bc

SUGAR HUSBAND FOR BEAUTYFUL DOCTOR

book_age16+
863
FOLLOW
12.7K
READ
love after marriage
dominant
badboy
CEO
doctor
comedy
sweet
bxg
city
substitute
like
intro-logo
Blurb

Mengandung bawang sekilo, percintaan, keluarga dan konflik yang cukup banyak.

Yasa Pradipta, adalah seorang pria yang enggan memilih cinta untuk perjalanan hidupnya. Kematian tak wajar sang ibu dan menikahnya sang ayah dengan wanita pinggir jalan, membuat Yasa terjerat dendam tanpa akhir.

Di usia yang menginjak tiga puluh tahun, Yasa mulai mencoba membuka hati untuk seorang dokter muda bernama Nayla Agnesia Caramelia. Wanita yang telah memiliki anak dan masa lalu yang sama kelamnya. Apa jadinya jika pria yang dulu ada di kehidupan Nayla kembali? Apa dia akan memilih bersama pria itu atau mempertahankan hubungan dengan Yasa?

chap-preview
Free preview
Pertemuan
Entah sudah berapa banyak wanita yang datang menghampiri, menawarkan diri dengan cuma-cuma walau sekedar menemani malam kelam seorang Yasa Pradipta. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mampu melunakkan hati sekeras batu milik pria itu. Baginya, mereka semua tak ayal tampak seperti bekas orang yang tak berharga sama sekali. Bahkan dalam keadaan setengah sadar, kepalan tangannya masih mampu menumbangkan seseorang yang berani mengusik kesenangannya. Yasa tidak peduli, jika semua orang di kelab malam ini menganggapnya pengganggu, perusak bahkan tak jarang sering membuat kericuhan. Walau dengan segudang prestasi keburukan level tinggi, nyatanya semua itu belum membuat para wanita di sekelilingnya jera. Mereka lebih tahu isi dompet pria itu mampu memberikan apa yang mereka inginkan. Yasa tertawa kecil ketika pandangannya terfokus pada gelas berisi vodka, di tempat ini tubuhnya berada. Namun, pikirannya masih saja tertuju pada seorang wanita bernama Arasella Sellana, walau dia bukanlah cinta pertama. Wanita itu nyata ada dalam hatinya selama enam tahun. Telah dua tahun berlalu ketika dia mengetahui wanitanya bahagia bersama pria lain. Mengenaskan, hidup memang selalu fasih mempermainkan perasaan sedemikian rupa sampai dia benar-benar hancur seperti ini. "Kalo lo bukan Arasella, mending pergi! Gak guna," maki Yasa ketika ada sebuah tekanan pelan di bahunya oleh seseorang. "Ck. Justru karena Arasella gue ada di sini. Kalau nggak, mana sudi gue jemput lo. Jin abal-abal, hobi kok, kelayapan malem-malem. Mau bersaing sama genderuwo bukan di sini tempatnya, di kuburan!" Yasa berdecih. Seorang pria bertubuh tegap dengan santainya menyingkirkan semua minuman miliknya. "Lo lagi. Ganggu kesenangan gue mulu, si. Pegih sono! Tempat beginian gak cocok buat tampang alim kayak lo," usir Yasa. Namun, bukannya pergi. Pria itu malah membantunya berdiri dan menuntunnya keluar. "Dasar makhluk astral. Kuping lo ternyata cuma pajangan, gak pernah dipake makanya jadi karatan. Gue gak butuh bantuan lo." Pria itu hanya berdecih. Sesekali membenarkan pegangannya agar tubuh Yasa tidak bersenggolan dengan orang lain. Tempat ini penuh dan sesak oleh asap rokok, tapi Yasa seolah telah terbiasa dengan dunia barunya ini selama dua tahun. "Lo tau. Sebenernya, dari dulu cita-cita gue itu bunuh orang," ucap Yasa. "Hah?" "Dan lo tau siapa yang pengen gue bunuh?" Yasa menatap samar pria yang masih memapahnya menuju mobil. "Dia adalah orang yang udah ngambil Arasella dari gue." Yasa terkekeh kecil. "Bunuh orang tuh, gampang! Tapi kenapa jadi susah buat gue karena gue gak mau liat Arasella nangis! Dan sekarang, gue udah kalah telak! Cinta gue ke Arasella, berhasil membuat gue jadi orang lemah. Dasar b**o, kenapa juga mesti ngerasain ini?!" Dalam langkah, air mata itu tak bisa lagi tertahan. Dia menangis. Bagaimana perih dan sesak seolah ada bebatuan besar yang menekan d**a dan berakibat nyeri. Yasa merasa, lebih baik dia dipukuli habis-habisan daripada harus merasakan sakitnya patah hati. Dia pernah merasakan cinta, namun tak sedalam seperti terhadap Arasella. Dia adalah wanita pertama yang berhasil melunakkan hati seorang Yasa Pradipta. Pria yang membawa Yasa tak mengeluarkan secuil kata untuk membalas perkataan Yasa. Karena dia lebih sadar dari seseorang yang tengah berada di luar kewarasan ini. *** Pagi menyapa. Yasa mulai terusik dari tidurnya saat terdengar nyaring kicauan burung yang terasa dekat di telinga. Tubuhnya menggeliat kecil, merasakan dinginnya lantai yang mulai menusuk kulit. Ketika membuka mata, dia dibuat terkejut oleh kecoa yang menggerayangi tubuhnya sampai wajah. "Aaaa!" Dia mendadak terbangun, kepalanya masih sedikit nyeri dan pening. Namun, dia jijik dengan kecoa yang bebas berkeliaran di tempatnya berada saat ini. Sebuah ruangan, di mana barang-barang bekas menggunung dan berdebu. Tak ada lampu, bahkan tak berjendela. Pantas saja rasanya semalam dia serasa digigit ribuan nyamuk. "Kurang ajar! Gue dibiarin tidur di gudang!" Dia kesal, langkah gontainya membawa Yasa keluar. Melihat sebuah rumah bercat putih di hadapannya, dia sudah bisa menebak siapa yang melakukan ini padanya. "Eh ... ehhhh. Masnya lagi?! Kenapa bisa masuk rumah ini?" tanya Bi Sari. Seorang asisten rumah tangga mengejar langkah Yasa dengan wajah panik. Dia telah hafal betul dengan pria yang sering datang dalam keadaan mabuk ini adalah sahabat dari dua majikannya. "Minggir, gue ada urusan sama yang punya rumah!" "Iya. Tapi Masnya jangan bikin ribut lagi." "Loh. Apa urusan lo ngatur-ngatur hidup gue? Emak gue bukan! Minggir!" Yasa berhasil menyingkirkan Bi Sari dan merangsek masuk. Mencari orang yang berani menyimpannya di gudang seperti barang bekas dan disandingkan dengan debu dan kecoa. Langkahnya membawa Yasa ke arah ruang makan. Dia yakin mereka ada di sana, sebab dia sudah hafal kegiatan isi rumah ini setiap pagi. Dan benar saja, saat pertama kali menginjakkan kaki di sana. Dia lihat seorang pria berkemeja putih polos tengah duduk santai seraya menyeruput kopi s**u. "Heh, makhluk astral! Lo nyimpen gue di gudang, hah! Keterlaluan! Temen macem apa lo?! Asal lo tau, gudang lo udah bau, banyak tikus sama kecoa! Lo punya rumah miliaran gak punya kamar lagi apa, hah!" Yasa menggebrak meja keras, tak peduli pria itu tersedak minumannya sendiri dan menatap kesal setelahnya. "Buset dah, ni orang. Dateng-dateng bukannya ngucapin salam. Malah maen beludus aja. Ini rumah gue, bukan kuburan kalau lo lupa!" "Cih." Pria yang bernama Galang itu mengusap wajah. Tampak sekali dia kesal dengan tingkah sahabatnya. Namun, dia telah paham sifat Yasa sampai ke akarnya. Yasa adalah type yang sulit dikendalikan jika bukan berasal dari mulut Arasella. "Eh, lo tuh harusnya bersyukur. Masih gue sediain tempat buat nginep. Gini-gini gue masih waras! Mana ada gue izinin lo tidur di dalem rumah. Ntar yang ada lo genitin istri gue mulu!" Yasa membuang napas kasar. Kekesalannya telah sampai di ubun-ubun, orang itu selalu saja membuat tensi darahnya naik setiap kali bertemu. Walau memang bisa diakui, tak ada lagi orang lain yang bisa menerimanya kecuali orang-orang di rumah ini. "Heh. Di luaran sana pada ngantri cewe yang mau daftar jadi cewe gue. Ejekan lo gak guna!" kata Yasa lagi seraya menarik kursi meja makan. "Buset, dah. Badan lo bau banget, si! Gak mandi berapa bulan? Hoax banget lo ngomong begitu. Mandi aja gak pernah, mana ada cewe yang mau deketin lo!" Yasa tak peduli lagi setiap ejekan yang digelontorkan Galang. Seharusnya, dia sudah terbiasa dengan hal itu dan hanya menganggapnya angin lalu. Dia sedikit menekan perutnya ketika merasa ada sebuah desakan yang telah menumpuk di tenggorokannya. "Muntah lagi. Ke kamar mandi sono!" Seolah mengerti kebiasaan sahabatnya. Kursi berderit saat Yasa kembali berlari kecil ke arah kamar mandi. Dia memuntahkan semua isi perutnya yang hanya mengeluarkan air. Entah kapan terakhir kali dia makan. Usai bolak-balik ke kamar mandi, Yasa kembali mengistitahatkan tubuhnya di ruang makan. Kepalanya sangat pening dan tenaganya seolah terkuras habis. Tampak ada yang menyodorkn segelas teh hangat padanya. Dan dia menyadari siapa yang melakukan itu ... Arasella. Wanita yang telah membuatnya sehancur ini. Sungguh munafik dan sangat menjijikan. Bukankah ini lebih pantas disebut pecundang sejati? Ketika seseorang merasa patah hati dan ingin melupakan orang yang dicintainya dengan cara menjauhi cinta itu. Tapi, Yasa teramat lupa cara bagaimana melupakan Arasella. "Diminum dulu, Yas. Biar enakan. Muka kamu pucet gitu, kamu sakit, ya?" tanya Arasella. "I-itu ... gue--" "Jangan ngasih perhatian lebih sama Jin. Tar kepalanya makin gede," sela Galang membuat dua pasang mata langsung menoleh ke arahnya. "Mas, kok, ngomongnya gitu, sih. Sebelum kamu berangkat kerja, mendingan kamu anterin Yasa dulu ke dokter." "Sella ... kenapa harus aku? Diakan bisa pergi ke dokter sendiri. Aku udah kesiangan." "Tapi, Mas--" "Laki lo bener. Gue masih bisa ngelakuin semuanya sendiri. Lagian, gue juga bukan bayi kaya laki lo. Apa-apa mesti disediain, dasar kaum lemah," ejek Yasa sekaligus beranjak dari kursinya. Dia lihat sepasang mata tajam menyorot langsung ke arahnya siap membalas bullyan tingkat dewa, tapi dia tak begitu peduli. "Terus kamu mau ke mana, Yas? Gak mau sarapan dulu?" tanya Arasella yang menahan langkah Yasa. "Males. Gue mau balik ke apartemen." Yasa berbalik arah. Namun, baru sekitar dua meter dia berjalan, tubuhnya lebih dulu limbung dan tak sadarkan diri. *** Tak butuh waktu lama bagi Yasa untuk memulihkan kesadarannya. Saat pertama kali membuka mata, dia lihat wajah menyejukkan seorang wanita tengah menaruh semangkuk bubur di samping tempat tidurnya. Siapa lagi kalau bukan Arasella. Rasanya, ingin sekali Yasa mendapat perhatian ini setiap hari. Selama dua tahun, pekerjaannya dihabiskan di kelab malam. Pulang pagi, itu pun karena dijemput oleh Galang. Bisnis aksesoris yang dia tekuni selama enam tahun bersama Arasella terbengkalai di Makassar, karena dia tidak pernah pulang ke sana. Padahal, dia ingin sekali pergi menjauh dari kehidupan Arasella. Ternyata, cinta itu bisa membuatnya begitu bodoh dan seolah menjadi b***k tak bertuan. "Aku mau liat Natha dulu di luar. Sekalian nunggu Nayla dateng ke sini." Begitu sama suara Arasella menelusup ke telinga. Yasa masih enggan terusik dan memilih memandangi punggung wanita itu ke luar kamar. Dia pun perlahan mencoba keluar dari balik selimut, membuat Galang yang berada di dekatnya menoleh dengan senyum kecil. "Udah bangun? Katanya bukan bayi. Tapi tumbang. Payah," ujar Galang. Yasa memijat pelan pelipisnya, menetralkan pening yang masih menempel. Sejenak kemudian pandangannya beralih pada pakaian yang dikenakan. Ini telah diganti. Dia kaget. "Ini siapa yang gantiin baju gue?" tanyanya. "Oh, itu. Bi Sari." "Hah!! Bi-Bi Sari?!" Yasa syok berat. Dia lihat bahkan celana jeansnya juga telah berganti dengan celana bahan. "Termasuk celananya juga?!" "Oh, celana lo diganti sama Mang Ujang." Rahang Yasa seolah ingin terlepas dari wajahnya. Pikirannya cukup liar bagaimana bisa orang itu membiarkan tubuhnya disentuh oleh banyak orang! "Ma ... Mang--Mang Ujang! Heh, kurang ajar! Lo ngobral badan gue sama siapa aja?!" Bug! Yasa melempar sebuah bantal dan tepat mengenai wajah Galang. Emosinya telah naik sampai ubun-ubun. "Eh. Lo bukannya makasih sama gue. Badan lo tuh bau! Banyak kuman, sedangkan lo tidur di rumah gue!" "Makasih, makasih pala lo gundul! Asal lo tau, badan gue haram diliat sama orang lain kecuali sama bini gue! Tapi lo dengan seenak jidat ngebiarin badan gue disentuh emak-emak?! Sini lo, makhluk kurang ajar! Beraninya lo nodain kesucian badan gue! Dasar gak ada otak!" Bug! Bug! Brak! Yasa mengejar Galang. Kedua tangan dan kakinya diapakai semua untuk memukul dan menendang pria itu sampai keluar kamar dan menutup pintu rapat-rapat. "Yaela lebay banget, si. Gitu doang baperan! Trus kalao lo gak mau digantiin sama Bi Sari lo maunya sama siapa? Arasella?! Jangan mimpi!" Suara Galang terdengar keras dari arah luar. Sedangkan Yasa masih syok dan memerosotkan tubuhnya di balik pintu. Yasa mulai dilanda frustrasi, dia pun berjalan ke arah jendela kamar yang cukup besar. Dari tempatnya berada, bisa dia lihat ada sebuah mobil berplat B memasuki pekarangan rumah ini. Tampak seorang wanita muda berambut hitam legam dengan pakaian putih keluar dari dalam mobil, sepertinya dia dokter yang dipanggil ke rumah ini. Setelah Arasella menyambutnya di bawah sana, tak lama suara pintu terbuka membuat Yasa menoleh pelan. Arasella tampak berdiri di ambang pintu dengan mulut tertutup oleh telapak tangan. "Ka-kamu kenapa berdiri di sana? Itu bahaya, kamu bisa jatuh." "Gak mau. Gue emang pengen mati," jawab Yasa datar begitu pun raut wajahnya yang cukup meyakinkan Galang dan Arasella. Kedua kakinya tepat berada di mulut jendela, sedangkan tak ada pembatas lain di sebelahnya dan mengarah langsung ke tanah. Kalau dia jatuh, setidaknya tulang rusuknya pasti remuk. "Yas. Kamu jangan bercanda, ini gak lucu. Ayo cepet turun, aku udah panggilin dokter buat meriksa keadaan kamu," kata Arasella. "Gak--mau." "Dasar jin abal-abal. Kalau mau mati, pilih-pilih tempatlah! Jangan di rumah gue. Di jalan kereta, kek, di jalan tol sana," sambar Galang. "Mas. Kamu ngomongnya jangan gitu terus, dong. Yasa lagi sakit," kata Arasella lagi menegur suaminya. "Udah, Yas. Aku gak mau kamu ngelakuin hal konyol kaya gini. Mendingan kamu turun, biar Dokter Nayla bisa meriksa keadaan kamu ... ayo," bujuk Arasella. Yasa enggan beralih. Dia malah semakin memosisikan tubuhnya di ujung mulut jendela sampai Arasella di sana berteriak takut. "Kenapa si, lo selalu baik sama gue, huh? Apa untungnya? Bisnis kita hampir bangkrut gara-gara gue. Seharusnya lo benci gue, Sel. Lo kan, paling sensitif masalah duit." "Karena ... kamu satu-satunya keluarga yang kupunya. Yas, aku udah bilang berkali-kali, kan? Kalau posisi kamu udah kaya kakak buat aku. Aku gak punya ayah sama ibu lagi, kecuali kamu yang selalu ada buat aku menggantikan posisi mereka. Apa kamu pikir uang akan lebih penting?" Yasa terdiam. Entah sudah berapa kali kata itu bertamu di telinganya dan masih terasa asing. Sebutan kakak yang disematkan Arasella sungguh membuat perasaannya tak karuan. "Oke. Gue bakal turun, tapi dengan satu syarat," kata Yasa. "Syarat?" "Ya ... syarat. Syarat berat karena suami lo udah lancang ngobral badan gue ke emak-emak. Lo pikir sekarang gue bisa hidup normal, hah? Dan gue butuh pertanggungjawaban buat semua itu." "Ngomong yang bener. Lo mau apa? Maaf? Iya, deh. Sorry! Anggep aja gue khilaf," kata Galang. "Maaf lo basi!" teriak Yasa. "Arasella? Ini kenapa? Pasiennya mana?" tanya seseorang dengan suara lembut. Mata Yasa dipaksa membulat dengan mulut sulit tertutup setelah melihat penampakkan sesosok dokter berusia matang di hadapannya. Rambutnya yang hitam legam berpipi chubby dengan mata bulat besar nan indah bagai bulan purnama itu membuat tubuhnya terpaku. "Ya, ampun. Ayo, turun dulu. Biar saya periksa kamu sebentar, ya." Yasa menurut saja tanpa da bantahan sedikit pun. Tubuhnya mendadak jadi patung, aura wanita ini sungguh kuat. Padahal Yasa adalah type pria yang sulit diatur oleh siapa pun. "Giliran sama cewe cakep patuh. Dasar ganjen." Yasa menebalkan pendengaranan. Tubuhnya telah berada di atas kasur empuk ketika Nayla mulai memeriksa kondisinya. "Mata kamu kenapa?" tanya Nayla. "Susah ngedip. Emang ni mata tau aja sama yang bening-bening." Nayla tersenyum simpul. "Terakhir makan kapan? Ada mual muntah? Suhu badan kamu juga tinggi." "Gak tau. Gak ada yang masakin makan buat saya. Coba kalau Bu Dok masakin, saya pasti gak akan sakit." Nayla terkekeh kecil. Namun, tangannya masih sigap dengan pasiennya. "Bu Dok rumahnya di mana?" "Hmh? Di deket sini, kok. Kenapa?" "Deket sini? Ah, Bu Dok bohong, ya. Yakin rumahnya bukan dari surga. Soalnya, muka Bu Dok itu gak cocok berasal dari daerah sini. Cantiknya itu, sama kaya bidadari surga." "Hah?" Wajah Nayla bersemu kemerahan, dia tertawa renyah. Mata bulatnya setengah tersembunyi karena senyum. Sesudah itu kembali merapikan lagi peralatannya ke dalam tas. "Gimana, Nay?" tanya Arasella. "Dia butuh perawatan, Sella. Aku harap, dia bisa dibawa ke rumah sakit hari ini." "Gitu, ya. Nanti aku bawa dia ke rumah sakit. Makasih banyak kamu udah mau dateng ke sini, Nay," kata Arasella yang disambut anggukan pelan oleh Nayla. "Sama-sama. Kebetulan aku juga masih ada waktu sebelum pergi ke rumah sakit. Nanti aku tunggu di sana, ya." Nayla berjalan diantar Arasella ke arah pintu kamar. Namun, belum sempat menyentuh lantai luar, sebuah suara serak khas orang sakit menyeruak dari dalam. "Sampai ketemu di sana, Bu Dok--" Sebelum Yasa kembali mengeluarkan gombalan maut. Mulutnya lebih dulu disumpal bantal oleh Galang yang sedari tadi gatal ingin menggulung tubuhnya dengan selimut lalu di buang ke sungai agar orang ini bisa bungkam. "Makhluk astral stres!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.9K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.9K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Dependencia

read
186.9K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.8K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook