One Night

1667 Words
Di dalam ruang ganti, Disha tampak cemas. Ia bahkan merasa bimbang saat mengganti pakaiannya. "Pakaian apa yang harus aku kenakan? Apa sebaiknya memakai baju tidur seperti biasa?" Gadis itu terus memilih-milih pakaian yang ada di dalam lemarinya. "Bagaimana jika Darrel melakukan itu nanti? Aku belum siap. Tapi aku juga tidak bisa terus menolaknya jika dia mendekatiku. Dia sudah resmi menjadi suamiku, tidak ada alasan lagi aku menolaknya. Ya Tuhan tolong aku...." Disha terus mengoceh seadanya, lantas maniknya itu menangkap sebuah piyama berwarna merah muda yang menggantung di lemarinya. "Ah, aku pakai ini ajalah!" Beberapa saat kemudian, Disha tampak keluar dari ruang ganti. Ia sudah rapi dengan balutan piyama merah muda, dan tentunya terlihat sangat cantik. "Sudah kuduga, kau pasti belum juga mengganti pakaianmu. Dan sekarang malah tidur," ujar Disha begitu melihat suaminya terlentang di kasur. Ia bergerak ke arahnya dan menggoyang-goyangkan kaki suaminya itu. "Darrel, bangun. Darrel, ganti bajumu dulu!" Darrel itu seperti beruang saat sudah terlelap. Dia akan terus berhibernasi sampai musim panas tiba. "Darrel… ayo bangun dulu, Sayang!" Sia-sia. Bahkan Disha sepertinya harus mencari cara lain untuk membangunkannya. Disha naik ke ranjang dan menepuk-nepuk pipi suaminya. "Hey … beruang, ayo bangun, Sayang. Musim dingin sudah berlalu." Frustasi, gadis itu mengacak rambutnya sendiri. "Aku rasa dia sangat kelelahan setelah pernikahan. Hmm … ini bagus, biar saja dia tertidur. Dengan begitu, dia tidak akan meminta 'jatah' nanti." Disha tersenyum puas. Saat gadis itu hendak menjauh dari sisi suaminya, Darrel tiba-tiba menarik tangannya hingga membuat tubuh langsing itu terjatuh tepat di pelukannya. "Darrel...!" jerit Disha begitu saja. Kini posisinya berada tepat di atas Darrel. "Kenapa, Sayang? Apa kau berpikir aku tidak akan minta jatah?" Darrel tersenyum lebar. "Aku tadi hanya berpura-pura tidur saja. Aku berpikir jika aku berpura-pura seperti tadi, kau akan mengira aku pingsan. Lalu, kau akan menciumku untuk membangunkannya." "Tapi sayangnya rencanamu itu gagal total. Iya, kan?" Disha meraba pipi Darrel yang bertabur brewok tipis. "Kau tidak bisa menaklukkanku semudah itu, Sayang. Jangan terlalu bangga dengan ketampananmu ini, kau belum bisa menaklukkanku." "Oh, jadi menurutmu aku ini tampan?" Giliran Darrel yang meraba pipi Disha, menggerayanginya hingga ke lehernya. "Tidak juga," elak Disha ragu. "Benarkah?" kata Darrel sembari terus meraba leher istrinya. "Ah, Darrel … geli!" jerit Disha saat suaminya itu mulai menciumi lehernya. "Aku tidak akan berhenti sebelum kau bilang aku ini tampan," balas Darrel keras kepala. "Kau keterlaluan." Disha meremas rambut kepala Darrel. "Baiklah … baiklah … kau itu tampan. Kau pria tertampan di dunia ini. Apa kau puas?" ujar Disha mengakuinya. "Sekarang menyingkir dariku." Disha menyingkirkan kepala Darrel dari lehernya. Kedua mata itu saling menatap penuh cinta. "Apa kau mencintaiku?" tanya Darrel dengan tatapan tulus. Disha masih memandangnya. Lalu matanya itu berkaca-kaca. Sesaat kemudian, ia mengangguk berkali-kali. "Sangat. Sangat. Aku sangat mencintaimu, Darrel!" ungkap Disha seraya langsung memeluk suaminya. Darrel membalasnya dengan pelukan hangat. "Aku juga sangat mencintaimu, Disha. Hanya kau, tidak akan ada wanita lain yang bisa menggantikan posisimu. Aku mencintaimu dengan tulus," ucap Darrel sembari mengecup rambut Disha berkali-kali. Disha merenggangkan pelukannya dan berkata, "Janji kau tidak akan membuatku sedih?" "Tidak akan!" ucap Darrel yakin. "Kau akan bersamaku terus meskipun apapun yang terjadi?" Darrel mengangguk pasti. "Aku akan tetap di sampingmu walaupun sesuatu yang buruk terjadi padamu. Kau adalah segalanya bagiku, Disha. Aku tidak akan meninggalkanmu." "Bagaimana jika ada gadis lain yang lebih cantik dariku?" tanya Disha ragu. Sebenarnya, dia percaya kalau suaminya itu tidak akan mengkhianatinya. Hanya saja, dia butuh kepastian. Itu memang sifat dasar seorang wanita. "Hanya kau yang paling cantik di dunia ini, Sayang. Aku tidak yakin jika ada wanita yang melebihi kecantikanmu," goda Darrel membuat Disha semakin tersipu. "Baiklah, sudah cukup." Disha berdiri dari hadapan Darrel. "Kau ganti pakaian dulu lalu setelah itu kita tidur," pintanya. "Kau tidak ingin melakukannya?" "Kalau kau masih memakai pakaian pengantin seperti ini, bagaimana bisa kita menikmatinya nanti, Sayang...," canda Disha diakhiri tawa renyah. Darrel tersenyum lebar. "Kau ini, pintar bercanda juga ya." Pria itu membangunkan tubuhnya dan duduk di pinggiran ranjang. "Maukah kau membantuku melepaskan pakaianku? Yah, anggap saja ini sebagai bentuk bakti seorang istri kepada suaminya." "Apa?" "Apa kau tidak ingin pahala?" kata Darrel membuat Disha tak berkutik. Pria itu memang pandai dalam membantah istrinya. "Kau selalu saja mencari cara agar aku menuruti permintaanmu!" "Ini disebut kesempatan, Sayang. Kau tahu, kan … kalau kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Hehe." "Dasar kau!" Disha segera duduk di samping Darrel dan membantunya melepas jas pengantinnya. "Kau tahu, aku tidak marah jika kau menyuruhku seperti ini. Justru aku senang. Aku bisa melayanimu sebagai seorang istri yang berbakti," kata Disha sembari melepas satu persatu kancing kemeja Darrel. "Itu baru istriku yang ideal!" puji Darrel seraya mengusap rambut kepala Disha. "Darrel, kenapa kau tidak jadi bintang film saja? Kau itu pria yang hampir sempurna. Fisik dan otakmu itu sinkron. Wajahmu tampan dan badanmu juga bagus. Kamu cocok deh kalau jadi artis," ujar Disha sembari melihat bahu Darrel yang berotot dan perutnya yang sixpack. "Kalau aku jadi artis, nanti banyak yang suka sama aku. Dan kau akan punya banyak saingan, Sayang." Disha tak habis pikir dengan rasa kepercayaan diri suaminya itu. Ia tersenyum menggeleng-gelengkan kepalanya. "Benar juga sih. Nanti kau pasti akan meninggalkanku kalau banyak gadis-gadis cantik mengejarmu." "Aku tidak akan meninggalkanmu, Sayang ….!" kata Darrel menekankan. Kemudian ia melanjutkan perkataannya lagi, "Memangnya aku sesempurna itu ya di matamu? Maksudnya, tubuhku seksi bukan?" Disha tak bisa mengelak, postur tubuh suaminya itu memang ideal dan seksi. Pantas saja, karena pria itu selalu pergi ke gym tiga kali dalam seminggu. Selain itu, dia juga sangat menjaga pola makannya. "Iya seksi sih. Tapi sayang kalau otot-ototmu itu cuma jadi pajangan teman-teman sekantormu," canda Disha diiringi gelak tawa. "Tidak juga. Sebelum kita menikah kan aku sering jadi model untuk iklan di perusahaan ayahku. Itu juga bisa menghasilkan dollar dari bentuk postur tubuhku saja. Hahaha." Darrel dan Disha tertawa bersamaan. Tidak ada tingkah Darrel yang tidak membuat Disha tersenyum atau bahkan tertawa. Saat bersamanya, Disha merasa sangat terhibur. Darrel itu pria humoris jika bersama dengan orang yang dia sukai. Dia gampang bercanda dan tertawa. Itu salah satu yang menjadikan Disha bertekuk lutut di hadapannya. Pribadinya yang periang cocok dengan Disha yang kalem. Disha masih ingat betul saat peristiwa kali pertamanya Darrel menyatakan cintanya. Mereka dahulunya satu kampus di salah satu universitas terkenal di Inggris. Waktu itu Disha masih menjadi mahasiswa baru, dan Darrel menjadi panitia ospeknya. Di hari terakhir ospek, Darrel membawa spanduk besar bertuliskan "I LOVE YOU DISHA!" dan berlari keliling lapangan dengan terus berteriak menyatakan cintanya pada Disha. Orang-orang di sekelilingnya menjerit terlebih para gadis-gadis yang sudah memimpikan Darrel menjadi teman kencannya. Darrel memang menjadi salah satu pria paling 'diincar' di kampusnya. Mengingat kenangan lama itu, membuat Disha tersenyum dan juga malu. Secinta itu Darrel padanya. Bahkan sampai saat ini sikap Darrel tidak berubah. Dia masih menjadi budaak cintanya. Apalagi waktu mengingat kenangan saat Disha diwisuda dan dinyatakan salah satu sebagai mahasiswa terbaik. Yah, Disha berhasil menyabet gelar sarjana dengan waktu yang terbilang cukup singkat. Saat upacara kelulusan, Darrel menunggu di luar gedung auditorium dan lagi-lagi membentangkan spanduk besar bertuliskan "HAPPY GRADUATION MY SWEETIE HEART, NOW … WILL YOU MARRY ME?" lengkap dengan karangan bunga. Tentu saja adegan romantis itu disaksikan para ribuan mahasiswa, dosen, juga staf-stafnya. Bahkan sampai masuk berita online dengan tajuk "7 Pernyataan Cinta terkonyol namun romantis, No 7 bikin mabuk kepayang". Dan kisah Darrel dan Disha berada di urutan nomor terakhir itu. Banyak yang memuji aksi romantis yang dilakukan Darrel itu. Namun ada juga yang merasa iri, terkhusus para gadis-gadis yang hatinya patah karena pria idamannya telah mempersunting gadis lain. "Kenapa kau tersenyum?" tanya Darrel membuyarkan lamunan Disha. "Apa kau sedang memikirkan malam pertama kita nanti?" tanyanya lagi dengan kedua mata berkedip-kedip. Disha menepuk wajah suaminya itu dengan kemeja putih. "Jangan konyol!" "Lalu, kenapa kau tersenyum seperti itu?" "Kau ingat saat pertama kali kau menyatakan cinta padaku? Juga saat kau melamarku selesai aku diwisuda?" "Iya-iya aku ingat!" jawab Darrel cepat seraya mengangguk-angguk. "Tentu saja aku ingat dong, Sayang. Itu kan salah satu peristiwa bersejarah dalam hidupku. Aku tidak bisa melupakannya begitu saja," imbuhnya dengan bersemangat. "Kau benar. Kau tampak konyol sekali waktu itu." Disha mencubit punggung hidung Darrel. "Apa kau tidak malu saat melakukan itu?" Darrel belum menjawab. Pria itu malah mendekat ke arah Disha lagi. Lantas ia menidurkan kepalanya di pangkuan istrinya itu. "Aku rela melakukan hal konyol apapun demi mendapatkan cintamu, Sayang," katanya. Ia mengambil tangan Disha dan menempelkannya di pipinya. "Bahkan rencananya aku mau membawamu ke tengah laut." "Ke tengah laut? Ngapain?" tanya Disha–mengeryitkan dahinya. "Seseorang berkata, kalau tidak ingin cintamu ditolak, maka bawa orang yang kau cintai itu ke tengah laut lalu ungkapkan cintamu di sana. Jika orang itu menolak, ceburkan saja dia ke laut. Hahaha. Dengan begitu dia tidak akan berani menolak cintamu. Hahaha." Spontan, Disha langsung menepuk mulut Darrel. "Dasar gila! Apa kau akan melakukan itu padaku?!" "Tidak, Sayang. Karena aku tahu kau juga tertarik padaku. Jadi aku tidak perlu melakukan hal yang membahayakan dirimu juga diriku." "Kau memang gila, Darrel." "Aku suami siapa dulu?" Sebenarnya Disha ingin mengelak, namun ia tak bisa menyangkal. "Suamiku," jawab Disha terpaksa. "Jadi… orang yang mau menikah dengan orang gila, berarti dia juga gila. Hahaha." Darrel dan Disha tertawa bersamaan lagi. Yah, mereka selalu tampak bahagia jika bersama. "Oh, iya. Kau bilang tubuhku seksi, bukan? Apa kau tidak ingin merabanya?" canda Darrel lagi. "Tubuhku memang seksi, kan?" tanyanya menatap ke wajah Disha. Disha memutar mata bosan. "Baiklah aku akan jujur. Kau memang seksi dan hot," ungkap Disha. "Hmm… kurasa aku sudah punya panggilan untukmu. Bagaimana kalau kau kupanggil hottie saja?" Disha menaikkan kedua alisnya dua kali. "Sepakat!" kata Darrel seraya menggenggam tangan lembut istrinya. "Sweetie and Hottie. Itu bagus untuk panggilan kita. Hahaha!" Disha mengangguk sembari tersenyum. "Baiklah sekarang kau pakai baju tidurmu. Sebentar, aku akan mengambilnya untukmu!" Disha hendak beranjak, tetapi Darrel malah menariknya kembali. Alhasil, tubuh Disha terbanting ke ranjang. "Aku tidak akan tidur dengan mengenakan baju malam ini!" ujar Darrel dengan memeluk erat istrinya. Hal itu membuat Disha menjerit sekencang mungkin. "DARREL!!!" *** TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD