7. Sama Papa

983 Words
Setelah acara m***m-mesuman yang Yogi lakukan, kini Pria itu duduk anteng sembari melihat Yura memasak. Yura tampak cantik dengan rambut yang dicepol asal. Sedangkan Yura tampak salah tingkah karena tatapan Yogi. Dapat Yura rasakan, kalau Yogi menatapnya tepat di p****t. Daritadi, Yogi juga tak berhenti bersiul menggoda Yura. Memang dari orok udah m***m, mau dibagaimanain tetap m***m. "Kalau bapak masih natap natap p****t saya, panci soup ini melayang di muka bapak." sinis Yura. Yogi terkekeh. Dalam hati, ia merasa seperti dedengkot tua yang sedang terpesona dengan daun muda. Wkwk. "Yura, kita udah kayak keluarga ya. Kamu istri yang masakin suami, aku suami yang nunggu istri nyiapin makan, dan Nathan yang jadi pelengkap kita." ucap Yogi ngehalu. Yura tak menanggapi, ia lebih memilih menyibukkan diri dengan hal yang lebih penting dari omongan bos nya yang sedang gabut. Mana ada sekretaris pribadi ambil cuti untuk numpang makan di rumahnya. "Mama!" Nathan merengek meminta gendong Mamanya. Bocah itu ada di gendongan Ilal yang barusan ngajak Nathan melihat capung di luar. "Sama mbak Ilal dulu, ya. Mama masih masak." ucap Yura dengan sabar. Yogi makin terkagum dengan perempuan itu. Pesona Mama muda memang gak ada duanya. "Papa!" Nathan balik merengek kearah Yogi. Yogi langsung mengambil alih Nathan. Dan bocah itu kembali nyaman di pelukan pria yang dia anggap Papa. Mungkin karena sedari bayi, tidak ada sosok Papa yang hadir menyayangi Nathan. Tak berapa lama, Yura sudah menghidangkan masakannya yang sudah matang. Yura menyiapkan untuk Yogi dan Ilal. Sedangkan Yura memilih makan nanti, karena mau menyuapi Nathan dulu. "Pa, uapin!" ucap Nathan dengan gaya cadelnya. Yogi memandang Yura. Meminta perempuan itu menerjemahkannya. "Nathan minta disuapin." jelas Yura. "Oke, Papa suapin." ucap Yogi mengambil sendok. Menyendokkan nasi dan sayur soup. "AA yang lebar!" Yogi mengintruksi. Yura menepuk keningnya kencang. "Pak Yogi yang terhormat, Nathan itu masih kecil. Yakali bapak suapin satu sendok penuh." ucap Yura geram. Ilal mengambil alih sendok Yogi. Memberitahu porsi Nathan. "Segini aja, Mas. Kan Nathan masih kecil, gak muat kalau banyak-banyak." ucap Ilal, mengambilkan sepucuk sendok nasi. Yura membeo. 'mas? Sejak kapan Ilal memanggil Yogi seakrab itu? Dan sekarang, Yogi dan Ilal asik bercengkrama dan berceloteh bersama Nathan. Yura yang tuan rumah, mereka kacangin sendirian. Celotehan di d******i oleh Ilal yang melemparkan guyonan receh. Membuat Yogi tertawa. Dan Nathan yang tak tau apa-apa, juga ikutan Papanya tertawa. "Ilal, Nathan lagi makan. Jangan dibecandain, nanti tersedak." tegur Yura. Ilal hanya mengangguk. Mulai meredakan tawanya. Perempuan itu menyuapi Nathan kembali. Setelah semua beres, Yura mencuci semua piring yang mereka letakkan begitu saja. Mereka seolah tidak peka, dan tidak ingin menawarkan bantuan, walau cuma sekedar omongan. "Aku kayaknya mau pamit deh. Udah sore juga," ucap Yogi toba-tiba. "Sini, Mas. Nathan biar aku gendong." ucap Ilal. Yogi menyerahkan Nathan pada Ilal. Yura bergegas pergi begitu saja, setelah cuciannya beres. "Yura mau kemana?" tanya Yogi setengah berteriak. "Kebelet pup." jawab Yura asal. "Yaudah yuk, Mas. Aku antar ke depan. Udah sore juga." ucap Ilal. Yogi mengangguk. Keluar dari rumah Yura. Ilal membuntuti Yogi dengan menggendong Nathan. "Makasih ya, Mas. Udah nengokin Nathan kesini. Jangan sungkan main lagi." ujar Ilal melembut-lembutkan suaranya. Yogi mengiyakan. Pria itu mencimi pipi Nathan sebelum pergi. "Papa ana?" tanya Nathan yang mulai sedih. "Besok Papa main lagi kok kesini. Bawa mainan yang banyak buat Nathan." ucap Yogi menghibur bocah itu yang sudah mulai menampilkan raut bersedihnya. "Mau tama Papa!" rengek Nathan meminta gendong Yogi. "Besok Papa kesini lagi. Nathan jangan sedih!" ujar Ilal yang ikut menenangkan. Dibalik tembok, Yura menatap sinis kearah Ilal yang kegatelan. Ilal seolah sangat gencar menarik perhatian Yogi. Tangannya juga lancang memegang-megang lengan Yogi. Rasa tidak suka muncul di benak Yura. "Mau Papa!" teriak Nathan mulai menangis. Ia merentangkan tangannya, kekeuh minta gendong. "Sayang, besok Papa kesini lagi kok. Jangan nangis!" ujar Ilal mengusap kening Nathan. "Mau Papa!" rengek Nathan makin menjadi. "Nathan sini sama Mama!" Yura yang sudah tidak tahan, pun menghampiri mereka. Mengambil alih Nathan dengan paksa dari gendongan Ilal. Nathan menangis lebih kencang. "Mbak, jangan kasar-kasar sama Nathan!" ucap Ilal dengan spontan. "Aku Mamanya, aku tau apa yang mesti aku lakukan. Bapak bisa pulang sekarang. Ilal, besok kamu libur aja. Aku mau ngajak Nathan jalan-jalan." ucap Yura menutup pintu. Biarlah ia dikata tidak sopan, di sangat tidak peduli. Salah sendiri Yogi dan Ilal terbar pesona dirumahnya. "Cup cup sayang, gak usah nangis gini." ucap Yura mencoba menenangkan Nathan. Yogi dan Ilal masih berdiri mematung di depan pintu. Suara tangis Nathan terdengar di telinga mereka. Yogi merasa kasihan sama Nathan. Tapi dalam hati, Yogi sangat senang. Itu artinya, Yogi punya lampu hijau siap menerjang Yura. Dan dia bisa main ke rumah Yura lagi, dengan alasan nengokin Nathan. "Gitu kalau mbak Yura lagi marah. Pasti perlakuin Nathan dengan kasar." ucap Ilal memecah keheningan. "Kasihan sebenarnya sama Nathan. Mbak Yura sibuk kerja, kadang Nathan gak diurusin." ucap Ilal lagi, saat Yogi tak bereaksi apapun. "Ya nanti kalau aku udah nikah sama Yura, Yura aku suruh berhenti kerja. Biar bisa fokus sama Nathan." jawab Yogi menanggapi ucapan Ilal yang secara tidak langsung, menjelek-jelekkan Yura. Yogi pergi meninggalkan Ilal yang mematung. Apa dia tidak salah dengar dengan ucapan Yogi. Yogi mau menikahi Yura? "Mas Yogi, mbak Yura itu janda loh. Mas Yogi emangnya duda, kok mau nikah sama mbak Yura." Ilal mengikuti Yogi. "Mas tungguin!" "Apasih, Ilal?" tanya Yogi heran. Sungguh Ilal sudah seperti bebek yang mengikuti induknya. "Mas Yogi duda ya?" tanya Ilal tak tanggung-tanggung. Perempuan itu tidak bisa membendung kekepoannya. "Menurut kamu?" tanya Yogi balik. "Kalau mas Yogi bukan duda, mana mau menikah sama Mbak Yura yang udah punya anak satu?" "Ilal dengar, orang lain sudah memikirkan cara pergi ke bulan. Dan kamu masih memikirkan status janda duda dalam sebuah hubungan? Mainmu kurang jauh." jawab Yogi. "Apaan sih, Mas. Aku gak ngerti deh." "Yaudah lupain. Aku mau pulang dulu. Minta restu sama orang tua buat melamar Mamanya Nathan." ucap Yogi memasuki mobilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD