Bab 1

1240 Words
"Arini, Alhamdulillah Non Martha sudah melahirkan bayi perempuan!" ucap budhe Marni dari seberang. "Alhamdulillah, Budhe.. Rini ikut senang!" jawab Arini seraya duduk di sisi ranjangnya. "Kamu tidak lupa ngunci pintu, kan?" "Tidak, Budhe! ini saya sudah di kamar mau siap-siap tidur." "Yasudah, Kamu tidur. Malam ini kita semua masih di rumah sakit nungguin Non Martha. Besok pagi sehabis subuh, budhe pulang sama Mamat. Kamu hati-hati ya di rumah!" "Iya, Budhe..." Arini mengakhiri panggilan dengan budhenya, ia menarik selimut dan mengganti lampu kamarnya dengan lampu tidur. Rasanya mata Arini baru terpejam beberapa menit ketika terdengar bel rumah berbunyi. Arini tersentak kaget. Apa Budhe ga jadi tidur di rumah sakit? atau cuma bang Mamat yang pulang? Arini menyibak selimut kemudian turun dari ranjangnya. Ia berjalan mendekati pintu ruang tamu lalu mengintip dari balik tirai. "Tuan Ervan?" gumam Arini heran. Mengapa ia kesini malam-malam begini? kakaknya baru saja melahirkan, bukankah seharusnya dia ada di rumah sakit? "ALEXA BUKA PINTUNYA!!" teriak Ervan, putra bungsu keluarga Adinata, majikan budhe Marni. Meski sedikit ragu, Arini akhirnya membuka pintu tersebut. Setelah terbuka, Arini menatap kaget pada penampilan Ervan yang terlihat sangat kacau. Jas dokter tergantung di jarinya yang menekuk ke belakang di atas bahu. Dua kancing kemejanya terbuka. "Alexa..." Bau alkohol menyeruak ketika Ervan bicara, Arini menutup hidungnya dengan telapak tangan. "Maaf, Tuan! Nyonya tidak berada disini," jawab Arini. Arini segera menyingkir ketika Ervan menerobos masuk ke dalam rumah. Arini melongok keluar rumah, tak ada mobil Ervan di halaman. Ragu dengan situasi canggung karena tak ada siapapun di rumah itu selain dirinya, Arini memilih membiarkan pintu terbuka. Ia berharap putra majikan budhenya itu segera pergi. "Mengapa Kamu berdiri disitu? tutup pintunya! Di luar sangat dingin," ucap suara dingin di belakang Arini. "B-Baik." Arini menutup pintu, tapi tidak menguncinya. Ia lantas berbalik, menatap pada pria bertubuh tegap yang masih terus menatapnya. "Tuan dan nyonya ada di rumah sakit. S-silahkan Anda beristirahat. Saya permisi..." Arini berucap terbata, sangat aneh ditatap begitu lama oleh Ervan. Sejak Ervan belum pindah ke rumah baru bersama istrinya pun tak pernah dia menatap lama padanya apalagi saling berbincang. Arini sadar, bagi Ervan dia hanyalah keponakan pembantu rumah yang ikut numpang tinggal bersama keluarganya. Gadis itu beruntung budhenya memiliki majikan yang baik hati. Arini melintas di depan Ervan, bahkan ketika ia menuju ke kamarnya di samping dapur, ia merasa mata Ervan masih terus mengawasinya. Gelombang ketakutan membuat tubuh Arini mulai gemetar. Bukankah dia sekarang berbeda? sejak menikah, tuan Ervan mulai suka mabuk mabukan. Mengapa dia harus kesini saat tak ada orang lain di rumah?? Arini sudah memegang gagang pintu untuk membuka kamarnya, tapi tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggang lalu mengangkat tubuhnya. "Kamu mau kemana? kamar kita di sebelah sana, Sayang!" Tubuh Arini diangkat di bawa ke dalam kamar Ervan di sudut lain ruangan. "Tu--tuan!! Apa yang Anda lakukan?" Arini memberontak mencoba melepaskan kedua tangan kekar Ervan di pinggangnya. BRAK!! Pintu kamar dibanting, Ervan membawa tubuh Arini ke atas kasur. Dengan penuh nafsu ia menindih tubuh gadis itu. Ervan seakan tuli tak mendengar teriakan serta tangisan yang keluar dari mulut Arini. ___________________________________________ Alexa!! Kau pikir bisa terus-terusan menghindar dariku! Kau bahkan lebih mementingkan KARIR daripada SUAMIMU sendiri!! Aku akan membuatmu HAMIL agar Kau sadar kodratmu sebagai seorang wanita!! Bagi Ervan, wanita yang ada si bawahnya saat ini adalah Alexa, istrinya. Ervan memaksa tubuh Arini yang terus memberontak darinya. Ketika Arini akhirnya mampu keluar dari kungkungannya, Ervan terpaksa kembali menarik pakaian Arini hingga terkoyak, Ervan tak mau lagi mengalah dari wanita yang ia kira istrinya itu. Malam ini, ia akan membuat wanita itu menuruti keinginannya. Dug!! Dahi Arini terbentur ke tembok ketika ia berusaha melarikan diri darinya. Menit terus berjalan hingga akhirnya wanita itu pasrah tak mampu lagi keluar dari kekuasaan Ervan. Alkohol!! ini semua karena alkohol yang Kau ajarkan padaku Lexa! jangan salahkan jika aku jadi begini karena cairan haram itu!! Ervan masih bisa mendengar suara rintihan kesakitan yang keluar dari mulut sang istri ketika ia berhasil memasukinya. * Pagi harinya suara ayam jantan berkokok membuat tubuh pria berbadan besar menggeliat. Ia mengerjap beberapa kali ketika cahaya matahari menyilaukan matanya. Ahh!!! rasanya pengar sekali!! Ervan tidur telentang menutupkan telapak tangan pada kedua matanya. Tubuhnya terasa berat. Tok Tok Tok Pintu kamar terbuka, "Van! Kapan Kamu datang? Mengapa semalam ga langsung nengokin kakak Kamu?" Suara seorang wanita paruh baya membuat Ervan tersentak. Rumah Mama? bagaimana aku bisa berada disini? Ervan membuka mata. Ia melihat Dewi, mamanya tengah berdiri di depan pintu kamar. "Astaga!! Kamu mabuk lagi?? Berkali kali mama bilang, jauhi minuman haram itu! jika ada masalah bicara baik-baik, bukannya mabuk-mabukkan!! Kamu lupa sama profesimu!!" suara Dewi membuat kepala Ervan berputar putar. "Mandi dan buruan sarapan! papa udah nunggu di ruang makan." Dewi kembali menutup pintu kamar. Ervan hanya mengangguk, ia menyibak selimut untuk segera menyegarkan tubuhnya ke kamar mandi, tapi matanya terbelalak menatap secercah noda merah di sprei. Ini apa? Ahh!! pasti karena Lexa sedang mendekati masa menstruasi. Semalam aku memang tak terkendali! Ervan memunguti pakaiannya lalu segera ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya. Ervan tak peduli dengan sensasi perih yang terasa di punggungnya. "Alexa mana, Ma?" tanya Ervan ketika mengambil nasi untuk sarapan. "Mana mama tahu, mama datang Kamu sudah di rumah," jelas Dewi. "Astaga, Rin! kepala Kamu kenapa memar gitu?" tanya Dewi membuat Ervan ikut melirik penasaran pada Arini yang kini menuangkan jus ke dalam gelas di depan mamanya. "Gapapa, Nyonya. Semalam mati lampu, kepala saya kebentur tembok," jawab Arini lirih dengan suara bergetar. "Lain kali hati-hati, Rin.. Van!! salep buat memar di wajah apa?" tanya Dewi pada putranya. "Kompres pakai air hangat, terus olesin Thrombophop." "Di rumah ada?" tanya Dewi lagi. "Ga ada! Di apotek banyak," seloroh Ervan. "Kamu ini ditanya bener-bener!!" jawab Dewi kesal. Ervan menatap heran pada Arini yang terlihat ragu untuk menuang jus di depannya sehingga membuat Ervan harus menyodorkan gelas kepada gadis itu. Sarapan berlangsung begitu saja, pagi itu papa mama Ervan kembali lagi ke rumah sakit untuk menunggui cucu pertamanya yang telah lahir. Tentu saja mereka bahagia, mengingat hampir lima tahun menikah kakaknya Martha baru dipercaya untuk memiliki momongan. Ervan berjalan ke kamar untuk mengambil tas dan jas dokternya. Di depan pintu dirinya berpapasan dengan Arini yang keluar membawa sprei dan baju kotor dari kamarnya. Tak seperti biasanya, Arini pasti mengangguk atau minimal tersenyum saat bertemu muka dengannya. Namun, sejak pagi tadi sikap Arini sedikit berbeda, bahkan matanya terlihat sembab dengan wajah pucat. Mengabaikan itu semua, Ervan memilih masuk kamar untuk mengambil barang-barangnya. Setiba di kamar, matanya kembali menatap ranjang yang kini sudah rapi. Semalam aku minum dengan Dion, lalu aku pulang naik taksi ke rumah. Alexa membukakan pintu dan kita berc*nta. Namun, mengapa aku terbangun di rumah mama? Ervan memijat keningnya yang terasa pusing saat kembali mengingat kejadian semalam. Ah! terserah!! palingan Lexa pulang duluan karena sibuk dengan urusan pribadinya! Ervan bergegas ke halaman depan untuk menemui driver online yang sudah ia pesan sebelumnya. Tiga jam lagi ada jadwal operasi di rumah sakit. ____________________________________________ Di sebuah kamar, seorang gadis tengah mengintip dari balik tirai jendela. Tangannya meremas gorden dengan air mata bercucuran. Pria biad*p!! Kau bersikap normal seolah tak terjadi apa-apa setelah menghancurkan hidupku!! Arini terduduk di lantai dengan hati hancur, kesucian yang ia jaga selama 23 tahun ini direnggut oleh pria beristri yang tak lain adalah putra majikan di tempat ia menumpang tinggal selama ini. Hati Arini remuk, tapi apa yang bisa ia lakukan?? Bukankah ia hanya bisa berdamai dengan waktu dan keadaan untuk membalut luka dalam yang Ervan berikan pada dirinya? (Next➡)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD