PART 2 - FORGOTTEN

1648 Words
PART 2 Mata kehijauan Ruby mengerjap ketika memandangi satu persatu orang yang ada dalam ruangannya. Mama, Papa, dan Hillary, tapi ekspresinya berubah menjadi kebingungan ketika ketika matanya terpaku pada pria tegap bermata biru yang berdiri di sebelah adiknya perempuannya itu. Pria itu kemarin mengaku kalau ia adalah suaminya. Tapi sebaliknya Ruby merasa ada yang aneh, karena ia tidak mengingat apapun tentang pernikahan yang disebutkan pria itu kepadanya. Walaupun memang di jari manisnya sekarang bertengger cincin berlian yang sangat indah. Pria itu menghela napasnya sambil berusaha menyunggingkan senyum, walau hatinya sedikit teriris karena tidak mendapati tatapan cinta dari wanita yang sangat ia cintai satu tahun belakangan ini. Juan mendekati brankar istrinya itu dan meraih jemarinya. "Ruby?" Suara pria itu berdenting seraya menatap Ruby dengan mata birunya yang jernih. Namun manik mata Ruby bergerak-gerak beralih pada keluarganya yang berada di belakang Juan. "Ma?" cetusnya dengan nada bertanya dan ekspresi yang mengatakan 'memang benar pria ini suaminya?' Mata Margareth berkaca-kaca  sambil menganggukkan kepalanya menatap Ruby. Kakinya juga melangkah mendekati brankar Ruby dari sisi yang lainnya. Ia sudah mengerti situasinya, karena Randall juga sudah menceritakan apa yang terjadi dengan anak gadisnya ini. Tangannya mengusap jemari Ruby yang satunya, sambil memandang ke arah Juan, ia berujar, “Pria tampan ini benar-benar suami kamu sayang,” katanya dengan nada bijak. Ronny dan Hillary ikut menganggukkan kepalanya dengan gerakan cepat. Kasian kamu nak, kenapa kamu jadi insomnia?? Batin Margareth sedih seraya mengusap kepala Ruby dengan ekspresi prihatin. Juan menghela napas sambil geleng-geleng kepala, pasti maksud ibu mertuanya itu adalah amnesia. Tapi ia enggan meralatnya, biar saja Margareth dengan pikirannya, batinnya. Ruby kehilangan ingatannya dua tahun terakhir, itu berarti satu tahun bersamamu ikut musnah dari kepalanya, Juan. Aku akan berusaha mencari obat untuk kesembuhannya, selain itu kau juga harus berusaha membantu menstimulasi ingatannya, tapi dengan perlahan.  Dan sebaiknya juga secara perlahan dalam menyampaikan identitasnya saat ini. Maksudku—kau mengerti maksudku, kan? Juan membaca pikiran Reynold yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Bibir Juan mengatup keras. Ia melepaskan tangan Ruby lalu mengepalkan tangannya, seandainya saja ada sesuatu yang bisa menjadi sasaran kemarahannya saat ini, sudah pasti akan menjadi debu dalam genggamannya. Ia berderap menuju keluar kamar.  Kalau ingatan Ruby kembali pada dua tahun lalu, apa yang ada di pikiran istrinya sekarang ini? Hal ini pula yang membuat Juan frustasi, tidak bisa membaca pikiran istrinya. "Ma, pria tadi itu benar suamiku? Yang benar Ma?" tuntut Ruby pada Margareth ketika ruangan hanya tinggal ia dan keluarganya saja. Hillary menepuk pundak kakaknya cukup keras. “Kak Ruby! Tega banget sih lupain Kak Juan?!” semburnya dengan mata agak membesar. “Dia itu suami Kakak! Kalian itu saling cinta! Apalagi Kak Juan itu Ra—mmpht!” Mulut Hillary dibungkam oleh tangan Margareth dengan erat. Mata Margareth membelalak memberi peringatan pada anak keduanya yang mulutnya seperti ember pecah ini. “Dia itu apa?!” tanya Ruby dengan ekspresi curiga, matanya menyipit memandang ke arah Margareth dan adiknya bergantian. “Juan itu apa?” “Kak Juan itu pria kaya raya!” cetus Hillary, “iya, kaya raya banget!” tambahnya, “Kakak enggak boleh lupain Kak Juan!”  Ruby berdecak sambil melengos kesal dengan tingkah adiknya, “Jadi kalian berdua pasti yang memaksa aku menikah sama dia ya?” tudingnya. “Karena dia pria kaya raya?” Ruby berdecak sebal. Margareth dan Hillary saling berpandangan dengan ekspresi bingung, “Huh?” Ia memandang ke arah Ronny, papanya. “Papa juga pasti bersekongkol kan?” tuduhnya lagi. Mata Ronny mengerjap sambil menghela napas, “Ruby, kejadiannya bukan seperti itu. Kami akan jelaskan pelan-pelan. Kalian bukan menikah secara paksa, kamu dan Juan itu saling mencintai,” ujar Ronny bijak.  “Aku tidak mungkin mau menikah sama orang lain, sementara sampai saat ini hati aku masih terpatri sama Anthony!—mmpht....” Sekarang giliran mulut Ruby terbungkam oleh tangan Hillary yang mungil, namun ia segera melepaskan tangannya dari mulut kakaknya ketika melihat mata hijau Ruby yang hampir keluar. “Apa-apaan sih?!” semburnya kesal. “Ck, kalau Kak Juan dengar nama itu disebut, ia pasti cemburu Kak!” ujar Hillary, “dan asal Kak Ruby tahu, Kak Anthony itu sudah menikah juga dengan perempuan lain!” tambahnya dengan mimik meyakinkan. Wajah Ruby seketika mengeras, ia menegakkan punggungnya, memandang adiknya yang tidak berperasaan itu. Teganya ia menyampaikan hal itu di saat seperti ini, pikirnya. Tidak mungkin Anthony menikah tanpa sepengetahuannya, dan Laima? Sahabatnya, kemana dia? “Laima?” “Iya benar!” sahut Hillary antusias, “tuh kan, Kak Ruby ingat kalau Kak Anthony menikah dengan Kak Laima?” lanjut Hillary. APA???? Tapi Laima itu adalah sahabatnya, dan Laima tahu bagaimana perasaannya pada Anthony sejak mereka masih sekolah. Bagaimana bisa mereka menikah? Mata kehijauan Ruby mulai digenangi cairan bening. “Hills...” Suara berat Juan terdengar di belakang Hillary. Tubuh Hillary menegang, ia menelan ludahnya ketika menyadari bahwa kakak iparnya ada di belakangnya. Maaf Kak Juan, aku harus berbohong supaya Kak Ruby tidak memikirkan pria masa lalunya lagi, katanya dalam hati. *** Reinold menghela napasnya seraya tersenyum memandang Ruby, "Baiklah, sepertinya aku tidak bisa menahanmu lama-lama di sini, karena suamimu sudah memerintahkanku untuk memulangkanmu, Ruby," ujarnya sedikit gugup. "Memerintahkan?" Ekspresi Reinold kebingungan, “Maksudku, ia menginginkan agar kau beristirahat di rumah saja,” ralatnya. Ruby mengangguk meresponnya. Ya kurasa itu lebih baik, pikirnya. “Terima kasih Dokter Reynold,” balasnya. Namun Ruby sedang berpikir saat ini, kira-kira ia akan kembali ke rumah yang mana? Ke rumah orang tuanya? Atau ke rumah suaminya—yang ia tidak mengingatnya sedikitpun. Kalau saja ditanya, ia ingin kembali ke rumah keluarganya sementara ini, karena ia merasa asing berada bersama Juan, suaminya. Juan itu wajahnya selalu keras, menegangkan, mungkin agak menakutkan. Sepertinya dia bukanlah pria yang ramah dan menyenangkan. Ekspresinya dingin, walau ketampanannya memang tak terbantahkan, dengan mata biru yang tajam, rambut hitam tebal dan tubuh tinggi tegap berotot. Namun sepertinya ada misteri aneh dibalik sikap dingin dan sok kuasanya itu. Apa iya aku bisa mencintai pria semacam itu? Batin Ruby. Ruby menelan ludahnya ketika melihat sosok yang sedang ada dalam kepalanya muncul di ambang pintu. Mata mereka bertemu sesaat, sempat beberapa detik saling menatap. Juan masih berusaha membaca pikiran Ruby, namun selalu gagal. Namun ia belum mencoba telepatinya sama sekali—ia takut akan membuat Ruby malah ketakutan. Pria itu menghela napasnya panjang seraya melangkah masuk ke dalam ruangan menghampiri istrinya. “Apa kau sudah siap?” tanyanya lembut dengan suara yang berat. Ruby mengangguk, ia mengurungkan niatnya untuk bertanya, ke manakah ia akan pulang. Ia berjalan lebih dulu menuju pintu keluar. Yang membuatnya bingung, ketika ia berjalan menuju lobi, ia melihat barisan dokter dan perawat yang menundukkan kepalanya ketika dirinya dan Juan melewati mereka dan masuk ke dalam mobil. Sepenting inikah suamiku? Pikirnya dalam hati sambil melirik ke arah pria di sebelahnya. “Dxormain, Odiv.”   “Baik, Yang Mul—Tuan Juan,” jawab Odiv sekaligus meralatnya sebelum Ruby menyadari kesalahannya. Juan diam saja. Ia memang memerintahkan agar menyembunyikan dulu identitas mereka demi kesembuhan Ruby. Mobil yang dikemudikan Odiv melaju dengan cepat, dan makin melambat ketika memasuki sebuah gerbang besar dengan penjagaan ketat. Mobil bergerak masuk ke dalam istana. Dxormain Palace adalah istana pribadi Raja dan Ratu Cxarvbunza. Lebih kecil dari Istana Cxarvbunza. Namun di mata Ruby saat ini, bangunan istana di depannya terlihat sangat megah dan besar. Matanya membeliak bersamaan dengan ia menurunkan tubuhnya sendiri dari dalam mobil. Kepalanya sampai harus mendongak untuk melihat ujung bangunan ‘rumahnya’ itu. Dengan perlahan ia menoleh ke arah pria di sebelahnya. “Ini memang rumah kita,” katanya santai. Jadi Hillary dan Mama enggak main-main waktu bilang Juan adalah pria kaya raya, pikirnya. Tapi ini berlebihan, Ruby merasa ia tidak akan sanggup merawat rumah yang seperti istana ini. “Ini—ini rumah kita?” tanyanya tidak yakin. Juan mengangguk dan meraih tangannya. “Kau akan percaya ketika masuk ke dalamnya dan melihat foto-foto pernikahan kita nanti...,” ujarnya. Ruby terpaksa mengikuti langkah pria yang menggandeng tangannya tersebut. Ada sekitar sepuluh orang berpakaian pelayan di depan pintu besar menyambut kedatangan tuan rumahnya dengan posisi sambil menunduk, bahkan sedikit membungkuk. Walau dilanda banyak pertanyaan, namun kaki Ruby tetap melangkah mengikuti derap langkah suaminya. Benar yang dikatakan pria itu, ia disambut sebuah lukisan foto yang maha megah, di dalam lukisan itu ada dirinya dan pria yang menjadi suaminya itu dengan pakaian pernikahan ala kerajaan. Ruby bahkan harus membesarkan matanya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa benar yang di dalam lukisan itu adalah dirinya. Ia pernah bermimpi menjadi seorang permaisuri, dan di sinilah ia melihat dirinya berada dalam lukisan bak Permaisuri dan Raja yang saling mencintai. “Kapan kita menikah?” tanyanya spontan. “Kurang lebih setahun yang lalu....” “Di mana kita bertemu?” tanyanya lagi. Juan menyeringai, menyungginggkan senyum sedikit saja, berharap jawabannya bisa membuat ingatan Ruby perlahan kembali lagi. “Di kantor tempatmu bekerja.” Ia menoleh menatap Juan, “Oya?” sahutnya, “apa kau bekerja di Mackinnley Coorps juga?” Juan sedikit mengembuskan napasnya, “Aku adalah pemiliknya,” ujarnya tanpa bermaksud sombong. Mata Ruby membesar dan mengerjap sekaligus. “Huh?” tubuhnya sedikit limbung mendengar pengakuan pria di depannya ini. Ia benar-benar hampir jatuh ke lantai kalau saja Juan tidak menangkap tubuhnya yang tiba-tiba lemas. Bagaimana bisa ia menikah dengan pemilik perusahaan besar tempatnya bekerja sebagai assisten Mr. Daniel itu? Kenapa ia tidak mengingat sedikitpun kalau Juan adalah pemiliknya? “Apa hal terakhir yang kau ingat, Ruby?” Ruby memejamkan matanya, dan berkelebat banyangan seorang pria tampan yang selalu menghiasi hati dan kepalanya selama ini, Anthony. Kemudian ia ingat kalau ia sangat antusias bertemu Anthony hari itu, ketika tiba-tiba Mr. Daniel menghubunginya dan meminta bantuannya. Namun ia tidak ingat lagi apakah ia jadi bertemu Anthony saat itu atau tidak. Alis Ruby berkerut berusaha keras mengingat lagi kejadian setalah itu, ia sendiri sangat ingin tahu kelanjutannya. “Apa kau mengenal—er—Anthony?” Dan Juan pun menelan ludahnya dengan susah payah. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD