bc

TERNYATA CINTA (RAFANNINA)

book_age16+
748
FOLLOW
3.9K
READ
revenge
counterattack
badboy
goodgirl
self-improved
doctor
bxg
cruel
affair
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Silahkan Tap Love ☺

Sesuatu yang kamu dapatkan dengan cara salah, tidak akan bertahan lama. Percayalah, semesta selalu memiliki cara unik untuk mengembalikannya padamu~

"Sekarang, nikmati saja semua kekayaan ini, karena aku akan kembali merebutnya, dan membuatmu menyesal telah berani mengusik macan yang sedang tidur." Nina Zafira berjanji dalam hatinya.

"Terimakasih untuk semua ini, Sayang." Yuda Pratama tersenyum licik, menatap kertas di tangannya.

"Aku tak akan membiarkan kamu jadi manusia kejam, Nin." Rafan menatap Nina yang tertidur pulas.

Dapatkah Rafan membuat Nina sadar bahwa apa yang ia lakukan pada Yuda adalah kesalahan?

chap-preview
Free preview
Pertemuan Awal
Papa Papa tunggu di rumah sakit. Selesai membaca pesan dari Papa, gadis cantik berambut hitam dengan panjang sebahu itu memutar balik arah mobilnya. Ia baru saja pulang dari kampus. Awalnya ia ingin langsung pulang ke rumah, tapi ia tak bisa menolak Papa yang minta jemput di rumah sakit. Sebelumnya, di telepon Papa telah menjelaskan bahwa ia tengah berada di rumah sakit sedang menjenguk salah satu karyawannya. Awalnya Papa diantar oleh supir kantor, namun karena supir kantor minta izin untuk pulang ke rumah akibat hal mendadak, akhirnya jadi begini. "Makasih ya, Pak," ucap Nina Zafira pada tukang parkir yang membantunya mengarahkan posisi parkir mobilnya. Mengenakan kemeja berwarna hitam, Nina berjalan menyusuri lorong rumah sakit setelah sebelumnya naik menggunakan lift. "Sudah lah, aku gak bisa lagi sama kamu. Sudah cukup dengan semua tingkah kamu yang gak pernah merasa puas. Dan satu lagi, sifat kamu yang selalu memaksakan kehendak, aku sudah tidak tahan lagi." Suara bernada rendah terdengar dari dalam ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. "Tapi hubungan kita ini sudah lama. Kamu sudah gak sayang sama aku lagi?" Langkah kaki Nina terhenti saat telinganya tak sengaja mendengar percakapan itu. Entah kenapa ia malah mendekat ke pintu dan menguping pembicaraan mereka di dalam. "Sayang kamu bilang? Kamu gak salah?" "Aku yakin. Kamu gak bakal tega ninggalin aku. Kamu masih sayang sama aku. Buktinya kamu masih mau ngerawat aku." "Ngerawat kamu ini bukan karena aku masih sayang sama kamu. Ini sudah tugas aku sebagai dokter. Kemanusiaan sama manusia yang gak." Orang yang menyebut dirinya sebagai dokter itu tak meneruskan ucapannya. Terdiam. Tak ada suara dari dalam semakin membuat Nina penasaran. Ia memberanikan diri untuk maju selangkah, dan menengok ke dalam. Apes, saat ia melihat ke dalam, ponselnya melantunkan nada panggilan masuk ciri khas salah satu merek ponsel berlogo buah itu. Spontan orang yang berada di dalam kamar itu menengok ke arah sumber suara. Saling menatap sepersekian detik, Nina langsung mengambil ponsel dan mengangkat telepon dari Papa. "Iya, Pa. Ini Nina hampir sampai," sahut Nina mengambil langkah seribu meninggalkan tempat itu, diikuti dokter yang keluar dari ruangan dan berlalu berlawanan arah dengan Nina. 'Ya ampun. Kenapa tadi aku jadi nguping pembicaraan orang sih. Untung mereka gak liat jelas muka aku' rutuk Nina dalam hati. Ia menarik nafas dalam sebelum masuk ke dalam kamar rawat inap yang ada di depan. "Kamu darimana aja, Nin? Papa pikir kamu nyasar," ucap Papa begitu Nina masuk. "Enggak, Pak. Tadi itu. Anu." Nina menjadi terbata-bata saat melihat siapa yang tengah Papa jenguk. Pria yang cukup sering Nina lihat di kantor Papa. Yang sering menemani Papa kemana-mana. Ia merasa detak jantungnya mulai tak karuan. Sesekali ia melirik pria yang terbaring dengan tangan kanan terinfus itu. "Anu apa, Nin?" "Eh gapapa, Pa." Nina tersenyum kecil. Papa merogoh saku celananya lalu pamit keluar kamar sambil mengangkat telepon. "Baru pulang kuliah ya?" tanya pria itu ramah. "Iya, Pak. Eh," ucap Nina jadi salah tingkah. Pria itu tertawa melihat tingkah Nina. "Aku terlihat setua itu ya? Panggil Yuda aja," ucap pria itu lagi. Senyum yang Yuda lihatkan begitu membuat Nina makin tak karuan. "Makasih ya sudah nengokin," ucap Yuda lagi. "Tadi sih mau jemput, Papa," tukas Nina. "Tapi kan jadinya sekalian jengukin aku," sahut Yuda. "Iya. Memangnya Mas Yuda sakit apa?" "Kecapean aja, sama suka sering telat makan. Jadinya drop," terang Yuda. "Sama kayak Papa. Kalau masalah makan itu harus benar-benar diingetin. Kalau nggak suka lupa makan saking banyaknya kerjaan," ucap Nina. "Belakangan memang lagi sibuk-sibuknya. Pak Marcel sih enak ada yang ngingetin, ada Bu Dahlia, ada anak gadisnya yang cantik. Kalau aku," ucap Yuda sambil melirik Nina dengan tatapan menggoda. "Kan Mas Yuda punya pacar. Ya minta tolong buat diingetin dong," kata Nina menahan senyum. "Tapi sayangnya aku belum punya pacar," sahut Yuda. Matanya berbinar menatap Nina. Membuat Nina jadi makin salah tingkah. "Bentar ya Mas Yuda, Nina liat Papa dulu. Kok lama terima teleponnya," ujar Nina. Ia berjalan menuju pintu keluar. Namun saat membuka pintu, ia tak menemukan Papa. "Loh, Papa kemana?" tanya Nina bingung. Menutup pintu kamar, Nina lalu berjalan pelan mencari Papa sambil lirik kanan kiri. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat seorang pria berdiri di tepi lorong sambil melipat tangan. 'Aduh kayaknya ini dokter yang tadi deh' gumam Nina dalam hati. Seketika jantungnya langsung berdetak cepat. Takut pria itu akan marah karena tadi ia menguping. Nina berjalan pelan melewati pria itu sambil menundukkan wajah agar pria itu tak bisa melihat secara langsung wajahnya. "Kenapa tadi kamu nguping?" Nina berusaha tak menghiraukan ucapan pria itu. "Hei!" Dengan cepat pria itu berdiri di depan Nina, menghalangi jalannya. "Aku gak nguping pembicaraan dokter," sahut pelan Nina masih dengan kepala menunduk. "Aku masih ingat wajah dan pakaian orang yang nguping pembicaraan aku tadi. Aku yakin itu kamu," ucap pria itu lagi. 'Aduh, alasan apa ini' gumam Nina lagi. "Aku tadi lagi nyari kamar dan gak sengaja lewat," jawab Nina, berharap pria di depannya itu akan segera pergi. "Dok, waktunya visit pasien." Seorang perawat mendekat. Pria itu menatap Nina sejenak lalu pergi bersama perawat tadi. Meski sudah agak jauh, ia kembali menoleh kebelakang untuk melihat Nina yang masih berdiri di tempatnya tadi. "Untung aja," ucap Nina berbalik sambil mengelus dadanya. "Nin, kamu ngapain?" tanya Papa yang sudah berdiri di belakang Nina membuatnya terkejut. "Papa ih. Nina kaget. Papa dari mana? Terima telepon lama banget. Nina kan jadi kikuk di kamar Mas Yuda." "Iya tadi Papa sekalian ke toilet. Kita pulang sekarang?" "Iya, Pa," jawab Nina cepat sambil mengangguk. Mereka berdua kembali masuk ke kamar dan pamit pulang pada Yuda. "Cepat sembuh ya, Yud. Nanti setelah keluar dari rumah sakit, kamu ambil cuti aja lagi. Biar benar-benar sehat," ucap Papa. "Siap, Pak. Terima kasih sudah menjenguk." "Cepat sembuh Mas Yuda," ucap Nina sambil melambaikan tangan. Senyum Yuda sukses membuat Nina berbunga-bunga. Ia mengulum senyum sepanjang jalan menuju parkiran. Duduk di samping Papa yang menyetir, pikiran Nina malah teringat dengan percakapan dokter dengan orang di dalam kamar tadi. 'Ya ampun, jadi perempuan kok gak ada harga dirinya padahal sudah diputusin. Masih aja minta untuk disayangi' gumam Nina dalam hati teringat kejadian tadi. Ekspresi wajah dokter itu terbayang di dalam kepala Nina. 'Lupakan. Lupakan' batin Nina sambil menggelengkan kepala. Beberapa tahun kemudian...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.4K
bc

My Secret Little Wife

read
99.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook