4. Nathan

1080 Words
Selama meeting berjalan, Yogi tak bosa fokus barang sedetik pun. Yogi masih terngiang-ngiang dengan ucapan Yura yang mengatakan Anak. Yogi mencoba berfikir positif. Tapi, pikirannya terus menerus mengatakan kalau Yura adalah wanita bersuami. Tapi, kenapa di data diri Yura, tertulis lajang? Apa Yura tipe wanita fucekgirl, yang mengatakan lajang demi menarik para pria. Tapi, Yura tidak seperti itu. Dengan kesal, Gerald menginjak kaki Yogi dengan keras. Yogi mengaduh tertahan. "Cepat presentasi!" Bisik Gerald gemas. Yogi tergagap. Dia segera maju kedepan dengan membawa laptop serta kertas berisi catatan. Mulai mempresentasikan apa yang menjadi bahasan dalam meeting kali ini. Gerald menggelengkan kepalanya. Presentasi macam apa yang ditampilkan Yogi. Kenapa Yogi jadi berbelit-belit seperti ini. Ckckck. Cinta membuat Yogi tidak waras. Gerald memelototi Yogi yang kebetulan menatapnya. Membuat 0ria lajang legend itu menjadi kikuk. Yogi sudah mencoba menetralkan sesuatu yang yang menyeruak di hatinya. Tapi tidak bisa. Bayangan Yura selalu menari-nari di pikirannya seakan sedang mengejek dirinya. Setengah jam berlalu. Akhirnya meeting selesai. Gerald sudah ingin mendamprat Yogi karena ketidak fokusan pria itu. Percuma ia ajak Yogi jauh-jauh kalau hasilnya cuma kayak gini. Akan sangat menguntungkan bagi Gerald, kalau Yogi tak mengenal cinta. Tau Cinta saja, Yogi sudah sangat gila. "Lo kalau mau marah, pending aja dulu. Gue masih shock ini. Masih nyesek masih ngenes." Oceh Yogi dengan mengusap wajahnya kasar. Yogi sudah melihat gerak gerik bibir Gerald yang akan mengomelinya. "Mending lo kirimin s**u nya dulu. Kasihan anaknya Yura." Ujar Gerald. Yogi mengambil hp nya. Segera memesan s**u dan menyuruh kurir untuk mengirim ke kontrakan Yura. "Ternyata selama ini, gue suka sama istri orang?" Tanya Yogi memastikan. Gerald mengedikkan bahunya acuh. "Semoga aja si Yura janda. Gakpapa kalau janda. Gue tetep mau. Janda lebih menggoda. " Ucap Yogi. "Yura gak mungkin udah nikah. Di data-datanya, dia masih single. Dan saat kerja, gak ada laporan apapun tentang nikahan." jelas Gerald. "Tapi, bisa aja Yura nikahnya sembunyi-sembunyi." ucap Yogi. Sebenarnya dalam hati, ia berdoa semoga ucapan Gerald benar. Yogi juga tak melihat cincin yang melingkar di jadi manis Yura. Kalau Yura sudah menikah. Trus dompetnya hilang. Apa suaminya juga tak punya uang untuk beli s**u anaknya? Atau mungkin emang Yura itu janda. Single parent dengan satu anak? "Ahh pusing mikirn Yura dan anak!" Kesal Yogi memukul kepalanya sendiri. "Lo tanyain aja sama Yura sendiri. Gak usah mikirin persepsi lo yang belum tentu benar. " Celetuk Gerald. Yogi terdiam. Benar juga ucapan Gerald. Berfikir terus menerus tanpa bertanya, bisa membuatnya gila. "Yaudah kita pulangnya kapan? Gue udah gak sabar mau lurusin masalah ini. Awas aja kalau ternyata Yura udah punya suami. Gue santet si suaminya." oceh Yogi. "Lo mau jadi pembinor? Kayak gak laku aja." ejek Gerald. "Bodo amat. Salah sendiri Yura yang kasih harapan ke gue." jawab Yogi. "Lo aja yang kePD an. Yura gak pernah ngasih harapan ke lo. Lo aja yang baperan. Lo laki tapi cupu. Wajah kayak batu, hati kayak abu." omel Gerald yang geram dengan sekretaris nya yang halunya kelewatan. Mana bisa Yogi baper dengan sikap Yura yang bahkan galaknya minta ampun. "Udah khotbahnya. Pokoknya Kita harus pulang secepatnya. Lagian kasihan istri lo pasti udah nangis karena kangen sama lo. " ucap Yogi. Gerald menendang pelan kaki Yogi. Yogi masih saja mengejek istrinya dengan mengatainya cengeng. "Gak bisa. Kita belum selesain sebagian urusannya." jawab Gerald. "Urusan apalagi sih. Jangan sok sibuk!" Ketus Yogi. "Lo belum nikah aja udah pelupa. Lo kan yang nyusun jadwal-jadwalnya?" ejek Gerald lagi. Kini gantian Yogi yang menendang kaki Gerald. Kenapa ia sibuk disaat yang tidak tepat. Padahal Yogi udah sangat kepo dengan siapa Yura sebenarnya. Disisi lain. Setelah pulang kantor, Yura segera pulang ke kontrakan. Ilal dan putranya sudah menunggu. Kasihan juga putranya yang sudah beberapa hari tidak bertemu dengannya. Wajah Yura berbinar senang, saat memasuki pekarangan sudah di sambut Nathan yang merentangkan tangannya ke depan dengan antusias. Nathan yang masih dalam gendongan Ilal, sudah berontak ingin di gendong mamanya. "Ma ma!" celoteh Nathan. Yura mengambil alih Nathan dari gendongan Ilal. Nathan langsung melingkarkan tangan mungilnya pada leher Yura. Yura menciumi gemas pipi Nathan. "Nathan gak nakal kan, selama Mama kerja?" tanya Yura yang jelas saja Nathan tak akan menjawab. Bocah sekecil itu hanya bisa berceloteh. "Cuma nangis bentar kalau pas ingat Mamanya, Mbak." jasab Ilal yang mewakili Nathan. Yura mengangguk. "Ada kiriman s**u mbak barusan. Banyak banget." ucap Ilal menunjuk box box s**u yang masih tergeletak di depan. Yura menepuk keningnya sendiri. Ini namanya Yogi tidak membeli. Tapi memborong. Yura menghampiri box itu. Melihat lebih dekat s**u apa yang dibeli Yogi. Awas aja kalau Yogi tidak becus. Dan untunglah, Yogi mengirim s**u yang sesuai dengan merek yang tadi Yura beritahu lewat whatsap. "Nanthan turun dulu, ya. Mama mau beresin susunya." ucap Yura menurunkan Nathan di kereta bayi. Nathan merengek. Ia masih ingin di gendong mamanya. "Gakpapa mbak, biar Ilal aja yang bersesin. Mbak Yura gendong Nathan aja. " Ucap Ilal. "Beneran gakpapa? Ini berat loh." Tanya Yura. "Biar Ilal seret aja, mbak. Penting taruh ke dalam dulu." Jawab Ilal. Yura mengangguk saja. Ia kembali menggendong Nathan yang manja. "Kamu yang sabar ya. Pasti setelah uang Mama terkumpul banyak. Mama akan keluar dari kerjaan. Biar bisa buka usaha sendiri, dan jagain kamu tiap hari." Ucap Yura menciun kening Nathan. Nanthan terkikik seolah senang dengan ucapan Mamanya. Yura tersenyum kecil melihat senyum Nathan. Bagaimana bisa bocah menggemaskan ini dibuang begitu saja oleh orang tuanya. Pasti, kedua orang tua Nathan akan menyesal kalau tau anaknya seganteng ini. Kulit Nathan putih bersih dengan wajah yang sudah terlihat bersinar. Beruntunglah Yura menemukan Nathan. Mengasuh bocah tak berdosa itu yang kini jadi semangatnya. Yura menemukan Nathan di depan halte bus. Saat itu hujan turun dengan deras. Suara tangisan kecil, membuat Yura makin mendekati box yang menarik perhatiannya. Setelah ia buka. Yura terkejut menemukan seorang bayi yang masih berwarna merah, yang hanya ditutupi kain. Tanpa pikir panjang, Yura segera membawa bayi itu ke kantor polisi. Dan polisi langsung melakukan penyelidikan. Ternyata, Nathan adalah anak diluar nikah. Orang tua Nathan yang masih remaja melakukan pacaran tak sehat, hingga membuahkan hasil. Karena orang tua Nathan dan keluarganya tak ada yang mau menerima Nathan. Yura putuskan untuk mengambil hak asuh bayi mungil itu. Toh, Yura tau rasanya di buang itu bagaimana. Yura tak mau Nathan merasakannya juga. Yura berjanji akan mengurus, membesarkan dan menyayangi Nathan sebagaimana anaknya sendiri. Meskipun Yura belum menikah. Tidak apa-apa orang-orang memandangnya sebelah mata. Niat Yura hanya ingin melindungi bayi tak berdosa itu. Yura juga memberikan nama untuk bayi itu dengan indah. Jonathan Dzikri Alfero.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD