jingga 4

1197 Words
Jingga untuk angkasa 4 Angkasa melangkah ke dalam ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya setelah pria itu menyelesaikan rapat mereka beberapa saat yang lalu. Pria itu terlihat sedikit lelah akhir-akhir ini. Angkasa bergerak merenggangkan otot-ototnya yang terasa sedikit kaku. Lalu kemudian pria itu mendongakkan kepalanya sembari bersandar pada pungung kursinya. Tatapan matanya mengarah ke atas dengan pandangan menerawang menembus waktu di mana percakapannya bersama kedua orangtuanya semalam terjadi. Dirinya kembal mengingat ucapan ibu dan papanya yang kembali menyuruhnya untuk mencari seorang pendamping hidup. Angkasa menghela napasnya lelah untuk kesekian kalinya mengingat hal itu. Bukan maksud Angkasa untuk menghiraukan pendapat dan tuturan kedua orangtuanya. Hanya saja mencari seorang pendamping yang tepat itu memanglah tidak semudah itu. Kasa sebenarnya juga diam-diam mencarinya, tapi pria itu tetap tidak bisa menemukan seorang gadis yang dirasanya cocok dengan kehidupan Kasa. Lagipula Angkasa juga merasa masih terlalu sibuk mengurus pekerjaannya sehingga membuat dirinya merasa malas untuk mencari gadis yang dinanti-nantikan oleh ibunya itu. Haruskah dirinya meluangkan waktu untuk bersenang-senang dan mulai mencari pendamping hidupnya dengan serius? Angkasa mulai memikirkan hal itu lebih dalam. Dirinya juga tidak ingin papanya nanti berakhir menyuruhnya pensiun dini hanya karena tidak becus dalam mencari pendamping hidup. Sibuk memikirkan apa yang ada dalam kepalanya itu hingga membuat Angkasa tidak menyadari keberadaan seorang pria yang tengah berdiri santai di depan meja kerjanya sejak beberapa saat yang lalu. “Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau terlihat kusut sekali, Kasa?” suara itu sontak membuyarkan lamunan Angkasa. Pria itu menoleh ke arah suara yang sudah lama dikenalnya itu dengan santai tanpa membenarkan posisinya yang masih bersandar di punggung kursi. “Apa yang kau lakukan di sini, Ben?” balas pria itu kepada teman dekatnya. Terlihat seringai kecil di bibir pria yang bernama Beni. “Melihat seorang CEO yang melamun di ruangannya mungkin?” jawab pria itu dengan santai. Beni membalikkan tubuhnya dan melangkah menuju sofa yang berada di sudu ruangan milik Angkasa. Pria itu duduk sembari menyilangkan satu kakinya dan lalu menatap ke arah Angkasa. Angkasa hanya memutar bola matanya malas meladeni teman dekatnya itu. “Apa yang kau inginkan, Ben?” tanya Kasa kemudian. “Berkencanlah denganku, Kasa. Sepertinya kau butuh suatu hiburan malam ini?” ajak Beni dengan nada jenakanya. “Tidak. Masih banyak hal yang harus kuurus, Ben.” tolak Angkasa seperti biasanya. “Ayolah. Percaya padaku, ini pasti akan menyenangkan. Aku akan memperkenalkanmu dengan banyak gadis cantik di sana.” Bujuk Beni. Bisa dilihatnya Angkasa yang masih megacuhkan tawaranna itu. angkasa kembali mendongakkan kepalanya ke atas tidak menghiraukan ajakan Beni. “Kasa, cobalah sekali saja. Ku tau kau butuh hiburan saat ini, bukan. Kenapa kau tidak mencobanya dulu. Kau pasti akan menyukainya. Dan mungkn saja kau bisa menemukan gadis untuk dijadikan pendamping di sana. Bagaimana?” “Ck, sebaiknya kau pegang ucapanmu itu. jangan sampai membuatku bosan di sana, Ben.” Ucap Angkasa pada akhirnya. Pria itu telah memutuskan untuk menerima ajakan Beni. Mungkin saja apa yang dikatakan pria itu ada benarnya. Mungkin saja dirinya bisa menemukan sesuatu yang menarik di sana. Tidak ada salahnya Angkasa untuk mencoba, bukan. Nampak seringai kecil di sudut bibir Beni ketika mendengar teman dinginnya itu mau menerima ajakannya. Jarang-jarang Angkasa mau ke tempat berisik seperti itu. “Tenang saja. Kau pasti akan menyukainya.” Janjinya. Malam semakin menjelang. Angkasa baru saja memarkirkan mobilnya di pelataran sebuah saah satu club terkenal sesuai yang dikatakan temannya Beni. Dilihatnya sebuah papan tulisan besar yang menunjukkan nama clb tersebut. Angkasa menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan pelan. Dirinya masih setia duduk di kursi pengemudinya tanpa berniat untuk keluar dari mobil mewahnya. Beberapa penjaga terlihat berdiri di pintu masuk. Pandanganya melirik pada sekupulan seorang gadis dengan berpakaian seksi yang baru saja memasuki klub tersebut. Cantik dan seksi. Angkasa merasa bahwa semua ini tidak benar. Bagaimana bisa dirinya mencari seorang pendamping hidup di kawasan tempat seperti ini. Yang diinginkannya adalah seorang pendamping hidup yang setara dengan dirinya, bukan seorang jalang. Angkasa mulai merutuki kebodohannya sendiri yang bisa-bisanya mengikuti alur permainan dari temannya itu. Haruskah dirinya memilih pergi saja dan tidur di rumah, atau meneruskan pekerjaannya untuk besok? Tengah memikirkan hal itu tiba-tiba ponsel mahalnya berdering. Diliriknya nama Beni yang tertera di layar ponselnya. Dengan malas pria itu mengangkat benda pipih itu. “Hm?” “Ke mana kau? Aku sudah menunggumu di sini, Kasa. Kau tidak berpikir untuk membatalkan janji kita bukan?” cerocos pria di seberang telponnya itu. “Aku sedang memikirkannya.” “Untuk apa kau berpikir? Ck, katakan padaku di mana posisimu! Biar aku yang menyeretmu langsung.” “Hah tidak perlu. Aku sudah di depan.” “Kalau begitu cepat masuklah, bodoh. Aku menunggumu, awas kalau kau berniat kabur dariku!” ancam pria itu lalu sambungan diputus begitu saja. Angkasa menatap layar ponselnya sejenak dan lalu mengumpatinya seakan ponsel itu adalah wajah temannya, Beni. “Sialan kau!” Tidak ingin mendengar ocehan temannya itu lagi, akhirnya Angkasa memutuskan untuk membuka pintu mobil dan menemui pria itu. Ya sudahlah, biarkan dirinya sedikit bebas untuk malam ini. Dengan langkah penuh kharisma Angkasa memasuki club tersebut. Baru saja menginjakkan kaki di dalam, sosoknya langsung menarik perhatian banyak gadis-gadis di sana. Diedarkannya pandangan mata ke sekitar untuk memerhatikan tempat itu. Banyak gadis-gadis cantik dengan pakaian terbuka yang berbaur dengan para serigala di sana. Musik yang kencang terasa membuat kepalanya menjadi sakit. Bukannya ketenangan yang didapatnya, melainkan sakit kepala. Sekali lagi Angkasa merutuki teman dekatnya, Beni itu yang mengajaknya ke tempat laknat ini lagi. Sebenarnya Angkasa bukan seorang pria yang alim. Tempat-tempat seperti ini pernah menjadi tempat favoritenya juga. Dirinya tidak akan segan-segan untuk menghabiskan waktu sepanjang malam untuk bermain ke tempat ini dengan ditemani banyak wanita-wanita cantik yang menemani malam panjangnya. Itu dulu, sebelum kemudian kejadian kecelakaan itu terjadi. Sebuah kecelakaan yang akhirnya sampai menewKasan sepasang suami istri dan seorang gadis kecil yang tengah sekarat di sana. Kepala Angkasa mulai terasa makin pening ketika mengingat hari itu. hari d mana dirinya baru saja menyadari bahwa seorang Angkasa hanyalah seorang pria pengecut yang tidak berani bertanggung jawab untuk kesalahan dan kebodohannya sendiri. Angkasa mendecih kesal merasakan kembali rasa jijik pada dirinya sendiri karena sifat pengecutnya itu. Angkasa butuh obatnya lagi. Sebuah pil penenang yang selama ini menemani hari-harinya ketika dirinya kembali mengingat kejadian itu. Angkasa membutuhkan pilnya sekarang juga. Sedetik kemudian pria itu bergerak membalikkan tubuhnya hendak melangkah ke luar, namun langkah kakinya langsung tertahan oleh seorang wanita cantik yang menghadang jalannya. “Hai, sayang. Kenapa buru-buru, hm? Bagaimana kalau kita bersenang-senang sejenak. Aku bisa membuatmu melayang dengan cepat.” tawar wanita itu sembari bergerak semakin maju untuk mendekatkan tubuh mereka. “Minggir.” Tegas Angkasa dengan suara datarnya. Tatapan tajam dilontarkan Angkasa kepada wanita it, namun ternyata sikapnya tu malah membuat si wanita semakin terlihat seperti cacing kepanasan. “Khekhekhe kau dingin sekali. Tapi aku suka.” Wanita itu semakin berani menyentuh tubuh Angkasa. Dibelainya d**a bidang pria itu dengan gerakan s*****l tanpa melepas pandangan mata mereka berdua. Merasa risih, tangan Angkasa bergerak menepis dengan kasar tangan lembut itu dari tubuhnya. Terlihat raut terkejut di wajah wanita itu karena perlakuan kasar Angkasa barusan. Angkasa berniat untuk mendorong wanita itu dan menyingkirkannya dari hadapannya, sebelum kemudian seseorang datang dan mencegahnya. Angkasa menoleh kepada seseorang yang dengan beraninya merangkul pundaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD