Pertemuan

1310 Words
"Dindaa kenapa kamu disitu, sini dong keluar, Mas Arya ingin berkenalan denganmu" panggil Siska. Perlahan dinda keluar dari balik pintu ruang tengah itu, Dinda hanya menundukkan wajahnya tak berani menatap Arya dan Siska, tangannya dingin, dahinya berkeringat, bibirnya mengatup dengan kuat menahan rasa gugup yang ada pada dirinya. Namanya Dinda Kinara, usianya 17 tahun, kulitnya putih tubuhnya mungil rambutnya ikal panjang setengah punggung. Ia langsung mencium punggung tangan Siska dan Arya, lalu Dinda kembali duduk bersama Mbah Tarmin. "Itu Mas gadis yang akan kamu nikahi nanti, namanya Dinda" ucap Siska sambil menunjuk ke arah Dinda. "Dinda Ini namanya Mas Arya" ucap Siska memperkenalkan Arya kepada Dinda. Dinda hanya tersenyum menatap Arya, meskipun ia merasa kaku, tapi Ia berusaha untuk santai. Sedang Arya hanya menatap sebentar Dinda lalu memalingkan wajahnya. Entah mengapa hati Arya berkecamuk, Ia menggerutuk giginya karena merasa geram dengan permintaan Istrinya itu, karena tak sanggup menahan emosinya, seketika Arya langsung menarik tangan Siska lalu mengajaknya keluar. "Siska kamu yakin akan menikahkan aku dengan gadis itu? Dia itu kan masih kecil?" tanya Arya serius Mendengar pertanyaan Arya, Siska hanya tersenyum lalu Ia menjelaskan tentang Dinda. "Sayang, Dinda itu sudah berumur 17 tahun, cuma badannya aja yang kecil dan kurasa usia segitu sudah cukup untuk menikah" jelas Siska sambil memegang tangan Arya. "Tapi aku tidak mencintainya Siska" "Itu cuma awalnya sayang, lama lama juga kamu akan bisa mencintainya juga mas" Mendengar kata kata Siska, Arya langsung emosi dan memegang kedua lengan Siska. "Tatap aku Siska, sampai kapanpun cintaku hanya untukmu, dan aku tidak bisa menikahinya" ucap Arya dengan nada emosi menatap tajam Siska. "Kalau begitu kamu tinggal pilih Mas, kamu akan menikahi Dinda atau kamu ceraikan aku Mas!" ucap Siska melawan Arya. Seketika Arya langsung melepas genggamannya terhadap Siska. Ia terdiam sejenak ,menyapu wajahnya yang berkeringat sampai rambut dengan kedua tangannya. "Pikirkanlah itu Mas, waktumu tidak banyak" ucap Siska berlalu masuk kedalam rumah Mbah Tarmin. Sedangkan Dinda dan Mbah Tarmin menunggu didalam ruang tamu, Dinda merasa gugup yang luar biasa, berulang kali Ia mengeluhkan keresahannya kepada Mbah Tarmin. "Mbah, Dinda takut" keluh Dinda memegang tangan Mbah Tarmin. "Sabar Nduk, mereka orang baik, pasti mereka tidak akan menyakitimu" ucap Mbah Tarmin menenangkan Dinda. Tiba tiba Siska masuk kedalam rumah lalu kembali duduk di tempat yang ia duduki tadi, sejenak Siska menghela nafas panjang. lalu melanjutkan pembicaraannya bersama Dinda dan Mbah Tarmin. Lalu menyusul Arya Masuk kedalam rumah dan duduk di samping Siska. "Jadi bagaimana Dinda apa kamu sudah siap?" Tanya Siska meyakinkan Dinda. Seketika Dinda langsung menatap Siska, dirinya tak kuasa menjawabnya tapi apa boleh buat, Ia sudah terlanjur membuat perjanjian denga Siska. "Ii.. Iya Bu, Dinda Siap" jawab Dinda terbata bata. "Mbah Tarmin setuju kan kalau Dinda menikah dengan suamiku?" tanya Siska menatap Mbah Tarmin. "Kalau Mbah sih setuju aja, tapi bagaimana denganmu Nak Siska, apa kamu rela membagi suamimu?" ucap Mbah Tarmin sembari meyakinkan Siska. Mendengar pertanyaan Mbah Tarmin, membuat Siska terkejut, Siska dan Arya saling menatap satu sama lain. "Iya Mbah saya sudah siap, bahkan mas Arya juga sudah siap menikahi Dinda, ya kan Mas?" ucap Dinda tersenyum sembari memegang tangan Arya. "Iya Mbah saya siap" ucap Arya terpaksa. "Baiklah kalau semua sudah setuju, Mbah tinggal mengikuti saja, jadi kapan kira kira pernikahannya akan dilangsungkan?" Tanya Mbah Tarmin. "Secepatnya Mbah, kalau bisa besok Mas Arya akan menikahi Dinda" Jawab Siska dengan cepat. Sedang Arya hanya tercengang mendengar pernyataan Siska. "Apa? besok ? bagaimana bisa aku melakukannya secepat itu" gumam Arya bertanya tanya dalam hati. "Kenapa secepat itu Siska? kenapa kamu tak memberi kita waktu untuk menyiapkan semuanya?" Protes Arya. "Tidak bisa Mas, kita tidak punya waktu, kamu hanya akan menikah Siri dengan Dinda jadi kita lakukan ini secara Privasi" "Tapi aku kan besok harus masuk kantor, dan aku pun belum sempat minta cuti" ucap Arya mencari alasan. "Kamu tenang aja Mas, tadi aku sudah menyuruh pak Joko untuk mengantarkan surat permohonan cuti mu selama 3 hari, dan kita akan tetap berada disini sampai pernikahanmu dengan Dinda selesai" "Apa? kenapa kamu tidak bilang dulu kepadaku?" "Kelamaan Mas, pokoknya ikuti saja perintahku" "Terus kita selama tinggal disini mau pakai apa sayang? kita kan gak bawa baju" "Baju ada dimobil, saya sudah siapkan dari tadi pagi sebelum kamu bangun mas" "Jadi kita akan tinggal disini sampai menunggu besok" "Tidak sayang, aku sudah memesan kamar penginapan dekat sini kok, jadi kamu tak perlu khawatir mas" Arya hanya menghela nafasnya menatap Siska, ia tak tau harus berbicara apa lagi, ia bingung dan hanya bisa menuruti semua keinginan Siska, Setelah mengobrol yang cukup lama, Siska dan Arya pun pamit pergi ke penginapan kepada Mbah Tarmin dan Dinda, karena perjalanan yang cukup jauh membuat Siska merasa letih, belum lagi harus menguras emosi ketika beradu dengan Arya, membuat Tenaganya benar benar terkuras. **** Semilir angin sejuk menghempas wajah Arya dari balik jendela kamar penginapan, Ia berdiri melihat hijaunya pemandangan desa tempat Dinda tinggal, pikiran kacau, hatinya remuk mengingat perlakuan Siska kepadanya, bagaimana bisa, Siska sekuat itu rela membagikan cintanya dengan wanita lain, Arya benar benar tak mengerti dengan semua ini, bagaimana bisa Siska bisa merencanakan ini semua dengan baik. "Mas" Panggil Siska menghampiri Arya. Arya yang sedang melamun, tiba tiba terkejut mendengar panggilan Istrinya, "Iya sayang" sahut Arya menatap istrinya yang berada dihadapannya. Siska langsung mengambil tangan Arya, ditengadahkan telapak tangan Arya, lalu Ia menaruh sebuah kotak berwarna merah yang berisikan cincin emas ditangan Arya. "Apa ini?" "Ini cincin aku belikan untuk Mas kawin Dinda" Melihat kotak itu, Arya bertambah kesal, tapi Ia tak bisa meluapkan emosinya kepada Siska, Arya langsung meremas kotak itu, lalu ia menarik bahu Siska dan dihempaskan ke dadanya agar Siska jatuh dipelukannya. Arya memeluk erat Siska lalu membisikkan sesuatu di telinga Siska. "Berjanjilah kepadaku Siska, bahwa setelah pernikahan ini selesai, cintamu tak akan berubah kepadaku" ucap Arya. "Iya Mas, aku janji" ucap Siska lirih, Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dibalik d**a Arya, sebenarnya Siska juga tak rela cintanya dibagi, tapi mau bagaimana lagi, Ia tak punya pilihan lain selain harus menikahkan Arya dengan Dinda demi mendapatkan seorang anak. *** Dinda hanya duduk termangu diteras depan rumahnya, Ia melihat teman teman sebayanya yang baru pulang sekolah, andai Ia orang yang mampu, mungkin Ia sudah memakai seragam putih abu abu, Namun Impiannya harus Ia kubur dalam dalam semenjak Ia lulus SD, karena keterbatasan ekonomi, Ia tak bisa meneruskan pendidikannya karena harus menjadi tulang punggung keluarga. Mulai besok Ia akan melepas masa lajangnya, menikah dengan seorang pria yang lebih dewasa darinya, yang tidak Ia cintai, pikiran Dinda benar benar kacau, bulir bulir bening jatuh membasahi pipinya. Ia tak memiliki pilihan lain, karena Ia harus membantu nenek yang Ia sayangi yang sudah membesarkannya hingga saat ini, mungkin dengan cara ini Ia bisa membalas budi Mbah Tarmin. "Nduk, ngapain duduk melamun disitu?" sapa Mbah Tarmin membuyarkan lamunan Dinda, Mbah langsung menghampiri lalu duduk di samping Dinda. "Eh Mbah, Dinda takut" "Sabar Nduk, tenangkan pikiranmu, Mbah yakin kamu bisa melewati ini semua" ujar Mbah Tarmin menguatkan Dinda. "Tapi Mbah, Dinda takut tinggalin Mbah sama Dandi disini? Nanti yang akan merawat Mbah sama Dandi siapa?" Tanya Dinda merasa risau. "Kamu gak perlu khawatir Nduk, Dandi kan sudah besar, pasti dia bisa jagain Mbah" ucap mbah Tarmin. "Tapi Mbah, kalau dilihat lihat Pak Arya itu tampan juga sih, tapi keliatannya galak" "hehehe, itu hanya perasaan mu Nduk, Mbah yakin Nak Arya itu orang yang baik" ucap Mbah Tarmin merasa lucu mendengar ucapan Dinda. "Hmm gitu yah Mbah, ya udah deh Dinda percaya aja sama kata Mbah, mudah mudahan Pak Arya bisa menerima Dinda apa adanya" "Aamiin, Insya Allah nduk" ucap Mbah Tarmin mengaminkan doa Dinda. tiba tiba Dinda langsung beranjak dari tempat duduk lalu meninggalkan Mbah Tarmin. "Loh Nduk, mau kemana?"Spontan Mbah Tarmin langsung memanggil Dinda "Dinda mau mandi dulu Mbah, soalnya sudah sore, bentar lagi kan sholat Magrib Mbah" "O Nggeh Nduk, Jangan lupa ngaji yah Nduk, biar hatimu tenang" "Iya Mbah" ucap Dinda yang berlalu masuk kedalam rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD