5. Bobok.

1068 Words
Hari ini, Yura ijin untuk tidak masuk kantor. Dikarenakan anaknya yang rewel karena demam. Nathan tidak mau pisah dengan Mamanya. Minta digendong terus. Kalau diturunin langsung menangis. "Nathan mimi cucu, ya!" ucap Yura menyodorkan dot s**u yang selalu jadi favorit Nathan. Tapi, kali ini Nathan menggeleng. Ia menolak minum s**u dengan merengek manja. Nathan merengek-rengek sembari menyandarkan kepalanya di pundak Yura. "Iya iya, udah jangan nangis lagi. Mama gak maksa." Yura menenangkan anaknya dengan mengusap punggungnya pelan. "Mbak, diluar ada tamu!" ucap Ilal yang datang dari pintu depan. "Siapa, Il?" tanya Yura penasaran. Pasalnya, ia tak pernah kedatangan tamu sekalipun. "Katanya calon pembinor di rumah tangga, mbak." jawab Ilal sedikit meringis. Ia juga kaget saat sang tamu memperkenalkan diri sebagai calon pembinor. Yura membeo mendengar penuturan Ilal. Calon pembinor? Dia aja tidak punya suami. "Mbak Yura lihat gih, siapa tau temen mbak Yura." usul Ilal. Dengan Ragu, Yura mengangguk. Perlahan-lahan ia menuju pintu. Doa tak pernah berhenti keluar dari bibir Yura. Ia takut kalau dibalki pintu itu ada orang jahat yang siap menyerangnya. cklek! "Heeh lama banget bukain pintu. Kamu lagi ena-ena ya sama suami kamu. Mentang-mentang udah punya suami, sok-sok an gak mau bukain pintu!" semprot Yogi ketika mendengar suara pintu terbuka. Yura membulatkan matanya mendengar cecaran Yogi. Kenapa Pria itu ada di rumahnya dan marah-marah tanpa sebab. "Papa!" celoteh Nathan menunjuk-nunjuk Yogi. Yogi mendelik kearah Nathan. "Ma Pa!" celoteh Nathan merentangkan tangannya minta digendong Yogi. "Heh enak aja. Aku bukan bapakmu!" ucap Yogi ngeri. Takut di damprat suami Yura kalau Nathan memanggilnya Papa. "Pa pa!" rengek Nathan masih kekeuh meminta di gendong. Ilal yang menyusul Yura, tak luput mendapat ancaman dari tatapan tajam mata Yura. Yura tak pernah mengajari Nathan dengan kosakata 'Papa. Tapi kenapa sekarang anaknya menyebut-nyebut Papa. "Maaf, mbak. Aku gak pernah ngajarin Nathan. Kemarin pas beli sayur, ada ibu-ibu yang mengajari Nathan untuk tanya pada Mamanya tentang Papa." jawab Ilal takut-takut. Yogi yang juga mendengar penuturan Ilal, makin bingung. Yura menghela nafasnya. Kenapa ibu-ibu merecoki urusannya. Toh, kenapa kalau Nathan tak punya anak. Apa dengan mengurusi urusan orang lain, membuat mereka jadi kaya?. "Pak, mohon maaf dengan kelancangan anak saya. Bolehkah saya minta tolong, tolong gendong Nathan sebentar saja!" ucap Yura memelas. Sebenarnya, ia sangat tidak sudi memohon pada pria m***m yang sangat ingin dia musnahkan. Tapi, demi anaknya, semua akan dia lakukan. Dengan tangan gemetar, Yogi mencoba mengambil alih Nathan. Yura yang melihat tangan Yogi bergetar, mengerutkan keningnya bingung. "Pak, kenapa tangannya bergetar gitu?" tanya Yura panik. Ia takut kalau Yogi mengalami gejala stroek. "Aku grogi aja gendong anak orang. Takut dimarahin bapaknya." alibi Yogi setengah memancing kehidupan Yura. "Pak Yogi tenang aja. Aku gak punya suami, gak bakal ada yang marah saat bapak gendong Nathan." jawab Yura. Yogi tersenyum dalam hatinya. Satu persatu informasi sudah ia kumpulkan. Tinggal satu informasi tentang status Yura yang benar janda apa bukan. Tidak mungkin bukan, kalau Yura punya anak tapi tak pernah menikah. Kalau Yogi gak masalah dengan status Yura yang janda. Karena janda lebih menggoda. "Silahkan masuk, Pak Yogi!" ajak Yura yang sadar kalau mereka masih di luar. Nathan yang merasa nyaman di gendongan Yogi, langsung merangulkan tangannya pada leher Yogi dengan erat. Sedangkan kepalanya, ia sandarkan pada lekukan leher Yogi. Andai bocah itu bisa bicara jelas. Pasti bocah itu akan mengucap syukur beberapa kali karena bisa merasakan rasanya digendong Papa. Hanya saja, Nathan tidak tau kalau tangan Yogi tak berhenti bergetar saat menggendong tubuhnya. Yogi sangat gugup karena tak pernah sebelumnya ia menggendong anak kecil. Kalau keponakannya, ingin meminta gendong pada Yogi, pasti Yogi langsung menendang keponakannya agar jauh-jauh darinya. Dan saat ini ia menggendong anak dari janda menggoda pujaaan hatinya. "Badannya demam, Ra" ucap Yogi yang merasakan tubuh Nathan demam. "Iya Pak. Udah ku bawa ke Klinik. Ini udah turun panasnya," jawab Yura mengusap puncak kepala Nathan yang lemas. Yogi melihat kearah kaca yang ada di ruang tamu. Kaca itu memantulkan dirinya, Nathan juga Yura. "Udah kayak keluarga kecil!" jerit bathin Yogi. "Silahkan diminum, Pak!" ucap Ilal dengan sopan. Ia membawakan minuman untuk tamu Yura. Pertama, ilal merasa aneh dengan Yogi yang mengatakan ingin jadi pembinor. Tapi, saat tau kalau Yogi atasan Yura, Ilal jadi terpesona. Kalau dilihat-lihat dari dekat. Aslinya Yogi itu tampan. Mungkin auranya aja yang suram, hingga menutupi ketampanan alaminya. "Kalau boleh tau, Ada perlu apa ya, ak Yogi kemari?" tanya Yura sesopan mungkin, agar tak menimbulkan perdebatan. Pasalnya Yogi tak pernah bisa diajak bicara dengan cara manusia. Yogi selalu ngegas di segala situasi. "Aku mau kembaliin ini!" jawab Yogi ingin merogoh sakunya untuk mengambil dompet. Tapi, ia bingung bagaimana mengambilnya, karena kedua tangannya sedang memegangi Nathan. Yura yang melihat gelagat Yogi yang seperti cacing kepanasan, lagi-lagi mengerutkan keningnya. Sebenarnya ada apa dengan pria dengan sejuta kebobrokannya itu. Daritadi Yogi kelihatan tidak nyaman. "Pak Yogi, bir aku gendong aja Nathan nya," ucap Yura ingin mengambil alih Nathan. Tapi, Nathan langsung merangkulkan tangannya lagi pada leher Yogi. "Pa pa!" rengek Nathan menggelengkan kepalanya menandakan ia tidak mau digendong Mamanya. "Iya iya, biar Papa gendong aja," jawab Yogi dengan seringaiannya. Dalam hati, Yogi tersenyum puas. Nathan sudah dalam genggamannya, tinggal menaklukkan Yura. "Bobo!" celoteh Nathan menendang-nendangkan kakinya. Yogi yang tak mengerti bahasa bayi pun, menatap Yura seolah bertanya apa maksudnya. "Nathan mengantuk. Dia pengen bobok," jelas Yura. "Yaudah biar aku kelonin!" ucap Yogi yang membuat Yura memelototkan matanya. "Maksudnya, aku ngelonin Nathan. Kalau kamu mau dikelonin. Ntar aja kalau udah nikah." tambah Yogi mengerlingkan sebelah matanya. Yura mendengus sebal. Tapi, tak urung membuatnya memberitahu letak kamarnya. Yogi memasuki kamar Yura yang biasa-biasa aja. Tidak ada boneka atau apapun yang menggambarkan sisi kecewekan, perempuan itu. "Na Pa Na!" tunjuk Nathan pada ranjang. Yogi menatap Yura lagi. "Disana pa! Maksudnya tidur di ranjang." jelas Yura. "Siapa yang diranjang? Aku sama kamu?" tanya Yogi sok polos. " Ya bapak sama Nathan lah!" teriak Yura tanpa sadar. Yogi tertawa terbahak. Akhirnya ia bisa memancing keributan dengan Yura. Yogi menjatuhkan dirinya di ranjang bersama dengan Nathan. Nathan langsung memeluk tubuh Yogi dengan tangan mungilnya. "Yura!" panggil Yogi yang membuat Yura menghentikan langkahnya. Perempuan itu akan keluar kamar. Kalau di dalam, takut Yogi khilaf. "Ada apa, Pak?" tanya Yura. "Anak kecil aja bisa tau kalau aku emang pantes dijadiin Papa. Masak kamu, gak tau sih?" tanya Yogi. Yura tak menanggapi. Ia melenggang pergi. "Anjir dikacangin!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD