bc

Bukan Pra Nikah ( Indonesia )

book_age16+
5.3K
FOLLOW
71.2K
READ
love after marriage
second chance
arrogant
goodgirl
sensitive
powerful
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Tahu bagaimana rasanya menikah tanpa cinta?

Meta sudah merasakannya hampir satu tahun berada dalam sebuah hubungan berumah tangga bersama pria yang sangat menyebalkan seperti Rega.

Nyaris tidak ada hari tanpa adu mulut, saling salah-menyalahkan dan meributkan hal yang sebenarnya sangat remeh.

Kata orang, asal bisa saling berkomitmen, percaya juga mengerti maka kehidupan pernikahan bisa lancar dijalani.

Tapi, orang yang mengeluarkan pendapat itu agaknya belum pernah ditagih oleh kalimat-kalimat seperti;

"Udah setahun menikahkan? Kapan mau punya anak nih?"

"Jangan lama-lama nunda momongan. Anak itu bisa bikin hubungan makin rekat loh."

"Anak aku udah dua. Mana anak kamu?"

"Nggak pengen apa buatin cucu untuk Bunda?"

Dan nyatanya cinta itu perlu. Karena bikin anak tanpa cinta itu tabu apalagi kalau pasangan kamu sejenis pria macam Norega.

Oleh karena itu, walau badai menghadang, meski kehidupan mereka tidak semulus jalan tol, Meta tetap berharap bahwa dia tidak akan menyesali keputusannya yang telah memilih Rega sebagai pendamping hidupnya.

========================================

chap-preview
Free preview
1. Awal Baru
"Mana kaos kakiku?" Rega bertanya tak sabaran. Sementara tangannya terus sibuk merapikan hasil sisiran rambutnya yang terlihat begitu klimis. "Dicuci, kan." Meta yang sedang berdiri tepat di depan meja rias, sempat menghentikan kegiatannya untuk memulas bibirnya menggunakan MAC Kinda Sexy andalannya hanya demi meladeni sesi beribet-ribet ria ala suaminya pada pagi ini. "Siapa yang nyuruh nyuci?" Kali ini suara bertanya Rega terdengar berlipat ganda tajamnya. Bahkan kini, mata kelamnya telah berpindah haluan guna dapat memicing ke arah Meta. Mendecakan mulutnya keras, Meta sudah resmi kehilangan konsentrasinya untuk mempercantik diri. Wanita yang hampir genap satu tahun menikah itu pun lantas berbalik badan serta membalas tatapan Rega dengan berani. "Lah, semalam itu bukannya kamu sendiri yang ngelempar kaos kakimu ke mesin cuci? Reg, kayaknya kamu emang harus bikin janji deh buat ketemu sama Zio dan ngelakuin tes kesehatan. Jangan-jangan nih yah, kamu tuh kena alzheimer. Dikit-dikit lupa. Heran deh." "Kamu ... nyumpahin?" gertak Rega kentara sekali tersinggungnya. Namun, bukan Meta namanya bila wanita itu tak mampu mengelak selicin belut dalam menghadapi suaminya tersebut. Maka, dengan suara setenang angin malam, Meta pun berujar, "Nggaklah. Mana berani dong ntar aku kuwalat lagi." "Tsk! Baguslah kalau kamu inget kata-kata Bunda bahwa istri itu nggak boleh membantah suami apalagi sampe berani ngehina. Azabnya berat," ucap Rega bersama nada jemawa yang kental. Menghela napas samar. Seandainya memungkinkan ingin rasanya Meta mengusap area dadanya yang sering panas gara-gara harus menjadi saksi dari polah seorang Norega yang begitu menyebalkan. Hanya saja, wanita itu sadar betul bahwa keinginannya tersebut mungkin malah bakal memperpanjang babak perdebatan mereka. Oleh sebab itu, sambil meraih flat shoes-nya dari atas rak Meta memilih untuk berkata dengan nada rendah, "Lagian kaos kaki kamu tuh selemari loh. Ngapain sih pake yang motifnya mirip kue onde-onde itu mulu?" "Kue onde-onde?" Rega yang agaknya salah menyimpulkan komentar dari istrinya itu pun kembali mengegas nada bicaranya. "Sekilas info yah, yang kamu sebut kue onde-onde itu namanya lokalitas. Dan produk yang tadi kamu komentarin itu adalah produk yang dua bulan lalu paling banyak menarik minat buyer di Fashion Week Hong Kong." Memutar bola matanya bosan. Dalam hati Meta berkali-kali mendumel. Apa pun topik obrolan mereka, apa pun yang keduanya ributkan ujung-ujungnya seorang Norega Altriano Prakosatama bakal selalu memiliki celah untuk mampu pamer. Menggigit pelan permukaan bibirnya, Meta yang memilih untuk segera menutup kegiatan adu silat lidahnya bersama Norega pun menggerakan kakinya sigap menuju kamar mandi. Baru saja tangan wanita tersebut berhasil menggenggam handle pintunya. Rega lagi-lagi datang untuk mengusik segala niatannya. "Mau kemana?" Norega bertanya cepat. "Buang air. Mau ikut?" tanggap Meta malas. "Apaan? Pakelah sana toilet yang di bawah!" "Yah?" "Aku jamin, aku udah jauh lebih kebelet dari kamu. So, aku mau gunakan yang ini. Kamu ke bawah!" "Astagaaaa! Kamu, kan cowok, Reg. Kamulah yang usaha. Relain toilet ini buat kupake kek," gerutu Meta tak habis pikir dengan sikap mau menang sendiri yang setia dianut oleh suaminya tersebut. "Eitsss, lupa? Istri nurut suami yah? Ke bawah!" titah Rega berkeras diri sambil melibatkan begitu banyak penekanan dalam setiap penggal kalimatnya. "Ishhh! Terserahlah! Tahu ah tahu ahhhh!" sebal Meta seraya menghentak-hentakan kakinya sebelum berlari terbirit guna meninggalkan Rega juga kamar mereka. *** "INI MOTOR BEBEK SIAPA LAGI DIPARKIR DI SINI?!" Suara Rega yang menggema di halaman depan pun kian menambah keterburu-buruan Meta yang tengah berusaha keras mengunci pintu. Bahkan wanita itu pun sukses menjatuhkan tumpukan berkas yang didekapnya gara-gara terkejut oleh kehadiran bunyi ledakan kalimat yang bersumber dari mulut seorang Norega. Membereskan kertas-kertasnya yang berhamburan secara sembarang, Meta lantas berjalan mendekati pria sulung dari tiga bersaudara tersebut. "Bisa kali nggak usah pake teriak. Nanti tetangga pada denger loh, Reg," tutur Meta melirih. Sementara kepalanya mulai ia tengokkan ke kanan-kiri, mencari tahu kalau-kalau benar-benar ada tetangga kompleks perumahan mereka yang sedang mengamati. "Itu sih cuma bakal terjadi kalau tetangga kita macem kamu semua yang hobinya penasaran dan kepo," cibir Rega. "Huhhh!" Hina terus, hina dinalah mumpung mulut kamu masih kuat dan mampu lihat nanti hasil panenmu di hari pembalasan kelak, sungut Meta dalam hati. "Udahlah! Ini motor kamu, kan? Buru Singkirinlah. Ngehalangin Peugeot-ku saja ditaruh di situ," dumel Rega seraya memukul-mukul ringan jok sepeda motor bebek dengan d******i warna pink yang berada tepat di hadapan mobil gagahnya. "Eh? Emang kamu mau berangkat naik mobil?" tanya Meta yang sepertinya teringat akan sesuatu hal. "Iyalah. Makanya cepet pindahin tuh motormu. Ntar aku kejebak macet, telat lagi," jengkel Rega. "Tapi ... bukannya semalam ban mobil kamu bocor? Memangnya udah ganti ban?" Terdiam sejenak. Rega pun otomatis melakukan reka ulang dalam benaknya. Dan kini, terlihat dengan jelas sebuah peristiwa di mana ban kiri bagian belakang mobilnya yang kempis akibat menginjak sekumpulan paku tepat pada belokan terakhir di jalan yang mengarah ke rumahnya. Ah! Pria itu bahkan masih ingat jika dia sempat mengumpati dan menyumpahi orang iseng semi usil yang telah dengan berengseknya menabur paku seenak udelnya di jalanan. Sialan! Mengerang tak puas begitu kembali ke alam nyata. Rega sadar bahwa gara-gara ia pulang terlalu larut jua dalam kondisi tubuh yang sangat lelah, dia jadi belum sempat mengganti ban milik Peugeot-nya. "Tsk! Kenapa kamu nggak ingatkan lebih awal sih? Sekarang gimana coba caraku berangkat ke kantor?" geram Rega yang lagi lagi menemukan celah untuk menyalahkan orang lain. Dan pasca menyemprot Meta, pria itu kemudian terlihat langsung mengutak-atik ponselnya. "Halte jauh, nunggu pesanan taksi lama. Sial banget hari ini," gerutu Rega seraya sesekali matanya awas melirik sinis kepada wanita yang pagi ini tampak berpenampilan jauh lebih rapi dari wujudnya pada hari-hari kerjanya yang biasa. "Em ... gimana kalau bareng aku saja, Reg?" Meta yang sedari beberapa saat lalu sibuk mencari solusi pun memberanikan mulutnya untuk menyerukan sebentuk tawaran. "Maksud kamu? Aku ke VER harus naik motor mungil ini?" simpul Rega sambil menunjuk alat berkendara pribadi milik istrinya yang begitu merah muda, feminin serta mini. Mengangkat pundaknya ringan, Meta berkata, "Kenapa nggak? Motorku bannya nggak kempes. Bensinnya juga full. Terus soal ... jam?" Meta mengangkat lengan kirinya guna mampu membaca waktu yang disuguhkan oleh alroji hitamnya. "Sekarang pukul 07. 25. Jalanan ke VER jelas macet. Belum lagi kalau kamu mau naik taksi mesti menunggu dulu. Yakin kamu bakal on time? Terlambat sama artinya dengan potong gaji, kan? So, mending ikut aku atau nggak?" Meta berupaya mengimingi. Walau jauh dalam lubuk hati wanita itu, sebenarnya ia agak tak rela bila harus berboncengan bersama Rega. Tapi, kapan lagi dia bisa mengerjai seorang Norega Altriano yang hampir setahunan ini terus saja mengolok-olok motor pink-nya? Biar tahu rasa dia gimana rasanya naik motor bebek merah muda yang tiap hari dia hina dina, Meta bermonolog puas. "Tapi, gratiskan?" "Yah?" "Gratis," ulang Rega. "Oh. Itu ... sekarang sih bolehlah asal uang belanja bulan depan dilebihin yah?" "Tsk! Benar-benar hari yang super sialannn!" ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.0K
bc

Dependencia

read
186.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook