Lupa

1399 Words
*lebih utama membaca Al-Qur'an* Ali dan Arsyila sudah berangkat bersama menuju kampus, Ali yang berprofesi sebagai seorang dosen di tempat Arsyila kuliah membuat Ali dengan suka rela menjemput dan mengantarkan Arsyila. Fatimah sendiri sedang bersiap-siap menuju tempat kerjanya, dengan mengandalkan aplikasi ojek online, Fatimah berangkat setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya. "Bunda! Fatimah pergi, yah. Assalamualaikum," pamit Fatimah. Rani dan Utomo yang berada di ruang tengah terkekeh pelan melihat tingkat anaknya, hari ini Utomo tidak berangkat kerja, ia ingin bersantai terlebih dahulu untuk hari ini saja. "Dengan ibu Fatimah?" Fatimah yang merasa ditanya langsung mendongak dan menganggukkan kepalanya, ojolnya telah tiba, dengan jaket hijau khas aplikasinya. Langsung saja ia meluncur ke tempat kerjanya yang hanya berjarak 3 kilometer dari rumahnya. Tak sampai 20 menit, Fatimah telah tiba disebuah butik yang memiliki interior sederhana namun terlihat elegan, apalagi entalase yang terpasang dengan apik beberapa setelan baju karya pegawai butik ini. Ayra boutique. Bangunan berlantai dua yang membuat Fatimah merasa sangat nyaman. Di tempat ini ia bisa menjadi dirinya sendiri, jangan tanya dari mana Fatimah memperoleh keterampilan menjahit? Karena faktanya ia merupakan lulus sekolah kejuruan tata busana, beberapa kalau juga ia mengikuti ajang pameran busana, dan Alhamdulillah selalu membawa gelar juara. Makanya tak heran jika pemilik butik yang faktanya sahabatnya sendiri ini sangat menghargai dan menyayangi Fatimah. "Fatim, kamu sudah datang?" Fatimah mengangguk ketika melihat Ayra sahabatnya sekaligus pemilik dari butik tempatnya bekerja. "Yaudah, kamu udah sarapan?" Tanya Ayra lagi. "Udah, Ra. Ngomong-ngomong, desain baju yang untuk pernikahan, udah selesai, Ra. " "Serius? Coba aku lihat." Ayra terlihat mengangguk puas, ia sama sekali percaya bahwa Fatimah adalah calon desainer terkenal nantinya, melihat bagaimana cara Fatimah begitu detail dalam menggambarkan pola desainnya. "Bagus banget, kamu emang yang terbaik, fatim." "Alhamdulillah, kalau kamu suka." Fatimah kemudian langsung masuk ke dalam butik, tepatnya di lantai dua tempatnya mendesain dan menjahit hasil pola yang telah ia lukis tadi, dengan teliti ia mulai mengukur ukuran yang sesuai dengan tubuh si pemesan, saat seperti inilah kecermatan dan kehati-hatian dalam mengukur itu perlu, jika ada kesalahan sedikit, maka ia sendiri yang akan repot nantinya. Ada beberapa pegawai lainnya yang masing-masing memiliki projek pesanan yang berbeda, jika Fatimah mengambil projek baju pernikahan dan juga busana muslimah,.maka ketiga rekannya mengambil projek untuk jenis busana lainnya. "Fatimah, kira-kira kalau kita buat busana muslimah yang satu set lengkap dengan handsock dan kaus kakinya, penjualannya bagus gak yah?" Fatimah hanya mengangguk, ia masih fokus dengan pola-pola nya. "Fatim, gimana?" Suara itu lagi, membuat Fatimah yang tadinya fokus lambung mengalihkan perhatiannya ke arah teman kerjanya itu. "Aish, Fatimah lagi mengukur pola, nanti dulu yah diskusinya. Insyaallah cepat kok, " ucap Fatimah pelan, takut menyinggung rekan kerjanya. Sedangan rekan kerjanya yang bernama Aish itu meringis tidak enak, ini salahnya sendiri sih, sudah tau Fatimah lagi sibuk dengan pola, malah ia bertanya yang bisa mengganggu konsentrasi Fatimah ketika menghitung itu. Fatimah kembali menghitung ukuran pola, sampai deringan ponsel membuat fokusnya terpecah belah. "Assalamualaikum, halo." "Waalaikumsalam, Fatimah, kamu jam berapa istirahat?" Sapa orang di seberang sana. Fatimah menghela nafas gugup, mengapa laki-laki ini tiba-tiba menghubunginya? Dan dari mana Ali bisa memiliki nomor ponselnya? "Halo, Fatimah. Kamu masih di sana?" "Ah, iya mas. Fatimah istirahat pukul 12 siang." "Bisa kita makan siang bersama?" Jantung Fatimah langsung berdetak dengan cepat, bahkan ia sudah keringat dingin, ada apa dengannya? "Ki-kita, mas?" Tampaknya Ali di sana juga langsung terdiam, lalu terdengar kelehan sebentar. "Tidak, maksudku itu, aku, kamu dan Arsyila. Di rumah makan sea food dekat dengan tempat kamu bekerja." Entah mengapa mendengar nama Arsyila Fatimah merasa tidak enak seketika, ia tau sang adik menaruh perasaan terhadap pemuda bernama Ali ini. "Bisa, mas. Nanti share lock aja," sahut Fatimah. "eh, gak usah, biar aku jemput aja, yah?" Fatimah mengiyakan, lagian ia sangat malas pakai ojol di jam panas seperti itu, jadi lebih baik ia menerima tawaran itu selagi tidak merepotkan. Ia kembali melihat pola-pola yang masih setengah ia kerjakan, dengan menghela nafas, ia kembali mengukur ukuran itu dari awal, agar tidak ada kesalahan dan Fatimah sangat berharap, tidak ada yang mengganggunya kali ini. Menit demi menit berlalu, sampai memasuki jam istirahat, butik tempat Fatimah bekerja menyediakan istirahat sebanyak satu jam, dengan tenang Fatimah menunggu di teras butik untuk dijemput Ali. "Fatim, gak ikut makan di rumah makan sebelah?" Ajak Aish. Fatimah menggeleng. "Makasih, hari ini mau makan siang bareng Arsyila." Dia tidak berbohong kan? Kenyataannya memang Fatimah akan makan siang dengan Arsyila nanti. Rombongan rekan-rekan kerjanya sudah masuk ke dalam rumah makan yang berada di sebelah kanan butik tempat mereka bekerja, hingga menit demi menit berlalu, Fatimah telah menunggu 30 menit bahkan lebih, perutnya sudah keroncongan minta diisi. Teringat akan perkataan Ali tadi, bahwa mereka akan makan siang di rumah makan sea food dengan dengan posisinya ini, ia langsung menuju rumah makan itu menggunakan ojek. Mungkin Ali tidak jadi menjemputnya. Hanya ada satu rumah makan sea food di sekitar wilayah butik tempatnya bekerja, jadi sudah pasti rumah makan yang fatimah tuju ini adalah rumah makan yang diberitahukan Ali. Fatimah mengedarkan pandangannya, lalu tatapan nya jatuh kepada dua orang berbeda jenis kelamin yang sudah tertawa terlihat bahagia di ujung rumah makan, mereka bahkan sudah menghabiskan makanan yang tersaji di atas meja. Yang artinya, sudah cukup lama berada di ruang makan ini. Hatinya terasa sangat sakit sekarang, jika memang Ali ingin makan bersama Arsyila mengapa harus memberinya harapan dengan mengajaknya makan bersama? Perutnya kini amatlah terasa perih, ia memiliki magh dan sekarang ia telah telat makan akibat menunggu Ali menjemputnya. Dengan pandangan nanar, Fatimah memilih keluar dari dalam rumah makan, dan kembali ke butik dengan hati yang meringis ngilu. Ali sendiri yang mengedarkan pandangannya, tersentak kaget ketika melihat siluet seorang perempuan yang terlihat seperti Fatimah, ia baru sajad dari keterlupaannya terhadap janjinya menjemput Fatimah, ia terlihat gusar setelah sadar akan perbuatannya kali ini. "Mas Ali, ada apa?" Tanya Arsyila yang melihat kejanggalan yang ada pada diri Ali, apalagi tatapan Ali yang terus saja tertuju pada pintu rumah makan. "Arsyila, sebaiknya kita pulang sekarang." Ali langsung berdiri menuju kasir, lalu membayar semua pesanan yang tadi mereka makan, dengan tergesa ia menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah makan, Arsyila juga ikut terburu-buru tanpa ia ketahui masalah apa yang sampai membuat Ali seperti ini. Sepanjang jalan Ali merutuki sifat pelupanya, bagaimana jika Fatimah sampai melewatkan makan siangnya hanya demi menunggu dirinya jemput? Mengapa ia bisa seteledor ini? Ya Allah, ampuni dosanya. 25 menit kemudian, mereka sampai di kediaman keluarga Utomo, tanpa mampir dan menjawab ucapan terima kasih Arsyila, Ali langsung menancapkan gas mobilnya menuju butik tempat gadis yang ia beri janji tadi bekerja, sampai di sana, keadaan butik sedang sepi, hanya ada satu pegawai yang menajga kasir sedang berberes. "Assalamualaikum, mohon maaf kak, Fatimah nya ada? " Tanya Ali sopan. "Waalaikumsalam, Fatimah nya lagi dibawa ke klinik seberang, Mas. Magh nya kambuh." Tubuh Ali langsung menegang, apa yang ia takutkan. Akhirnya terjadi sekarang, apa yang harus ia katakan kepada gadis itu? Semua ini karena keteledorannya, padahal ia sendiri yang mengajak Fatimah untuk makan siang bersama. "Baik, kak. Terima kasih " "Sama-sama, mas." Ali langsung menuju klinik yang berada di seberang butik, ia masuk dengan tergesa dan di sana ia melihat ada Ayra pemilik butik tempat Fatimah bekerja. "Assalamualaikum, Ayra." "Waalaikumsalam, eh mas Ali. Ada apa, Mas?" Tanya Ayra kaget, ia cukup mengenal pemuda ini, karena bersahabat dengan Fatimah. "Bagaimana keadaan Fatimah?" Tanya Ali. Ayra terlihat bingung. "Dari mana mas tau kalau Fatimah berada di sini?" "Dari pegawaimu yang ada di butik," sahut Ali, Ayra mengangguk tidak curiga. "Alhamdulillah cepat ditangani, tadinya saya fikir Fatimah akan makan siang di luar, soalnya ketika pegawai kain mengajaknya makan, ia menolak. 15 menit ia pergi, tiba-tiba ia sudah kembali dalam ke adaan merintih kesakitan, beruntung saat itu ada sekitar 4 pegawai yang sudah pulang dari makan siang, jadi langsung kami bawa ke klinik ini." Rasa bersalah menghantui Ali, lidahnya keluh untuk menjelaskan yang sesungguhnya kepada Ayra, karena terlalu asyik bercerita dengan Arsyila, ia sampai terlupa dengan Fatimah, gadis yang ia ajak makan siapa bersama tadi. Fatimah sendiri masih memejamkan matanya, tubuhnya sangat lemas tak bertenaga, ia bersyukur sampai butik tepat waktu, sebelum pingsan di tengah jalan, lebih parahnya lagi pingsan di atas kendaraan yang sedang di tungganginya. Mengingat sosok Ali, hati Fatimah kembali meringis sakit, seharusnya ia tidak perlu merasakan ini, bisa saja kan Ali lupa atau ada hal lainnya. Yang jelas ia tidak boleh berfikir negatif.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD