bc

Se-bisu Cinta Ali Dan Fatimah

book_age16+
42
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
friends to lovers
goodgirl
sweet
friendship
spiritual
sisters
like
intro-logo
Blurb

Fatimah adalah bukti dari kekuasaan Tuhan terhadap takdir manusia, dimana manusia hanya bisa menuliskan semua rencana-rencana hidupnya, sedangkan tuhan yang berhak, rencana mana yang terbaik bagi hambanya, bagi Fatimah mencintai Ali sudah tentu menjadi karunia Tuhan yang tidak ternilai, karena Tuhan memberikan karunia berupa rasa cinta terhadap lawan jenis menjadi kodrat manusia sesungguhnya. Meski pada akhirnya Fatimah harus sadar, tidak selamanya karunia Tuhan sesuai dengan yang ia inginkan.

chap-preview
Free preview
Fatimah
*lebih utama membaca Al-Qur'an* Tiga anak kecil tampak berlari kesana-kemari dengan riang, tanpa peduli dengan hujan deras yang membasahi tubuh ketiganya. Hingga suara petir menggelegar membuat satu diantara tiga orang itu menjerit ketakutan, gadis mungil itu berjongkok dengan menutup telinganya kuat, sampai membuat dua temannya yang lain merasa khawatir, seorang anak laki-laki menghampiri gadis itu dan memeluknya erat, sambil menenangkan, dengan perkataan lemah lembutnya ia berhasil membuat gadis itu tenang. Fatimah, gadis kecil yang tengah meringkuk di pelukan anak laki-laki yang bernama Ali, semakin membenamkan dirinya di d**a mungil Ali, dengan ucapan-ucapan lembutnya, Ali mampu menguat jiwa kecil yang takut akan suara petir merasa tenang dan juga merasa aman, mereka berdua seakan lupa dengan kehadiran satu lagi temannya yang bernama Arsyila. Ali memutuskan menggendong tubuh yang menggigil itu dengan susah payah, meninggalkan Arsyila yang menatap keduanya dengan kerjappan mata polos namun menyimpan luka yang dalam. Ia mengikuti langkah Ali yang menggendong tubuh Fatimah dengan langkah yang menggigil juga. Sedangkan Ali dia tampak mengucapkan kalimat demi kalimat yang membuat Fatimah semakin nyaman. "Jangan takut, ada aku, Fatimah," ucapan Ali yang menghipnotis tubuh Fatimah untuk merasa aman dan tenang. Tak lama setelah itu, sepasang mata tampak terbuka dengan mengerjap pelan menyesuaikan dengan cahaya yang masuk kedalam retinanya. Ia tersadar bahwa kejadian tadi hanyalah kilasan mimpi yang menjadi awal mula semua masalah ini masuk. Fatimah hanyalah anak panti asuhan yang di adopsi ketika umur 7 tahun, dan sekarang ia tengah berada di sebuah kamar di kediaman sang keluarga angkatnya. Ia mengalami mimpi ini berulang kali, mimpi dimana ia bisa bermain dengan sepuasnya dengan 2 orang sahabatnya, ia menatap sekeliling kamarnya dengan raut sendu. Langsung saja ia bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat tahajjud. Ia rutin melakukan sholat ini, berharap satu diantara doanya bisa Allah kabulkan. Dengan khusyuk Fatimah menjalankan ibadah di sepertiga malam ini, disaat seluruh anggota keluarga tertidur lelap, ia memilih bermunajat kepada sang pencipta, berkeluh kesah, dan bercerita tentang segala permasalahan yang telah ia hadapi, tak ada tempat pengaduan terbaik selain kepada Allah SWT, Allah maha baik, ketika seorang hamba ingin mendekatinya, maka Allah akan semakin dekat, sedangkan disaat hamba mulai menjauh, Allah akan tetap bersama hambanya itu, maka, pantaskah ia sebagai seorang hamba lalai dan enggan menjalankan perintah Allah? Tak ada harapan apapun dari Fatimah selain ketenangan hati dan juga ridho Allah yang selalu menyertainya, ia hidup sendiri di dunia ini, meskipun ia memiliki keluarga, akan tetapi dia tidak bisa menampik fakta yang ada di kehidupannya, ia hanya anak panti asuhan yang di angkat oleh keluarga ini dengan baik, Allah mengirimkan sebuah keluarga yang menyayanginya dengan tulus dan ia bersyukur akan hal ini, beranjak dewasa, Fatimah makin menyadari, permasalahan hidup bukan hanya ketika kita takut hidup sendiri, tapi ada hal lain yang bahkan lebih menyakitkan, terkadang Fatimah sendiri hanya bisa menjerit sakit, kepada siapa ia akan mengadu, jika bukan kepada Allah. Dalam balutan mukenah, Fatimah menengadahkan tangannya dan berucap lirih bait demi bait doa. Baik doa untuk dirinya sendiri, maupun untuk orang lain. Pandangannya menyesar kesekuruh ruangan, ia menatap meja belajarnya yang berantakan dengan benang berbagai warna yang terlihat tidak tersusun rapi. Memiliki hobby menjahit, menjadikan Fatimah amat sangat mencintai pekerjaannya yang sekarang, yaitu merancang busana. Di umurnya yang sudah 21 tahun, Fatimah memilih bekerja dibandingkan dengan bersekolah, bukan karena ia malas untuk belajar lagi, akan tetapi rasa segan di hatinya semakin menumpuk ketika ia lagi dan lagi harus merepotkan keluarga angkatnya. Yah, Fatimah adalah anak panti asuhan yang diangkat menjadi salah satu putri di keluarga Utomo. Saat itu umurnya masih 5 tahun, sepasang suami istri datang dengan raut bahagia, lalu membawanya pergi. Hingga setahun setelah ia tinggal bersama pasangan yang bernama Rani dan Utomo, sang ibu angkat hamil, Fatimah sendiri menyambut hal ini penuh suka cita, karena ia sudah terbiasa hidup dalam keadaan ramai di panti, laku tiba-tiba harus hidup penuh kesepian di rumah yang besar, sehingga kehadiran seorang adik bagi Fatimah adalah sebuah karunia yang wajib ia syukuri. "Fatim, sudah bangun, Nak?" Suara itu terdengar dari luar kamar, langsung saja Fatimah keluar dan menemui wanita paruh baya yang ia panggil bunda itu. "Iya, Bunda. Ada apa?" "Bunda fikir kamu belum bangun," balas sang Bunda. Fatimah terkekeh pelan, lalu mengikuti langkah sang bunda yang menuju ke arah dapur. Seperti rutinitas Fatimah biasanya, ia langsung bersiap membuat sarapan. Ia mengecek rice cooker untuk melihat ketersediaan nasi, dah Alhamdulillah nasinya masih sangat cukup untuk sarapan satu keluarga. "Bunda, nasi goreng aja gimana?" Tanya Fatimah. "Boleh, lebih simpel kan?" Sahut sang bunda. Keduanya asyik mengobrol sambil mempersilakan sarapan, Fatimah sendiri mengambil sosis, kecap, bakso, cabai dan bumbu lainnya yang akan menjadi penyedap untuk nasi goreng buatannya. Sedangkan sang bunda sibuk dengan mengupas kulit udang, karena pesan sang adik kemarin untuk membuat udang krispi. Dengan cekatan Fatimah mengolah nasi itu dan mencampurkan semua bumbunya. Sesekali ia mencicipi lalu menambahkan bumbu yang dirasanya kurang. "Bun, kayaknya udah mantep ini?" Sang bunda mendekat lalu ikut mencicipi nasi goreng ala Fatimah. "Alhamdulillah udah, bisalah dijual di resto bintang 5. Hahahaha...." Keduanya langsung tertawa, Fatimah tidak pernah canggung berdekatan dengan sang bunda meskipun ia tau dari mana dirinya berasal. Ia bahkan sangat bersyukur bisa bertemu dengan keluarga yang menyayanginya seperti anak kandung sendiri. "Fatimah bangga punya bunda." Rani langsung menatap mata sang anak, ia dapat melihat ketulusan dari mata itu. Langsung saja ia memeluk Fatimah yang sudah ia besarkan dan ia anggap sebagai anak sendiri. "Bunda lebih bangga punya anak seperti kamu, Fatimah." Keduanya melepaskan pelukan disaat sadar, jika jam dinding sudah mulai berputar dan matahari sudah mulai beranjak naik, udang krispi buatan bunda juga sudah tertata rapi di meja makan, Fatimah memutuskan untuk ke kamarnya untuk membersihkan diri agar tidak mau bawang, hari ini ia akan berangkat kerja cukup siang, sekitar jam 9. Karena sang pemilik butik yang menyuruhnya kemarin. Dengan memakai kaos panjang dan juga rok pikslet berwarna cream, Fatimah yang mengenakan hijab semana dengan warna roknya menghampiri meja makan yang di sana sudah ada Bunda, ayah, dan juga adiknya. "Pagi, Arsyila, " sapa Fatimah riang, ia bahkan langsung mencium pipi kanan adiknya dengan gemas, sedangkan gadis yang berusia 20 tahun itu langsung mendengus tidak suka, ia paling kesal jika ada yang mencium pipinya ini. "Kak Fatim, jangan cium-cium Syila lagi." Seketika meja makan itu diisi gelak tawa yang membahana, Arsyila adalah anak bungsu, meskipun mereka terpaut usia hanya satu tahun, namun karena banyak yang memanjakannya, Arsyila menajdi gadis yang bertingkah seperti anak-anak. Bahkan sangat manja jika dibandingkan dengan Fatimah. "Iya deh, gak lagi. Dah yuk makan, itu ada udang krispi pesanan Arsyila kemarin." Dengan semangat gadis itu memakan sarapannya, bahkan sampai nambah berulang kali. Fatimah hanya terkekeh pelan, berapa cintanya sang adik dengan udang krispi. "Assalamualaikum." Atensi semua orang yang ada di meja makan langsung melihat ke arah seorang pemuda yang menggunakan kemeja hitam dengan celana berwarna cream, tidak lupa dengan kaca mata yang menambah kesan mempesona dari pemuda itu. "Mas Ali!" Teriak Arsyila membuat Fatimah yang tadi terfokus pada pemuda bernama Ali itu tersentak lalu meringis pelan, tak dapat Fatimah pungkiri, ia memiliki ketertarikan kepada sosok Ali yang merupakan pemuda baik hati, ramah, penyayang, sopan dan lembut dalam bertutur kata. Siapa yang tidak kagum? Hanya perempuan tidak normal yang tidak memiliki ketertarikan kepada Ali. Lihat saja cara Ali menyambut keantusiasan Arsyila dalam menyambutnya, meski harus Fatimah akui, ia sedikit risih melihat tingkah adik nya itu, apalagi mengingat Ali merupakan sosok laki-laki yang paling menjaga jarak dengan lawan jenisnya. "Syila, ingat yang mas bilang kemarin?" Suara berat nan lembut itu membuat Fatimah diam-diam bergetar hatinya, bahkan ia berulang kali menghembuskan nafas guna mengontrol detak jantung yang selalu saja tidak normal bila melihat Ali. "Ingat, Mas," jawab Arsyila sembari menunduk. Ali mengangguk, ia ingin mengajarkan kepada Arsyila tentang batasan bergaul dengan lawan jenis, Ali melangkah menghampiri Rani dan Utomo yang sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri, ia mengenal keluarga ini sedari ia masih bayi, kedua orang tuanya dengan keluarga Utomo merupakan sahabat karib, sehingga menjadi turun temurun ke anaknya. Ali juga mengetahui bahwa keluarga ini mengadopsi anak perempuan, teringat akan hal itu, Ali menatap ke arah sosok gadis yang memakai hijab cream yang terlihat menunduk. "Fatimah, bagaimana kabarmu?" Sapa Ali ramah, meskipun Fatimah tidak memiliki aliran darah dengan keluarga ini, bukan berarti Ali tidak menganggap Fatimah ada. "Baik, Mas. Alhamdulillah," sahut Fatimah masih dengan pandangan yang menunduk. "Ali, mari sarapan bersama." Ajak Rani. Ali mengangguk sopan, sebenarnya ia sudah sarapan tadi sebelum datang ke rumah ini, akan tetapi menghormati Rani sebagai tuan rumah, Ali akhirnya ikut bergabung sarapan bersama. "Ini masakan Fatimah, semoga suka yah, Ali." Ali tersenyum manis mendengar ucapan om Utomo. Pandangan nya jatuh kepada Fatimah yang makan dengan tenang tanpa terganggu akan kehadirannya, memang Fatimah ini tergolong gadis yang unik, ia sama sekali tidak peduli apa pun jika hal itu menyangkut dengan yang namanya kaum Adam. Sudah berulang kali Ali datang, namun ia sama sekali tidak pernah berbicara dengan Fatimah selain sekedar saling sapa. "Fatimah, jam berapa berangkat kerjanya, sayang?" Fatimah mengangkat kepalanya, lalu menatap sang bunda. "Jam 8 lewat nanti, bunda? Ada apa?" Tanya Fatimah, sang bunda menggeleng pelan, ia sedikit heran melihat sang putri yang terlihat santai tidak seperti biasanya yang setiap pagi bahkan tidak sempat sarapan bersama. "Lagi tidak banyak pesanan?" Sekarang ayah yang bertanya. "Gak, yah. Cuma beberapa pesanan aja yang sudah hampir rampung." "Tidak ingin membuka butik sendiri, Nak?" Fatimah langsung menggeleng tegas, ia tidak ingin merepotkan keluarga angkatnya terlalu jauh, lagi pula bekerja di butik yang pemiliknya sahabat Fatimah sendiri lebih menyenangkan. "Tidak usah, yah. Fatimah senang bekerja seperti ini." Utomo menghela nafas lelah, sudah berulang kali ia menawarkan hal ini kepada sang putri, namun dengan tegas akan selalu menerima penolakan. Keadaan meja makan hening, hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring, semua orang sibuk dengan pikirannya masing-masing, tanpa sadar ada satu orang yang menahan kekesalannya dan melampiaskan kepada garpu yang tidak bersalah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook