bc

Aku Hanya Selir

book_age18+
1
FOLLOW
1K
READ
HE
time-travel
sweet
polygamy
addiction
substitute
like
intro-logo
Blurb

Karena rasa iri dari sahabatnya, Kinanti mati dengan cara yang begitu menyiksa. Sekarang, dia sudah terlahir kembali sebagai gadis berusia 14 tahun yang hidup di dunia lain.

Dunia yang dia tinggali sekarang begitu mirip dengan Indonesia di masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha. Lalu saat tersadar, rupanya dia akan dinikahkan dengan raja yang sudah sangat tua sebagai seorang selir.

"Nggak! Pokoknya aku gak bakal caper lagi sama atasan! Lagian Raja juga udah tua, Gak menarik buat dikejar. Banyak istri pula! Mendingan jadi selir biasa aja. Gajinya juga sama." Begitu tekadnya.

Tapi, kehendak Tuhan tidak ada yang tahu.

"Lho, kamu Raja!" pekiknya saat mengetahui bahwa pria muda yang mengambil ciuman pertamanya adalah suaminya sendiri.

"Kau sudah membuatku jatuh cinta. Maka, Raja ini bertekad akan menjadikanmu Permaisuri. Kau harus bersedia."

Kalau sudah begini, akankah keinginan Kinanti terlaksana?

chap-preview
Free preview
Kinanti
Semua bilang kalau menjadi orang yang hebat dalam suatu hal artinya bebannya juga berkurang. Akupun berpikir demikian awalnya. Dibandingkan orang-orang seumurannya, Kinanti bisa dibilang telah sukses di bidang yang dia sukai. Masa mudanya menyenangkan, tidak kekurangan kasih sayang sama sekali, di sekolah pun Kinanti termasuk anak yang menonjol dan dipercaya guru. Begitu dewasa, semua mimpi masa kecilnya telah tercapai dan dia menjadi salah satu apoteker paling diandalkan. Begitu banyak penghargaan pula yang telah dia terima di bidang farmasi. Tapi, itu semua hanyalah ketenangan sebelum badai. Karena, di usianya yang ke-25, Kinanti harus mati karena kecemburuan rekan kerjanya, Firda. Kinanti mengenal Firda sejak SMA dan kami terus bersama hingga dewasa. Bahkan mereka bekerja di rumah sakit yang sama dan di unit yang sama. Lithium. Bahan kimia yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari jika digunakan dengan benar. Tapi, bahan tersebut tidak boleh dikonsumsi, karena juga merupakan racun mematikan. Hanya dengan setengah tetes dari Lithium dapat membuat kerusakan dalam tubuh manusia. Lithium tidak mengubah rasa maupun warna. Jadi, orang yang mengonsumsinya tidak akan sadar bahwa ada sesuatu di makanannya. Itulah diagnosis yang dokter berikan saat terakhir kali kesadaran Kinanti masih ada. Dan Kinanti juga tahu bahwa orang yang dia kira sahabat itulah yang memasukkannya dalam makanannya. Kinanti ingat saat itu Firda berkata, “Kamu sudah terlalu lama di atas. Sekarang, bagaimana rasanya ada di bawah dan terinjak-injak? Itulah yang kurasakan selama ini saat bersamamu.” Kinanti yang sudah tidak dapat berbicara, dalam hati berkata, “Kalau begitu, kenapa terus-terusan mengikutiku? Itu salahmu sendiri bukan?” Sayangnya Kinanti tidak dapat menyampaikan itu. Badannya sudah terlalu sakit untuk menjawabnya. Jangankan berbicara, baju yang menempel di kulitnya saja sudah membuatnya sangat kesakitan. Sudah tidak ada lagi yang bisa Kinanti perbuat. Saat itu dia hidup, namun seolah mati. Lama kelamaan, racun itu juga menyerang mentalnya hingga membuatnya seperti anak kecil berusia tak lebih dari 6 tahun. Selama sepuluh tahun Kinanti dapat bertahan hidup seperti itu, hingga akhirnya mati tanpa bisa mengungkap peristiwa yang sebenarnya terjadi padanya. “Seandainya bisa mengulang hidup, aku berjanji akan menjadi orang yang biasa saja. Aku tidak mau hidup seperti ini lagi.” tekadnya. ... ‘DUAGH!’ Karena sebuah benturan keras, Kinanti akhirnya terbangun. Betapa kagetnya dia saat menyadari bahwa saat ini dia sedang berada di dalam sebuah kotak kayu dengan posisi terguling. “Apa ini keranda mayat? Tapi, kok ada jendelanya? Ruangannya juga cukup lebar.” pikirnya. Diliriknya seluruh penjuru kotak itu. Selain seorang gadis kecil berpakaian kemben sederhana, tidak ada lagi yang lainnya. “Siapa dia? Kok bisa di AWWW!!” Tiba-tiba kepalanya terasa begitu sakit. Baginya yang sudah sakit lebih dari 10 tahun itu hal biasa. Namun, keterkejutannya muncul saat kemudian di kepalanya terlintas ingatan seorang perempuan berusia 14 tahun yang bernama sama dengannya. Kinanti nama anak remaja itu. Dia anak seorang kepala desa di Kota Ancal. Saat ini dia sedang dalam perjalanan menuju keraton kerajaan untuk dijadikan selir bagi Raja dari Kerajaan Andakara. Dari ingatan tersebut, dia tahu bahwa seharusnya sang kakaklah yang dikirim. Namun, karena kakaknya kabur dengan kekasihnya, jadilah Kinanti yang dikirim pergi. Tidak ada yang bisa Kinanti lakukan. Semua ini demi menghidupi keluarganya di desa. Jika bukan karena dirinya, keluarganya mungkin akan mati kelaparan. Mereka memang keluarga bangsawan. Tapi, apa bedanya kepala desa dengan rakyat biasa yang tinggal di desa terpencil yang jauh dari kota? Nasibnya bisa dibilang lebih beruntung dibandingkan gadis seusianya yang mungkin harus melakukan pekerjaan berat seperti mencari kayu. Di antara mereka bahkan ada yang dijual ke rumah bordir untuk dijadikan wanita penghibur. Selama perjalanan ke Ibu Kota, kereta kuda Kinanti yang reot tiba-tiba terjatuh. Rodanya copot satu, sehingga kereta pun terguling dan terseret oleh kuda. Untuk menyelamatkan diri, kusir kuda memotong tali pengekang supaya kuda itu tidak lagi menyeret mereka. Tetapi, itu justru membuat keadaan kereta semakin tidak karuan. “Duh... apa aku terlempar ke zaman dahulu? Tapi, setahuku tidak ada kerajaan bernama Andakara.” gumam Kinanti begitu sakit kepalanya berkurang. Saat memegang kepalanya, Kinanti merasakan ada yang basah. Lalu, begitu dia lihat lagi tangannya sudah berlumur darah. Tidak terlalu banyak, tapi cukup untuk membuatnya kaget. “Jadi, aku bereinkarnasi dan sekarang baru ingat dengan kehidupanku sebelumnya.” Kemudian, fokusnya berpindah pada gadis kecil yang ada di hadapannya. Namanya Asih. Diapun memanggil-manggil gadis itu. “Sih! Asih! Kamu gapapa?” Kinanti hanya menepuk-nepuk pundak gadis yang merupakan pelayannya itu. Takutnya kepalanya juga terbentur keras dan justru akan membahayakan hidup gadis itu. “Nona...” gumam gadis kecil itu beberapa saat kemudian. Kinanti pun merasa lega, karena Asih telah sadar. “Syukurlah kamu bangun. Kamu gapapa kan?” Asih hanyalah gadis kecil berusia 9 tahun. Tidak banyak pengalaman yang dia lalui selama hidup, sehingga hal yang baru dia rasakan sangat membuatnya ketakutan. “Nona! Saya takut! Maaf saya tidak bisa membantu Nona. Hiks...” isaknya. Punggungnya bergetar ketakutan. Takut akan kejadian yang sama berlanjut, juga takut akan kemarahan majikannya. “Sudahlah. Kita kan tidak tahu akan terjadi hal seperti ini. Sekarang sebaiknya kita keluar dari sini dan bawa barang-barang berharga kita seadanya. Takutnya nanti malah ada perampok.” Asih mengangguk cepat. Diambilnya dua buah mantel yang dia letakkan di bawah kursi. Sementara itu, Kinanti mengumpulkan perhiasan-perhiasan yang dia bawa menjadi satu wadah. Dia copot juga hiasan yang dia pakai. “Kalau seperti ini, kita tidak akan dikira orang yang punya uang.” katanya. Asih mengangguk. Kata Kinanti lagi, “Sebaiknya kita juga tidak membawa barang-barang yang besar. Tapi, perjalanan mungkin masih jauh. Jadi, sebaiknya kita bawa cukup uang.” “Baik, Nona.” “Eits! Selama perjalanan, kamu juga gak boleh panggil saya ‘Nona’! Nanti dikiranya saya bangsawan kaya. Mending kamu panggil saya ‘Kakak’ atau ‘Mbak’. Jadinya, orang ngira kamu itu adik saya.” perintah Kinanti. “Baik, Non... eh, Mbak!” Kinanti tersenyum mendengar respon Asih dan melihat ekspresi gadis itu yang begitu imut. Segera setelahnya, Kinanti dan Asih pun keluar dari kereta. Dengan susah payah mereka memanjat keluar hingga akhirnya bisa berdiri tegak di atas tanah. “Pantas saja tidak ada yang menolong. Jalan ini terlalu sepi.” ujarnya saat menilik ke sekitar. Lalu, dicarinya sang kusir yang ternyata terlempar cukup jauh dari kereta. Namun, sayangnya mereka terlambat. “Dia sudah wafat.” ujar Kinanti saat memeriksa napas dari kusir paruh baya yang tidak sadarkan diri itu. Terlihat darah yang berceceran di sekitar tubuh malang itu. Badannya juga penuh dengan banyak goresan luka dan benturan. “Kasihan sekali. Dia berada di luar, sehingga lebih rentan terkena benturan batu dan pohon. Sementara kita, masih untung hanya lebam dan sedikit goresan.” Mendengar itu, Asih juga ikut bersedih. Kusir itu adalah tetangganya di desa dan merupakan ayah dari salah satu temannya. Dia bisa membayangkan bagaimana sedihnya temannya itu jika mengetahui kematian sang ayah. “Kita akan melakukan pemakaman sebisa kita. Apa kamu bisa mencarikan batu atau kayu untuk menggali tanah?” Asih menjawab, “Bisa, Mbak. Saya akan segera ambilkan.” Kinanti kemudian membetulkan posisi mayat kusir itu di atas tanah untuk memudahkan mereka nantinya. Dia juga menutupnya dengan kain yang dia ambil dari barang bawaannya. Setelah itu, dia ikut membantu Asih menggali lubang untuk persemayaman terakhir sang kusir. Kini kusir itu telah mereka kubur secara seadanya dan mereka harus melanjutkan perjalanan. Namun, kemudian terlintas sebuah ide di kepala Kinanti. Kenapa dia harus pergi ke keraton? Bukankah itu bertentangan dengan misi barunya untuk hidup secara biasa saja? Di keraton pasti dia akan bertemu dengan banyak orang jahat yang ingin menyingkirkannya. Setidaknya itulah yang sering dia lihat di drama-drama. Apalagi dia akan hidup di harem raja. Sudah pasti itu adalah medan perang para wanita bengis. “Sih, kita jangan ke keraton ya! Kita cari uang saja di jalan!” putusnya. Asih yang tidak tahu apa-apa hanya melongo kebingungan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.5K
bc

My Secret Little Wife

read
97.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook