Drama Subuh

1060 Words
Ketika memutuskan untuk menikah, yang ada dalam pikiran Nessa adalah meniti visi dan misi bersama pasangan, menikmati banyak momen berkualitas bersama, bekerja keras demi meraih impian mereka.  Hanya saja, ternya kenyataan tidak mengizinkan Nessa merasakan dan menjalani rencananya tersebut. Karena ternyata, setelah menikah, Jefri sang suami memutuskan untuk mengajak Nesa tinggal di rumah orang tuanya. Bukan perkara mudah bagi Nessa, beradaptasi dengan orang - orang baru. Yang sudah kenal lama saja belum tentu bisa saling memahami. Apa lagi yang baru kenal, kemudian tinggal bersama.  Ketika Nessa pertama kali datang, ia sudah dikagetkan dengan suara lantang nan keras ibu mertuanya. Bu Nastiti namanya.  Ternyata meski sudah berusia 28 tahun, tapi Jefri masih selalu harus dibangunkan oleh ibunya setiap hari. Cara membangunkan adalah dengan menggedor - gedor pintu kamar berulang kali, sembari berteriak - teriak. "Mas Jefri ... Nessa ... bangun ... ayo subuhan dulu. Cepet. Keburu habis waktu subuhnya." Setelah meneriakkan kata - kata itu, Bu Nastiti kembali menggedor - gedor pintu dengan sangat brutal. Padahal di dalam kamar Nessa sudah bangun, dan sedang sholat subuh sendirian. Karena Jefri belum bisa dibangunkan sejak tadi. Makanya ia memutuskan untuk sholat dulu. Baru nanti membangunkan Jefri saat ia sudah selesai sholat. Sekitar 5 kali menggedor pintu. Bu Nastiti akhirnya berhenti.  Nessa pun bisa melanjutkan sholat dengan tenang tanpa suara gaduh sang ibu mertua. Ketika sudah selesai sholat, Nessa menengok ke arah ranjang. Menatap suaminya yang masih tetap tidur pulas, dengan suara mengorok yang keras. Astaga ... bahkan setelah mendengar suara segaduh itu, Jefri tetap tidak bangun sama sekali.  Nessa kemudian melakukan wirid, kemudian berdoa. Selesai, Nessa berjalan menuju ranjang, mulai membangunkan suaminya lagi. "Mas ... Mas Jefri ... ayo bangun. Subuhan dulu. Udah jam 5 ini." Nessa menggoyangkan kaki Jefri dengan kuat. Karena dengan lembut tidak akan mempan. Dan terdengar lagi suara gedoran pintu. Brutal sekali gedoran itu. "Mas ... Mas Jefri ... Nessa ... Ya Allah ... udah hampir habis ini waktu subuhnya. Kalian mau sholat apa enggak? Nggak takut dosa? Nggak takut sama Gusti Allah?"  Suara Bu Nastiti benar - benar berisik. Tidak. Bukannya Nessa tidak sopan pada ibu mertuanya sendiri. Hanya saja suara Bu Nastiti memang benar - benar berisik. Tipe suaranya adalah yang berat dan cempreng. Sehingga kurang enak didengar.  Ditambah, Bu Nastiti terbiasa bicara dengan suara bernada tinggi. Saat Nessa hampir menjadi menantunya dulu, Bu Nastiti secara pribadi sudah meminta Nessa untuk memahami dirinya yang terbiasa berbicara dengan suara keras dan bernada tinggi itu. "Nessa sayang ... Ibuk terbiasa bicara dengan suara yang tinggi kayak gini. Kamu tolong paham ya. Soalnya udah kebiasaan."  Yah begitu lah kurang lebih ketika Bu Nastiti memintanya untuk mohon maklum dulu. Tak ingin mertuanya semakin membabi buta dalam menggedor pintu kamar, membuat jantung Nessa semakin berdebar tak karuan karena takut, Nessa pun akhirnya segera melenggang menuju pintu untuk membukanya. Bu Nastiti berdiri di ambang pintu. Sama seperti Nessa, masih mengenakan mukena juga. "Kamu udah sholat, Nes?" Bu Nastiti bertanya meski sudah jelas jawabannya. Mengingat Nessa masih mengenakan mukena.  "I - iya sudah, Buk." Nessa sampai tergagap karena seram melihat sang mertua. "Itu si Jefri buruan dibangunin. Keburu habis subuhnya."  Yah, seharusnya Bu Nastiti juga sudah tahu dan paham, bahwa sejak tadi juga, Nessa sudah berusaha membangunkan anaknya itu, namun gagal. Mengingat Jefri tidur seperti orang mati. "Sudah aku bangunin, Buk. Tapi belum bangun juga dari tadi." Nessa akhirnya menjawab jujur. Lalu ... tanpa meminta izin Nessa terlebih dahulu, Bu Nastiti nyelonong masuk begitu saja ke dalam kamar. Ia lalu mulai membangunkan anaknya, degan memukul - mukul kaki anaknya dengan sapu lidi untuk membersihkan debu di kasur. Nessa hanya menatap sembari terdiam. Berbanding terbalik dengan jantungnya yang sedang disko besar - besaran di dalam sana, saking kencang debarannya. Nessa sebenarnya tidak keberatan Bu Nastiti masuk ke kamarnya dan Jefri ini. Toh rumah ini adalah milik Bu Nastiti. Nessa tidak ada hak untuk melarang wanita itu. Tapi tetap saja, Nessa rasanya tidak nyaman jika sang ibu mertua masuk tanpa izin ke kamarnya seperti ini. Untung semalam Nessa dan Jefri libur melakukan hubungan suami istri. Jadi kamar ini cukup rapi. Coba kalau sehabis melakukan hubungan suami istri. Pasti kamarnya masih berantakan. Dan bisa jadi ada pakaian dalam yang terletak sembarangan. Seharusnya Bu Nastiti paham, bahwa sekarang Jefri sudah punya istri. Segalanya sudah berubah, sudah berbeda dengan saat Jefri masih bujang dulu. Biar bagaimana pun, Nessa membutuhkan privasi. Dan kamar ini lah satu - satunya tempat Nessa bisa mendapatkan privasinya. Tapi area privasinya sudah dijajaki oleh sang mertua. Harusnya Bu Nastiti percaya saja pada Nessa, bahwa ia pun bisa membangunkan sang suami, meskipun caranya tidak sama dengan Bu Nastiri yang brutal itu. Bukannya tetap membangunkan Jefri sendiri, seperti saat anaknya masih bujang. Jefri akhirnya bangun. Lelaki itu kini duduk di atas ranjang, masih dengan mata terpejam karena masih mengantuk. "Ayo buruan sholat dulu! Udah jam 5 lebih ini!" Bu Nastiti kembali berteriak.  "Iya Buk iya. Aku udah bangun ini, lho!" Jefri nampak kesal karena kelakuan sang ibu. "Bangun apanya, orang masih merem begitu!" Bu Nastiti menjawab masih dengan nada tinggi. "Ya bentar dong Buk. Masih bangun tidur ya kali langsung berdiri." "Kan udah Ibuk bilang, kalau habis tidur berdoa dulu. Baru berdiri. Habis itu wudhu."  "Lhah katanya tadi disuruh bangun. Sekarang suruh berdoa. Gimana sih." Nessa hanya bisa diam menonton drama subuh ala ibu dan anak itu.  Menurut Nessa, Bu Nastiti salah memperlakukan anak.  Maksudnya, Jefri itu kan sudah 28 tahun. Tapi Bu Nastiti bicara padanya seakan Jefri masih merupakan balita, yang masih harus dibimbing dalam segala hal. Padahal Jefri sudah dewasa. Seharusnya jika Jefri salah, Bu Nastiti hanya perlu mengingatkan. Kemudian ia sudah gugur kewajiban. Bukannya memperlakukan anaknya yang sudah menikah, masih seperti seorang balita  Ketika Jefri akhirnya berdiri, dan keluar dari kamar, menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, akhirnya Bu Nastiti pun keluar dari kamar ini. "Nes, harusnya kamu lebih keras bangunin Mas Jefri. Soalnya memang sejak dulu susah banget dibangunkan. Nggak tahu tuh. Ibuk juga nggak tahu kenapa bisa punya anak kayak gitu. Kalau malem pasti main game terus kan. Makanya pagi jadi susah dibangunin. Kamu bilangin dong, Nes."  Sebelum keluar dari kamar, ternyata Bu Nastiti masih menyempatkan diri untuk mengoreksi kelakuan Nessa. "Iya, Buk." Nessa hanya pasrah menjawab. Dan yah, ini lah segelintir contoh dari kehidupan baru Nessa pasca menikah. Penuh dengan drama panas setiap harinya. Dan ia harus berusaha adaptasi dengan itu semua.  ~~~ Home - Sheilanda Khoirunnisa ~~~  T B C 

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD