar. Maaf, ada beberapa hal yang membuat kepalaku pusing.” Tiara langsung saja melepaskan tangannya, ia kemudian langsung meninggalkan Zulfa dan Ashen di tempat itu.
Tiara masih berusaha mencari tahu apa yang membuatnya bisa kembali pada hari ini, apa ia sedang bermimpi di masa depan, dan yang terjadi saat ini hanyalah bunga tidur?
Tapi … kenapa terasa begitu nyata?
Sesungguhnya hal seperti ini begitu menyakitkan, karena ia akan sekali lagi menjalani hari yang berat, dan menjalani kenyataan pahit sampai lima tahun yang akan datang.
“Tiara?”
Wanita itu kemudian menghentikan langkah kakinya, ia menatap ke arah sumber suara, dan melihat ibunya sedang berjalan agak terburu-buru.
“Ibunda?” Tiara menatap tak percaya, yang ia tahu sang ibu sudah tiada lima tahun mendatang, dan sekarang wanita itu berdiri di hadapannya. Ia sangat bahagia, dan ia tak tahu harus mengatakan apa.
“Sayang, Ibunda baru saja ingin mencarimu,” ujar wanita itu.
Tiara yang merasa begitu merindukan wanita itu segera melangkah, ia kemudian memeluk sang ibu, dan menangis dalam diam.
“Sayang, ada apa denganmu?” tanya wanita itu bingung.
“Biarkan seperti ini,” ujar Tiara. Suaranya serak, ia tak bisa mengendalikan diri. Haruskah ia bersyukur atas kejadian ini? Atau ia harus memaki dan kembali pada masa ia sudah tak memiliki seorang ibu di sampingnya.
Sang ibu kemudian membalas pelukan putrinya, ia mengelus rambut Tiara, dan tersenyum hangat. Rasa sayang ia curahkan, rasa cinta ia berikan, dan semua itu berhasil membuat Tiara menjadi jauh lebih baik.
Tiara segera melepaskan pelukannya, ia kemudian menatap wajah ibunya dengan saksama.
“Ada apa?” tanya sang ibu dengan begitu lembut, tidak lupa pula bibirnya tersenyum.
“Aku hanya merindukan Ibunda,” balas Tiara.
“Ya … Ibunda juga merindukanmu, satu detik saja kita berpisah, maka Ibunda akan sangat khawatir, dan merasa rindu.”
Tiara tertawa, ia sering mendengar hal itu, bahkan sebelum ibunya meninggal beberapa tahun ke depan, ia juga mendengar hal yang sama.
“Tiara, kenapa kau tidak menghabiskan waktu bersama Ashen?”
“Ibunda, apa pertunangan ini bisa dibatalkan?”
Sang ibu yang mendengar pertanyaan putrinya menatap bingung. Ada apa dengan anaknya, kenapa meminta hal seperti itu?
“Aku tahu, Ashen mencintai Zulfa, biarkan mereka bersatu. Aku tak ingin terlibat dalam hubungan mereka, aku ingin hidup dengan baik. Meski pun aku akan sakit hati, aku akan menahannya.”
“Apa yang kau bicarakan? Ashen mencintaimu, dan kau juga mencintainya. Bagaimana dia bisa mencintai sepupumu, dan … apa yang terjadi sampai kau berpikir seperti itu?”
Tiara bungkam, tak mungkin ia mengatakan jika dirinya sudah tahu semua kejadian yang akan terjadi lima tahun ke depan.
“Sayang, apa kau terlalu gugup?”
Tiara memijat kepalanya, apa yang harus ia lakukan? Membatalkan pertunangan tanpa adanya bukti adalah hal yang tentu salah di mata banyak orang.
“Tiara … kenapa kau diam?”
Tiara hanya menggeleng. “Ibunda, maaf … mungkin aku begitu gugup, sampai aku membayangkan hal yang tidak-tidak.”
Mendengar jawaban sang anak tentu saja membuat wanita itu merasa geli, sebuah pertunangan memang sesuatu yang membuat gugup, dan mungkin saja Tiara mengalami hal itu karena ia takut Ashen berada di dalam pelukan wanita lain.
“Aku akan beristirahat, maaf tak bisa menemani Ibunda,” ujar Tiara.
“Istirahatlah, Ibunda sangat mengerti dengan rasa gugupmu,” balas sang ibu.
Tiara segera meninggalkan ibunya, ia dengan cepat menuju ke arah kamarnya. Kali ini ia harus menata ulang semuanya, ia harus bisa memikirkan banyak hal, dan ia harus melakukan penyelidikan.
Membunuh rasa cintanya kepada Ashen sejak sekarang adalah saat yang begitu tepat, ia juga akan membongkar rahasia tunangannya dan juga sepupunya.
Tak akan ia biarkan kejadian di masa depan sama dengan sebelumnya, ia akan mengubahnya, ia akan berusaha memperbaiki dan mengumpulkan tiap kepingan yang tak ada dalam kisah hidupnya.
Setelah melangkah cukup lama, akhirnya Tiara tiba di kamarnya. Gadis itu langsung saja membuka pintu, masuk, dan kembali menutup serta menguncinya.
Saat ini ia tak ingin diganggu oleh seseorang, ia akan menyusun sesuatu yang mengubah masa depannya. Ya … bahkan kematian ibunya tidak akan ia biarkan.
“Manusia, bagaimana? Apa kau menikmatinya dengan baik?”
Tiara segera menatap ke segala arah, mencari sumber suara.
“Aku di atas,” ujar suara itu lagi.
Dengan cepat Tiara menatap ke langit-langit ruangan, ia kemudian kaget kala bertemu tatap dengan seorang pria.
“Aku sudah lama menunggumu kembali,” ujar pria itu.
Tiara terlihat panik. “Si-siapa kau?”
“Aku?” Pria itu kemudian turun, ia menghilangkan sayap hitam yang ada di punggungnya, lalu bersedekap dengan tatapan tajam.
“Kenapa kau ada di kamarku?”
“Karena aku malaikat penjagamu,” balas sang pria.
Mendengar jawaban itu membuat Tiara semakin bingung.
“Kau bisa melihatku, karena kau sudah melanggar aturan dunia ini.”
“A-aturan?” Tiara membeo.
Pria itu langsung mendekat, hanya dalam sekejap mata, dan membuat Tiara bertambah kaget.
“Ya … aturan yang seharusnya tidak manusia langgar. Apa kau ingin aku menjelaskannya?” bisik sang malaikat.