Bab 3 : Aditya, Manusia hina

757 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Nafis kembali ke rumah tepat saat adzan asar berkumandang. Ia melihat keadaan rumah yang masih sepi yang artinya Aditya sang suami belum ada kembali ke rumah. Ia menghela nafas lega dan lelah. Lega karena Aditya tidak ada, dan lelah dengan kondisi rumah tangga yang jauh dari kata baik-baik saja. "Assalamualaikum.." salam Nafis disambut dengan keheningan. Tidak ada yang mengisi rumahnya ini kecuali mereka berdua. Nafis memilih duduk sembari memijat kepalanya pelan, ia merasa sangat pusing dan lelah secara bersamaan. Akh! Andai suaminya merupakan sosok suami yang mencintai ia sebagai seorang istri, mungkin kehidupan nya tidak akan semiris ini. "Gini banget sih kehidupan ku." Lirih Nafis sembari memperhatikan foto pernikahan yang tertempel di dinding dekat dengan jam. Teringat waktu yang sudah sore, Nafis segera membersihkan keseluruhan rumah dan memasak untuk makan malam. Meskipun dirinya tidak tahu suaminya pulang atau tidak. "Semangat Nafis! Semangat yok. " Teriaknya dengan senyuman yang mengembang secara sempurna. Ia harus bersemangat kembali, tidak ada waktunya untuk mengeluh ataupun meratapi, ia harus bisa bertahan demi pernikahan nya dan juga keluarganya. Satu jam kemudian, Nafis baru menyelesaikan kegiatan masaknya, beberapa hidangan sudah tersaji di atas meja dan terlihat sangat menggiurkan. Bermodalkan resep dari ibu mertuanya ia jadi bisa mengetahui makanan kesukaan Aditya meski tidak seenak buatan ibu mertuanya. "Semoga mas Adit mau makannya deh, gak kebuang kayak kemarin." Nafis menatap masakannya dengah penuh harapan. Semoga saja apa yang ia amiinkan di sore ini menjadi nyata di malam nanti. "Masak udah, beresin rumah udah, berarti tinggal mandi terus meriksa jawaban anak-anak." Nafis segera berlalu memasuki kamar miliknya sendiri. Karena kamar miliknya dengan Aditya berbeda, dalam artian dirinya pisah kamar dan otomatis pisah ranjang. Ada jeritan tangis di dadanya. Setiap ia masuk ke dalam kamar, maka saat itu pula ia akan merasakan sakit luar biasa. Sampai kapan pernikahan nya akan seperti ini terus menerus? Nafis termenung di dalam bathtub miliknya, pikirannya melayang mengingat saat dulu hidupnya belum mengenal keluarga Aditya. Ia yang sangat menikmati masa mudanya dengan mengajar dan bekerja sebagai guru privat, membiayai hidup nya dengan sang adik secara mandiri. Hingga tiba sore itu, secara kebetulan ia bertemu kembali dengan sahabat almarhum kedua orang tuanya yang menjadi orang tua angkatnya. Sudah lama Nafis tidak bertemu dengan keluarga sahabat ayahnya itu. Dan dari pertemuan itu pulalah tercipta masalah seperti ini. "Mau kan nikah sama anak om? Anak om ganteng kok, mapan, baik juga. Insyaallah bisa menjaga kamu dan adik kamu," ujar Ghifari di malam itu. Nafis tentu sangat tau paras Aditya itu tampan, tinggi tegap, siapa wanita yang tidak tergila-gila dengan pilot muda itu? Nafisah sudah beberapa kali bertemu dengan sosok Aditya, meski tidak pernah bertegur sapa, tapi Nafisah mengetahui karakter dari Aditya tanpa harus di jelaskan. Pada awalnya ia menolak rencana itu. Bagaimana pun dirinya masih bisa menghidupi adik dan dirinya sendiri, meski harus pontang-panting tapi ia bisa mengerjakan semua pekerjaan yang penting halal. Ternyata penolakan Nafisah tidak berarti apa-apa, sepulangnya Aditya dari flight panjang, kedua orang tua Aditya kembali mendatangi kediaman nya, dan memaksakan perjodohan. Mau tidak mau karena terdesak biaya sang adik Nafisah menyetujui hal ini, tanpa mempertimbangkan bagaimana tanggapan Aditya mengenai dirinya. Alhasil, beginilah jadinya. Ia memiliki pernikahan yang tidak wajar, malah terkesan sebagai pernikahan yang membunuh secara perlahan. Tanpa terasa Nafisah sudah terisak pelan, ia rindu kehidupannya yang kemarin. Tapi dirinya juga tidak bisa lagi memutar waktu untuk kembali, yang hanya bisa dilakukan menjalaninya dengan sebaik mungkin, sampai suatu saat nanti Aditya menghempaskan dirinya dari kehidupan lelaki itu. Nafisah memilih menyudahi sesi berendamnya. Ia memakai jubah mandi dan keluar dari sana dengan rambut yang basah. Belum ada tanda-tanda Aditya sudah pulang. Ke mana perginya lelaki itu? Apa bertemu dan menghabiskan waktu dengan Andini? Tentu saja bodoh! Andini merupakan cinta nya Aditya, sudah pasti mereka tidak akan melewati hari libur seperti sekarang. Nafisah keluar dari kamar dengan masih menggunakan jubah mandinya, meski di kamar mandi dirinya sudah memakai celana pendek dan juga tanktop. dirinya memutuskan untuk memanaskan masakannya tadi, agar ketika Aditya pulang masih panas. Namun niatnya urung begitu melihat ada sebuah surat bersampul kan coklat di atas meja ruang santai. Dengan pelan Nafisah mengambil amplop itu dan membacanya sambil duduk di sofa yang tersedia. ternyata surat tugas yang menunjukkan Aditya akan berangkat flight esok hari. Setelah membacanya, Nafisah kembali meletakkan amplop itu dan tak sengaja matanya melirik ke arah novel yang sepertinya masih baru. Novel dengan judul yang cukup menyentuh bagi Nafisah. "Untukmu, yang aku cinta." bacanya di dalam hati. hingga Nafisah tidak sadar dirinya sudah larut dalam bacaan tersebut yang membuatnya merasa ngantuk seketika. . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD