Putus Lagi?

1066 Words
Putus dengan pacar? Udah biasa! Sherly harus berlapang dadã karena kehilangan pacar untuk kesekian kalinya. Padahal ia mengira Bimo adalah pria yang akan menjadi ayah dari anak-anaknya kelak. "Udah dong nangisnya. Si Bimo gak bakalan noleh lagi ke elu, Sher. Dia ketahuan selingkuh, sama dua orang lagi. Masih ngarep sama yang model begitu?" tuding Hana. Tapi yang namanya udah cinta, pasti bakalan ditangisin juga kan? Sherly bahkan tak peduli menghabiskan satu pack tisu milik Hana, sahabatnya sejak masih di bangku SMA. Pada kenyataannya, Sherly patah hati lagi. Entahlah, kenapa ia selalu saja sial akan urusan percintaan? Takdir memang suka mengajaknya bercanda. "Gue tuh tulus sama Bimo, udah berdoa tiap gue sholat lima waktu. Eh, tetap aja disakitin! Nggak ngotak emang tuh orang!" tangis Sherly makin menjadi-jadi. "Udah, gak usah ngegas! Urusan Bimo biar jadi urusannya sama Tuhan. Lu gak usah susah payah balas dendam hanya diselingkuhin. Dia yang bakalan rugi udah menyia-nyiakan perempuan sebaik dan secantik lu, Sherly." Sedangkan Sherly hanya mengangguk saja. Cuma Hana yang bisa meredam emosinya saat dikhianati dan dikecewakan oleh setiap pasangannya. Ia baru saja memergoki Bimo berselingkuh dengan salah satu barista terkenal di dekat cafe kampus. Tak sengaja melihat pacarnya bercumbû mesra dengan perempuan yang bahkan menurutnya lebih tua dari Bimo. Ah, ralat! Maksudnya mantan pacar karena bagi Sherly hubungannya dengan Bimo harus selesai. Bubar jalan, titik! "Kurang kenceng kali lu doanya. Udah ah, cari hiburan yuk! Masa teman gue galau gini?" Benar juga apa kata Hana, ngapain nangisin buaya? Lebih baik mempercantik diri untuk calon suami masa depan kan? Masalahnya calonnya masih ngumpet. Ia segera memperbaiki make upnya, mengolesi sedikit lip balm di bibir dan siap untuk jalan-jalan. Move on harus tetap cantik dong! Sherly Sheiladaisa. Perempuan yang baru saja berusia 24 tahun beberapa minggu lalu, lulusan fakultas Psikologi di UGM, Yogyakarta. Ia bekerja di sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak yang memang memiliki latar belakang istimewa. Keinginannya saat ini adalah menikah di usia muda dan membina keluarga yang bahagia. Gimana mau nikah, pacar aja nggak punya. "Sher, setelah ini lu gak akan nyari pacar lagi kan? Selama ini kan lu yang selalu mengejar mantan-mantan lu. Padahal ya, teman gue yang satu ini cantiknya gak habis-habis. Tapi mantannya gak ada yang bener semua, heran deh!" "Kalau bener, gak bakalan jadi mantan, Han." "Entahlah. Udah saatnya lu yang dikejar-kejar, Ladies." "Capek main kejar-kejaran. Itu pacaran apa petak umpet emang?" Hana melirik spion motor sebentar. Ah, benar juga. Beruntung Hana tak pernah mengalami siklus cinta yang berat. Ia memiliki pacar yang setia sejak di bangku SMA dan masih bertahan sampai sekarang. Namanya aja tetangga, pacar lima langkah gitu ceritanya. Padahal kalau dipikir-pikir, dulu saat masih SMA banyak yang menyukai Sherly. Anggota osis, aktif dan memang cantik bawaan dari lahir. Tapi anehnya, malah Sherly yang harus memperjuangkan barisan cintanya entah karena apa. Tapi ujung-ujungnya selalu saja putus di tengah jalan. *** Heran. Siapa yang jam begini bertamu ke rumahnya? Mobilnya pun asing, plat nomornya sih masih satu kota. Tapi Sherly tak tahu siapa pemiliknya, mungkin kenalan papanya. Ia tahu papanya adalah orang yang sibuk dengan setumpuk pekerjaan yang tidak bisa digeser kecuali lebaran dan tahun baru. "Assalamualaikum," ucap Sherly begitu masuk ke rumahnya. Ia langsung melirik ke arah ruang tamu yang sudah ramai. Di mana Sandy-kakaknya? "Waalaikumsalam. Wah, kamu udah pulang? Salaman dulu sama Bibi Anggi, udah gak ketemu beliau lama kan?" Sherly melihat sekilas ke arah wanita yang merupakan tetangga kakek-neneknya di kampung halaman. Sudah lama sekali tak berkunjung ke sana, seringnya hanya saat liburan. "Halo, Bi. Senang bertemu dengan Bibi, kabar Bibi baik?" Sherly akhirnya memilih bergabung meskipun ia sangat butuh istirahat sekarang setelah jalan-jalan dari mall dengan Hana, juga setelah nangis bombay mengetahui Bimo kampret mendua. "Baik, kamu makin cantik saja. Udah punya pacar belum?" "Belum, Bi. Awet jomblo pokoknya, hehe." (Baru aja putus, Bi. Ngenes banget kan?) batinnya menertawakan diri. Anggi kembali mengobrol dengan Prima dan Wulan, teman masa kuliahnya dulu di Jakarta. Ia sampai melupakan Yoga, putranya yang dari tadi hanya diam. "Bi, itu siapa?" tanya Sherly sambil menatap pria yang sepertinya tak asing baginya. "Ah, Bibi lupa! Ga, kenalan sendiri dong!" Pria yang memakai kemeja polos warna abu-abu dengan potongan ala Zayn Malik mendekati Sherly, mengulurkan tangan dan tersenyum mesra. "Yoga Nugraha." Tunggu, kenapa Sherly merasa tak asing dengan pria yang masih menjabat tangannya? Ia sedikit menyerong, melihat ke arah Yoga lebih dekat, duh ganteng banget anak orang. "Lupa? Dulu kita sering banget nyari kerang di sekitar pesisir pantai." "Dia kan temanmu dulu setiap pergi ke rumah kakek, Sher. Masa lupa?" Tentu saja Sherly ingat. Tapi ia memang jarang sekali ke sana, hanya saat ada acara keluarga ataupun menjelang lebaran dan Yoga dulu masih SMP saat Sherly SMA. Kenapa sekarang dia jadi sebesar ini? Bahkan hampir sama dengan Sandy-kakaknya. "Kamu nggak pernah kelihatan setiap aku ke Gunungkidul, jadinya agak lupa. Maaf ya," Sherly akhirnya bisa melepaskan uluran tangannya yang sejak tadi digenggam Yoga. Bocil mulai meresahkan ya, Bun? Yoga memang langsung keluar dari kota kelahirannya dan memilih kuliah di Jakarta atas permintaan ibunya. Ia pulang karena liburan sambil mencari inspirasi untuk bahan skripsinya. Karena cerdas dan mendapat beasiswa, Yoga bisa mempercepat kelulusannya. "Aku kuliah di Jakarta. Sebentar lagi lulus." Sherly manggut-manggut. Ia permisi balik ke kamarnya karena ingin mandi. Badannya agak lengket dan bau keringat. Tanpa sadar, Yoga menatap perempuan yang menaiki tangga dari belakang. Sampai sekarang Sherly tetap saja cantik dan berkilau di matanya. Ya, semenjak ia mengenal Sherly yang selalu bermain pasir sendirian di pantai Wohkudu, membuatnya tertarik dengan perempuan itu sampai sekarang. Yang lebih menguntungkan baginya adalah perjodohan keluarga. Ia tahu akan hal itu sejak usianya masih SMA dari sang kakek yang sama-sama mengenal kakek Sherly. "Cantik kan?" bisik Anggi. Ibunya pun setuju-setuju saja, apalagi Sherly adalah anak dari teman masa kecilnya dulu. "Kita harus membicarakan ini pada Sherly. Dia pasti akan menerima perjodohan kakeknya." yakin Prima-papa Sherly. Wulan pun setuju. Yoga adalah pria yang baik meskipun lebih muda dua tahun dari putrinya. Toh usia bukan masalah bukan? Selama ini, setiap Sherly memperkenalkan pacar-pacarnya tak pernah ada yang berani sampai ke rumah. Paling mentok hanya mengantarkan putrinya di depan gerbang saja. Masa model begitu dijadiin pendamping hidup? Big no lah ya! Yoga pun tahu kalau perempuan idamannya memang sering bergonta-ganti pacar. Tak masalah, asal dirinyalah yang nanti mengucapkan janji suci di depan penghulu dan dunia. Menang banyak nih si Yoga? ___ Terima kasih yang sudah mampir di ceritaku yang baru. Jangan lupa tap love ya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD