BAB 1 : Pernikahan

377 Words
Yah, harus Andini akui, selama lebih dari 6 tahun ia berhubungan dengan Aditya, mereka tidak pernah bertengkar hebat, meski mereka harus menjalani hubungan yang rumit, dari pekerjaan sampai restu orang tua Aditya, sama sekali tidak menjadi rintangan bagi mereka, lalu sekarang? Mengapa ia harus takut seperti ini? "Andin, dengar ... mungkin ini sedikit tidak masuk akal, tapi seperti yang sudah aku katakan tadi, aku dengan Nafis hanya sebatas nikah diatas kertas, dan aku sudah menentukan lama pernikahan kami, 6 bulan. Aku harap selama 6 bulan ini kamu akan sabar, ya Sayang." "Kamu yakin, selama 6 bulan itu sama sekali tidak ada perasaan?" "Yakin, Sayang. Kamu juga jangan ragu gitu, aku jadi gak tenang." Jujur saja, Aditya sangat takut jika pada akhirnya Andini memilih mengalah dan melepasnya, ia sangat tidak ingin seumur hidup dengan Nafis, gadis yang sama sekali tidak ia cintai. Membayangkan kehidupannya tanpa Andini saja, dadanya terasa sangat sesak. "Kita tidak pernah tau takdir kita seperti apa, Adit. Jadi, jika suatu saat nanti nyatanya kita tidak bersama, kamu harus terima itu. Aditya menatap tajam gadis yang duduk di sampingnya kini, ia sangat tidak suka pemikiran dari kekasihnya, ia yakin mereka akan bersama, jika nanti setelah 6 bulan, kedua orang tua nya tetap tidak setuju, maka jalan satu-satunya adalah, menikah meski tanpa restu orang tuanya. Mungkin ia akan terlihat sebagai anak yang tidak tau diri, tapi sungguh, ia sangat ingin membina sebuah keluarga bersama Andini, bukan dengan Nafis. "Aku tidak suka kamu bicara seperti itu," bisik Aditya dengan tatapan tajam dan penuh penekanan disetiap katanya. Andini yang melihat itu nyalinya langsung ciut, berpacaran lama dengan Aditya ia bisa tau, apa akibat jika membuat laki-laki ini marah, terlebih lagi emosi yang tidak terkendali. "Maaf," ucapan lirih itu menyadarkan Aditya, bahwa Andini sekarang telah merasa takut kepadanya. "Sorry, Sayang. Aku gak maksud buat kamu takut, kamu ngerti kan maksud aku? Aku gak mau kamu berpikiran seperti itu, kita udah sejauh ini, jangan berhenti tiba-tiba. Kita cari solusinya, ya Sayang." "O-oke, aku ngerti," jawab Andini gugup. "Yaudah, aku pulang dulu. Besok kita jalan, yah! Aku jemput kamu jam 8 lagi, jaga kesehatan yah, jangan banyak pikiran. Love you." Andini hanya menatap kepergian Aditya, setelah mobil yang di kendarai Aditya pergi, Andini langsung masuk ke dalam rumah, dan beristirahat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD