EX MY BOSS - 1

1081 Words
Dengan tergesa Uli berjalan menyusuri Bandara Juanda Surabaya. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan. Memang tadi dia sudah meminta ijin untuk telat datang ke kantor, tapi bagi Uli ini sudah terlalu siang untuknya terlambat. Apalagi hari Senin, hari di mana padat-padatnya jadwal pekerjaan. Demi mengantar sang suami tercinta, Uli rela jika harus dimarahi atau mendapat surat peringatan dari bagian HRD. Bukan Uli seorang karyawan yang tidak bertanggung jawab, hanya saja tidak setiap hari Uli terlambat pergi bekerja. "Auw ... maaf ... maaf ... saya tidak sengaja." Mungkin karena pikirannya sedang bercabang ke mana-mana dan karena tergesa-gesa, Uli tidak fokus pada jalan yang sedang dia lalui. Alhasil tubuhnya harus terpental setelah sukses menabrak seseorang. Dan sialnya lagi ponsel orang yang sedang dirinya tabrak ikut terpental dan jatuh di atas lantai. Uli menatap nanar ponsel yang berada di bawah kakinya. Untung saja tidak terinjak sepatunya. Dengan sigap Uli segera mengambil ponsel tersebut dan berniat menyerahkan pada pemiliknya. Semoga saja tidak terjadi hal buruk pada ponsel mahal keluaran brand ternama dengan simbol apel tergigit itu. Saat Uli mendongak, pandangan matanya tertuju pada lelaki yang juga terheran menatapnya. "Uli! Kenapa kamu ada di sini?" tanya lelaki itu dengan jari telunjuk menuding ke arah Uli. "Mas Rio! Aduh maaf, Mas. Aku tidak sengaja tadi. Aku minta maaf ya," ucap Uli meminta maaf. Lelaki yang Uli panggil dengan sebutan Mas Rio itu menatapnya lalu mengulurkan tangan mengambil ponsel yang masih berada di genggaman tangan Uli. "Ponselku." "Ah iya. Ini Mas. Maaf, semoga saja tidak rusak karena terjatuh tadi." Rio tampak meneliti ponselnya. Hanya terdapat sedikit goresan. Tapi tak masalah karena tidak mempengaruhi kinerja ponselnya. "Kamu ngapain ada disini?" tanya Rio lagi. Uli menggaruk belakang kepalanya. Bingung mau menjawab apa. Karena jujur saja dia sedikit canggung karena pengakuan Florina beberapa saat lalu. Ya, Florina adalah adik Rio, pernah mengatakan pada Uli jika lelaki yang sedang berdiri di hadapannya sekarang ini ternyata menyukainya. Tetapi belum sempat Rio mengutarakan isi hatinya, Uli sudah terlebih dulu menikah. "Eum ... itu Mas ... aku habis mengantar suamiku," jawab Uli lirih. Benar saja, mendengar kata suami yang terlontar dari mulut Uli, membuat wajah Rio menegang. Rio, tentu saja dia cemburu. Masih terekam jelas di ingatannya, wajah lelaki tampan yang pernah mengenalkan diri padanya sebagai suami Ulia. Rio berpikir sejenak, Uli memang sangat beruntung mendapatkan lelaki yang tampan, dan juga kaya. Tapi entah kenapa meski mulutnya berkata menerima kenyataan yang ada, hatinya tetap saja merasa tercubit membayangkan Uli hidup bahagia bersama lelaki lain, dan bukan bersama dirinya. Meski sejatinya dia pun juga mampu membahagiakan Uli. Uli yang melihat perubahan raut muka Rio, menjadi tak enak hati. Karena tidak ingin terjebak dengan kecanggungan ini, Uli pun berniat undur diri. "Mas Rio. Maaf aku permisi dulu. Sudah siang soalnya, aku harus bekerja. Tadi aku hanya izin datang terlambat." "Ya, sudah kamu ikut sama aku saja. Aku antar kamu pergi ke kantor." Ucapan Rio justru membuat Uli tergagap. Dia bingung mau menolaknya karena dia juga tidak enak hati untuk menerima tawaran Rio. "Ayo! Kenapa malah bengong." Uli mengangguk dan pada akhirnya mengikuti Rio. Berjalan di belakang lelaki itu. **** Uli merasa canggung harus berdua berada di dalam mobil bersama Rio. Mau ngobrol pun tak tahu apa yang akan jadi bahan pembicaraannya. Mungkin dulu dirinya dekat dengan Rio, hingga mau ngobrol tentang apapun pasti nyambung. Tapi tidak dengan sekarang. Status Uli yang istri orang, membuatnya membentengi diri untuk tidak terlalu akrab dengan lelaki lain. Apalagi dia hidup berjauhan dengan suaminya. Jadi Uli harus pintar-pintar menjaga diri. "Suamimu mau pergi ke mana tadi?" tanya Rio tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka. Uli menoleh ke samping sedikit ragu mau menjawab pertanyaan Rio. "Itu Mas ... eum ... mau ke Kuala Lumpur." "Kuala lumpur?" Rio mengulang ucapan Uli. Dan Uli mengangguk. Untung saja setelahnya Rio tak bertanya lebih jauh lagi. "Uli, jujur aku tak pernah menyangka jika kamu bisa menikah secepat ini," celetuk Rio lagi. "Ya, mungkin karena jodohku sudah datang Mas." "Menurutku kamu masih sangat muda. Jadi, aku tak pernah menyangkanya saja." Uli hanya menanggapi dengan senyuman. Tak mungkin juga dia menceritakan tentang pernikahannya yang memang tiba-tiba pada Rio. "Bukankah kamu dulu sudah ada rencana ingin kuliah lagi? Kenapa justru sekarang memilih menikah." Rio berkata yang hanya mengingatkan Uli akan semua mimpi juga cita-citanya. Uli tersenyum masam, kenapa Rio harus mengingatkan akan semua hal belum kesampaian. Ya, dulu memang Uli sering bercerita pada Florina juga Rio, mengenai semua rencana serta masa depannya. "Memang rencananya seperti itu, Mas. Tapi mau bagaimana lagi. Jodoh yang datang duluan." Uli terkekeh . Rio melihat sekilas wajah Uli yang memang terkesan sendu tidak seceria biasanya. Membuat Rio semakin penasaran saja. Apa sebenarnya misteri dibalik pernikahan Uli yang tiba-tiba. Selanjutnya tidak ada lagi pembicaraan yang berarti sampai mereka tiba di kantor. Setelah mengucapkan terima kasih, Uli segera berlalu meninggalkan Rio yang masih mematung di dalam mobil yang diparkir di depan gerbang kantor. Satu senyuman tersungging di bibir Rio. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu. *** Sejak Uli datang hingga selesai jam makan siang, pekerjaannya memang tak ada habisnya. Dan yang Uli baru tahu hari ini ada karyawan baru pengganti dirinya. Jadi Uli harus mulai mengajarkan serta serah terima apa saja yang menjadi pekerjaannya selama ini. Ponsel yang ada di dalam tas sampai tak sempat dia hiraukan. Jika saja dia tidak lupa untuk menelepon suaminya dan bertanya apakah sudah sampai atau belum, mungkin saja si ponsel akan tetap berada di dalam tas kerjanya. Uli menganga karena banyak sekali panggilan tak terjawab serta beberapa pesan w******p dari suaminya. Pasti Abang Daniel cemas karena tidak dapat menghubungi sejak tadi. Batin Uli dalam hati. Segera Uli men-dial nomor telepon Kien dan baru di dering pertama Kien sudah mengangkatnya. "Sayang ... ke mana saja. Kenapa call Abang tak dijawab." "Abang, Uli minta maaf. Baru bisa cek handphone. Tidak tahu jika Abang call tadi." "Busy, ke'?" "Sedikit. Abang kan tahu yang Uli tinggal dua minggu kerja di sini. Dan hari ini penggantiku mulai masuk kerja. Jadi harus mulai handover semua pekerjaan." Uli menjelaskan. Terdengar di telinga Uli jika Kien menghela napas panjang sebagai respon atas penjelasan yang istrinya berikan. Hening untuk sesaat, ponsel masih menempel di telinga Uli. Hingga Uli kembali bertanya. "Abang kapan sampai?" "Sejam lalu. Sayang sudah makan?" "Belum sempat. Ini baru mau makan." "Ya, sudah. Sebaiknya sayang pergi lunch dulu. Abang tak nak tengok sayang sakit. Take care." Panggilan terputus. Senyum terbit di sudut bibir Ulia. Dia benar-benar tidak menyangka jika pada akhirnya mendapatkan suami yang baik, perhatian juga tampan tentunya. Ulia harus bersyukur akan hal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD