8. Secepat ini

957 Words
Manda menuntun Syahilla untuk masuk ke mobil, sedangkan Reza membonceng Darel agar tidak menyamai langkah Syahilla. Darel sudah ingin protes karena bocah itu sangat ingin dekat dengan kakak cantik. “Kamu masih bayi jangan genit!” tegur Reza membuat Darel mendengus. “Kamu ikut Ibu ya, Nak. Ibu carikan rumah kontrakan, kamu tenang saja masalah biaya,” ucap Manda membimbing Syahilla untuk masuk ke mobil. Air mata melesak turun di mata Syahilla. Gadis itu terharu dengan kebaikan wanita paruh baya yang baru dia kenalnya beberapa hari lalu. Reza memasuki mobilnya setelah menaikkan Darel ke sisi samping kemudi karena ibunya ingin di belakang bersama Syahilla. Reza sedikit mematung saat melihat Syahilla terisak di dekapan mamanya. “Ma, ayok tukar posisi!” batin Reza menjerit. Reza ingin sekali menjadi sandaran Syahilla. Melihat mamanya memeluk Syahilla membuatnya iri. Merasa ditatap anaknya, Manda pun langsung mendelik. “Tunggu apa lagi? Ayo jalan!” titah Manda. Reza tergagap dan dengan cepat menstater mobilnya. “Ma, ini ke mana?” tanya Reza. “Cari kontrakan, mama buka hp dulu,” jawab Manda. Manda membuka hp nya untuk melihat kontrakan secara online. Nanti, dia akan menodong Syahilla untuk menceritakan permasalahannya secara rinci. “Kak Syahilla, kakak tau gak kenapa beberapa manusia memiliki wajah yang bersinar?” tanya Darel menolehkan kepalanya ke arah Syahilla. “Karena pakai skincare lah,” celetuk Reza. “Karena menjaga wudlu-nya?” jawab Syahilla sekaligus bertanya. “Betul banget!” ucap Darel mengacungkan jari jempolnya ke Syahilla. Reza mendengus sinis. “Kamu jangan caper jadi anak!” ucap Reza menjitak kepala Darel, gentian Darel yang menatap Reza sinis. Dalam hati Reza sangat malu ketika menyadari kebodohannya yang malah menyebutkan skincare. Kalau dilihat-lihat, wajah Syahilla sedikit kusam, tapi aura gadis itu sangat bersinar. Selang tiga puluh menit, Akhirnya mereka mendapat kontrakan minimalis. Manda langsung membayar untuk tiga bulan ke depan. “Bu, Syahilla pasti akan membalas semua kebaikan ibu,” ucap Syahilla memegang tangan Manda. “Jangan pikirkan itu, Syahilla. Ayo masuk. Ibu juga akan menginap di sini satu malam.” Manda menuntun Syahilla untuk masuk. Syahilla pun menurut dan duduk di sebuah kursi. “Ibu pesankan makanan juga, kamu pasti lapar,” ucap Manda. “Em … ibu kenapa bisa sampai di daerah sini?” tanya Syahilla yang penasaran. “Besok mau mengunjungi sekolah disabilitaas, kamu mau ikut?” “Sekolah disabilitass yang ada di pinggir daerah sini, kan?” tanya Syahilla. “Iya.” “Kebetulan aku mengajar di sana, Bu. Tapi, karena keadaanku seperti ini sepertinya tidak memungkinkan,” ujar Syahilla menundukkan wajahnya. “Kamu mengajar di sana? Kebetulan banget.” “Sayangnya, di sana tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Banyak anak-anak kecil melempari batu ke arah anak-anak disabilitaas,” jelas Syahilla. “Apa tidak ada yang mengajukan proposal ke pemerintah?” “Kami pengajar di sana tidak meminta imbalan uang dalam artian hanya relawan. Kami juga berpendidikan rendah, untuk hal-hal semacam proposal kami tidak mengerti,” jelas Syahilla menghembuskan napasnya. “Apa ini yang Namanya cantik luar dalam?” tanya Reza dalam hati. “Em … begitu ya. Baiklah kita pikirkan nanti, ibu ke kamar dulu ya. Kamu mau sekalian ke kamar?” “Nanti saja, Bu!” jawab Syahilla. Syahilla menyenderkan bahunya di sofa. Boleh jadi ia mengalami kemalangan, tapi kebaikan juga pasti akan menghampirinya. Meski biasa dijahati keluarganya, Syahilla tetap percaya kalau ada orang baik yang akan dia temui. Syahilla meraba tasnya untuk mengambil hp nya. Perempuan itu beberapa kali tampak mengerjapkan matanya untuk menajamkan penglihatannya, Syahilla memencet ikon musik dan memutar musik kesukaannya. Reza yang masih berdiri di belakang Syahilla pun mendengarkan musik dengan seksama. Dia kenal lagu ini, dia lah yang menyanyikannya. Reza mengamati gadis di depannya yang tampak asik mendengarkan sembari memejamkan matanya. “Kakak suka lagu itu?” tanya Darel membuat Syahilla membuka matanya kembali. “Hem, suaranya indah. Kakak biasa mendengarkan sembari melukis. Kaka merasa tangan kakak mempunyai cimestry baik dengan lagu itu,” jawab Syahilla. Reza tersenyum cerah, dengan secepat kilat dia berdiri di depan Syahilla. Mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. Reza berharap, Syahilla mengenalinya sebagai penyanyi yang jadi idola Syahilla. Sungguh Reza terharu saat Syahilla ternyata menyukai lagunya. Biasanya, Reza akan biasa saja saat bertemu dengan penggemarnya, tapi kali ini rasanya beda. Reza sangat bangga saat Syahilla menyukai lagunya. “Syahilla!” bisik Reza. “Hem?” “Kenapa kamu menyukai lagu itu?” “Entahlah. Hanya saja aku merasa sang pembuat lagu adalah orang yang sedang kebingungan di dunia ini,” jawab Syahilla. “Kenapa kamu bisa paham sang pembuat lagu hanya dengan mendengar lagu itu? Bahkan kalian tidak saling kenal, kan? ” tanya Reza kaget. Wajah Reza makin mendekat, bahkan hembusan napasnya menerpa wajah Syahilla. “Em bisa kau jauhkan wajahmu dari wajahku? Ini terlalu dekat,” cicit Syahilla. Buru-buru Reza menjauhkan wajahnya, pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Maaf, aku tidak bermaksud,” ucap Reza, dengan cepat Reza ngacir menuju kamarnya. Jantung Reza rasanya mau copot saat wajah Syahilla berada di depannya. Belum lagi, Syahilla bilang kalau dirinya adalah orang kebingungan. Reza mondar-mandir di kamarnya, benar apa yang dikatakan Syahilla. Dia adalah orang yang kebingungan, bingung dengan kehidupan macam apa yang saat ini dia jalani. Yang membuat Reza heran adalah, bagaimana Syahilla yang orang asing bisa menafsirkan makna lagunya yang bahkan sang ahli tafsir belum tentu paham. “Jangan-jangan dia jodohku,” ucap Reza dengan senyum yang mengembang. “Jangan percaya diri, Kak. Aku kan sudah bilang kalau kakak bukan levelnya kak Syahilla,” ucap Darel memasuki kamar. Sejak melihat tingkah kakaknya dengan kak Syahilla tadi, Darel menahan dirinya untuk tidak cekikikkan karena merasa lucu. “Lalu menurutmu, level Syahilla seperti siapa?” tanya Reza sebal. “Seperti aku,” jawab Darel dengan penuh kepercayaan diri. “Tidak mungkin.” “Apanya yang tidak mungkin? Aku pantas untuk kak Syahilla. Aku kan sudah pernah bilang, Kak Syahilla hafizah Qur’an, pasti tidak akan cari suami yang sembarangan,” ucap Darel. Reza mendudukkan dirinya, merasa kesal dengan anak sekecil Darel yang sangat menyebalkan, “Sial, aku cemburu dengan Darel,” maki Reza dalam hati. Sesaat kemudian Reza menegang. Kenapa dia cemburu? Dia siapa hingga berani memiliki rasa cemburu. Bahkan dia baru mengenal Syahilla, tidak mungkin kalau cinta datang secepat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD