Chapter 3

1376 Words
‘’Jadi bisa kau katakan padaku le tentang niatmu sesungguhnya. Apa benar kau ingin melamar putriku?’’ tanya Abiku to the point pada Dani. Dani mengangguk, ‘’Njeh itu benar Abi. Saya ingin menjalin hubungan serius dengan putri jenengan.’’ ‘’Hmm, apa kedua orang tuamu tau tentang hal ini le? Apa kedua orang tuamu sudah tau tentang putri saya?’’ tanya Abi mulai mengorek informasi pada Dani. Sungguh Abi adalah pribadi yang memiliki rasa penasaran yang tinggi dan detail. ‘’Kedua orang tua saya telah lama mengenal soraya Abi dan saya juga telah menceritakan semua tentang niat saya untuk melamar putri jenengan. Tentunya kedua orang tua saya menyetujuinya dan sangat menginginkan saya agar cepat melamar Soraya.’’ Dani dengan kata yang santun dan menunjukkan keseriusannya. ‘’Bagus itu, saya akan setujui,’’ ujar Abiku yang tersela oleh perkataanku. ‘’Apa Lela sudah kau beritahu hal ini juga Dani? Apa kau sudah jujur dan minta maaf pada lela Dani?’’ Selaku di antara perkataan Abiku. ‘’Lela? Siapakah itu nduk?’’ tanya Abiku dan Ibundaku bersamaan. ‘’Lela adalah sahabat soraya yang tengah menyukai Dani Bunda Abi ...,’’ jelasku menjawab pertanyaan Abi dan Ibundaku dengan jujur. ‘’Maaf saya mau menjawab pertanyaan Soraya.’’ Dani meminta izin Abi dan Ibundaku. ‘’Iya silahkan le.” ‘’Semua sudah aku katakan pada Lela Soraya dan tak ada lagi hal yang ku sembunyikan dari Lela Soraya. Lela menerima semua kenyataannya apa kau masih ingin aku membuktikannya Soraya? Kalo kau ingin aku bisa telfonkan Lela,’’ ujar Dani dengan raut wajah yang serius dan bersiap mengambil ponselnya dari sakunya untuk membuktikannya kepadaku. Aku melihat semuanya raut wajah Dani yang menyiratkan bahwa tidak ada kebohongan apa-apa lagi yang dia sembunyikan dariku. Ku hela nafas dan ku pejamkan mataku. Tuhan apakah ini saatnya untuk diriku dalam menjalin hubungan yang serius? Tunjukkan kepadaku tentang keyakinanku jika memang dia adalah jodoh yang kau kirimkan kepadaku? Di tengah ku asyik memejamkan mata tangan Abi menyentuh bahuku. Ku buka mataku dan melihat raut wajah Abiku yang berubah, ‘’Nduk, umur Abi sudah tua. Jujur Abi resah ketika kau selalu menolak dan menunda sebuah pernikahan. Jujur Abi takut jika suatu ketika Abi diambil nyawanya dan tak bisa melihatmu bersanding di pelaminan. Nduk memang semua terasa sulit untuk memulai sebuah hubungan tapi nduk sebaik-baiknya sebuah hubungan adalah dia yang berani mengajakmu ke pelaminan bukan dengan pacaran.’’ ‘’Abi yakin nduk jika nak Dani dapat membawamu ke sebuah hubungan yang sakinah mawaddah warahma. Abi yakin nduk jika nak Dani akan dapat membahagiakanmu dunia dan akhirat,’’ lanjut Abiku yang berusaha meyakinkanku. ‘’Nduk menikah itu sebuah ibadah untuk menyempurnakan iman kita, kamu tau bukan nduk? Hal terpenting dalam sebuah pernikahan adalah niat kita untuk beribadah Lillahi ta’ala. Bunda tau dan mengerti sekali jika kamu masih takut dan ragu tapi satu hal yang harus kamu tau jika jangan pernah menunda niat yang baik terlebih lagi ketika ada seseorang yang berniat untuk melamarmu. Menunda niat yang baik itu gak bagus nduk jadi bunda harap kamu bisa memutuskan dengan baik atas pilihanmu.’’ Bunda ikut memberiku pengertian dan meyakinkanku dengan tutur katanya lembut yang tak memasakanku. Sejatinya bunda adalah sosok yang selalu tau dan mengerti akan hal yang ku rasakan selama ini meski diriku tak pernah mengatakannya. Ia tak pernah memasakan kehendakku. Apapun yang ku pilih abi dan ibundaku selalu mendukungku. Ku hembuskan nafasku sembari mengucapkan kata bismillah. Bismillah semoga ini adalah keputusan yang tepat untuk mencari Ridho-MU ya Robb. Gumamku sembari menyakinkan hatiku. ‘’Bismillahirrohmanirrohim, saya mau menerimanya. Jadi kamu bisa datang bersama orang tuamu dani untuk mengkhitbahku,” tuturku dengan berkata jelas di hadapan kedua orang tuaku dan Dani. Dani melihatku dengan wajah speechlessnya kemudian ia bersujud di hadapanku dan kedua orang tuaku, ‘’Alhamdulillah ya Robb, kau berikan jalan kepada diriku.’’ Abi mendekati Dani dan mengajaknya tuk bangun, ‘’Bangunlah Le..’’ ‘’Saya akan sampaikan kabar baik ini kepada kedua orang tua saya kemudian saya akan mengkhitbah soraya di hari minggu Abi. Saya janji itu.’’ Ucap Dani berjanji pada Abi. Perkataan Dani membuat Abiku memeluknya ‘’Kami akan menantikan niat baikmu dalam mengkhitbah putri kami le..’’ ‘’InsyaAllah Abi semoga tidak ada halangan lagi dalam proses kali ini.’’ Jawab Dani membalas pelukan Abiku ‘’Abi dan Bunda akan selalu mendoakan proses kalian berdua agar selalu lancar dan tak ada halangan apapun Aamiin ....’’ Abi memberikan doa untuk kami berdua. ‘’Oh iya saking senangnya bunda lupa ambilkan kue untuk nak Dani. Tunggu sebentar ya nak Dani.’’ Ibundaku berlalu ke dapur untuk mengambilkan makanan untuk disuguhkan kepada Dani. ‘’Eh tak usah tante.” ‘’Sudahlah nak, terima saja. Tadi si bunda habis bikin kue dan rasanya dijamin maknyuss.’’ Abi berucap pada Dani. ‘’Eh bunda bikin kue apa atuh Abi?’’ tanyaku dengan mimik wajah serius. ‘’Itu Klanting dari tetangga sebelah nduk hahaha,’’ gurau Abi tertawa kepadaku karena berhasil menjahiliku. ‘’Ih Abi bohongi Soraya!!’’ Ya, itulah momen awal kebahagiaanku, abi dan ibundaku dimulai. Kedatangan Dani membawa kebahagiaan untukku dan tentunya untuk kedua orang tuaku. Aku berharap jika waktu melancarkan setiap hajatku dan Dani yang akan kami laksanakan minggu depan. Tuhan izinkan segala rencana kami bisa berjalan dengan lancar .. Aaminn *** Hari menjelang proses khitbahku dan Dani, Keluargaku sangat sibuk kesana kemari mempersiapkan semuanya. Begitu juga diriku yang sibuk dibawa kesana kemari untuk membeli beberapa perlengkapan. Bunda tak mengizinkanku untuk membantu karena ia tak ingin diriku kelelahan. Sungguh perhatian sekali bunda padaku. Saat ku tengah membersihkan kamarku bundaku memanggilku. ''Nduk Soraya ...!” teriak bunda memanggil namaku. ''Iya Bunda dalem..'' Aku keluar dari kamarku dan ku hampiri bundaku yang sedang sibuk membungkus jajanan. Ia menoleh kepadaku ''Soraya nduk kamu kan iseh belum ngundang pak yai kamu. Sore ini kamu sowan ya sama nak Dani. Bunda tadi dah bilang ke dani kamu tinggal nunggu dia datang aja. Lebih baik kamu siap-siap sekarang ya nduk sebelum Dani datang.'' ''Eh tapi bun kenapa ga bilang ke soraya dulu atuh ...,'' tanyaku yang kaget dengan rencana bunda yang mendadak tanpa bilang kepadaku. ''Udah kamu siap-siap sekarang nduk sebelum mantu Bunda datang.'' Baru beberapa menit bunda memintaku untuk bersiap suara salam Dani terdengar dari pintu depan rumahku. ''Assalamu'alaikum.'' Ibundaku merasa antusias mendengar suara Dani yang telah datang ke rumahku. ''Duh Soraya itu mantu bunda udah datang. Kamu siap-siap dulu biar ibu yang sambut Nak Dani!'' Pinta ibundaku mendorongku masuk ke dalam kamar untuk siap-siap. Ku anggukkan kepalaku dan menjawab, ''Njeh Bunda.” Ku masuk ke dalam kamar sedangkan ibundaku menyambut Dani yang datang. Di ruang tamu seorang pemuda berambut bob sebahu dan sedikit ikal berwarna hitam legam. Ya, dia adalah Dani sang calon mantu ibundaku. Ibundaku menyambut Dani dengan memeluknya, ''Eh Mantu Bunda, Naon atuh kabarnya? Kok cepet banget datangnya? Emang ndak sibuk apa?'' Ya, inilah ibundaku yang sangat ceriwis bin humbel dengan seseorang apalagi calon mantunya. ''Alhamdulillah bunda kerjaan Dani sudah selesai dari tadi jadi Dani bisa jemput soraya dengan cepat hehe,'' jawab Dani dengan sopan dan ramah pada ibundaku. ''Walah kamu memang cah sregep le. Beruntung bunda dapat mantu sepertimu Le,'' puji Ibundaku. ''Hehe bunda bisa aja. Justru saya yang merasa beruntung karena bisa bertemu dengan putri bunda Soraya,'' pujinya pada diriku yang baru saja menghampiri mereka berdua. ''Iso wae kamu Dan. Ya ngene iki buaya kelas kakap ya gini Bun,’' ledekku membalas gombalannya. ''Gombal apa atuh Soraya. Akang mah manusia bukan buaya. Gimana itu atuh mantu bunda dibilang buaya kelas kakap.'' Dia mengadu pada Bundaku, aku hanya tertawa kecil mendengarnya. ''Huu ngadu nih.'' ''Hush hush nduk soraya kamu gak boleh ngeledek mantu bunda gitu atuh. Gak baik.'' Bunda mencoba untuk melerai perdebatan kecil kami. ''Iya iya bunda. Sekarang aja bela calon mantunya bukan anaknya huu,'' ujarku. ''Uwis uwis saiki kamu berangkat sana ke rumah kyaimu sebelum dalu nduk,’' perintah ibundaku. ''Tapi bunda kita naik apa?’’ tanya Dani yang membuatku mengerutkan dahiku. ''Maksud kamu apa atuh Dan? Kamu ra bawa mobil atuh?'' tanyaku padanya. ''Endak Soraya. Aku tadi naik gojek kesini karena perintah bunda.” Ku liat ibundaku yang tengah tersenyum aneh padaku. Ia terkekeh tanpa ada alasan yang jelas. Dalam hatiku pasti ada sesuatu yang sedang ibundaku rencanakan. Aduh gusti rencana apakah yang sedang ibundaku buat. Duh semoga gak aneh-aneh deh. Batinku terus berdoa ''Kalian berdua naik becak bareng-bareng. Itu udah bunda siapkan.'' ''APA? NAIK BECAK?'' pekik kami berdua dengan serempak. Duh gusti hal apakah yang ingin ibundaku lakukan padaku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD