bc

Janda Kesayangan Tuan Sekretaris

book_age18+
95
FOLLOW
1.3K
READ
HE
goodgirl
stepfather
blue collar
sweet
bxg
bold
like
intro-logo
Blurb

“Pergilah, perjaka untuk perawan!” “Kenapa harus perawan, kalau janda lebih menggoda?” Kisah Abraham-sekretaris jomblo akut yang jatuh cinta pada seorang janda bernama Felita, bahkan sejak Felita masih menjadi istri salah satu rekan bisnis bosnya.  Abraham tidak menyangka bahwa wanita berwajah keibuan yang dia selamatkan beberapa tahun lalu adalah seorang istri, bukan gadis yang bebas dia sukai. Akan tetapi, mengetahui hal itu nyatanya tidak membuat hati Abraham berpaling, dia diam-diam bertekad menunggu Felita tanpa batas waktu. Semesta seakan menjawab penantian Abraham, kabar perceraian Felita dengan cepat tersebar, apalagi suami wanita itu termasuk dalam jajaran petinggi perusahaan besar dan kerap disorot media. Semua orang memojokkannya karena Felita diduga selingkuh sehingga pernikahan itu kandas. Abraham tidak percaya itu dan berhasil membuktikannya sendiri bahwa Felita tidak berselingkuh, itu hanya alasan agar dia bisa bebas dari pernikahan yang menyakitkan. Namun, media terus mengejar Felita dan mendesak agar selingkuhannya diungkap. Felita yang kebingungan justru terkejut setengah mati mendengar Abraham mengaku sebagai selingkuhannya. Bagaimana karir Abraham selaku sekretaris? Mampukah Abraham mengungkap kejahatan yang Felita alami dan meluluhkan hati janda itu? Akankah Felita menerima atau menolak keinginan keras Abraham?  “Gila!” “Aku sudah lama gila karenamu, Li!”

chap-preview
Free preview
Bab 1. Ternyata Istri Orang
“Bram, pastikan semua tamu yang datang malam ini tidak ada yang kekurangan!” “Baik, Tuan.” Laki-laki bertubuh besar dengan setelan jas gelap yang semakin memancarkan aura ketampanannya itu berbalik menuju halaman depan di mana para tamu mulai berdatangan dan harus dia pastikan bahwa mereka semua dalam kondisi aman. Namanya Abraham Libra, diusianya yang sudah 37 tahun itu belum ada satu pun gadis yang dia kenalkan sebagai pasangan, hidup Abraham seakan-akan hanya tentang bekerja dan mengurus keperluan pimpinannya, Abraham nyaris tidak menyentuh kehidupan pribadinya sama sekali. Banyak gadis yang dibawa ke hadapannya, tetapi mereka hanya menjadi cenayang yang tidak Abraham anggap, jangankan menyentuh, melihatnya saja dia malas. Namun, siapa sangka kalau sosok dingin dan datar seperti Abraham ternyata telah menyimpan satu nama seorang wanita jauh di dalam hatinya. Bahkan, rasa-rasanya tidak bisa digantikan meskipun mereka lama tidak berjumpa, beberapa hari di kesempatan itu selalu menjadi momen indah yang Abraham rindukan. “Suamiku menyuruhku datang ke sini, tapi dia nggak ngasih aku undangannya, gimana? Apa masih nggak boleh masuk?” tanya seorang wanita bergaun merah itu tepat di depan meja penerima tamu yang tak jauh dari posisi Abraham berdiri. “Cari saja nama suamiku di sistem kalian! William Johan, coba!” “Maaf, tapi kami butuh barcode yang ada di undangan itu, Nyonya William.” Wanita bernama Felita Alya itu menggelengkan kepala sembari mengumpulkan rambut panjang hitamnya itu ke sisi kiri, kedua mata Abraham seakan dipaksa melompat ke luar menyaksikan wajah Felita. Sekian tahun berlalu, tidak membuat dia lupa dan debaran itu pun masih sama. Tidak ingin berlama-lama dan membuang kesempatan, Abraham mengayunkan langkahnya menuju meja depan di mana semua tamu wajib menunjukkan kartu undangan mereka sebelum masuk. Ditariknya jas yang mulai terangkat itu, tak lupa Abraham memasang wajah ramahnya seperti beberapa tahun lalu. Dan hanya pada Felita, dia bisa seperti itu. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Abraham berdiri di samping meja itu, sedangkan Felita sibuk membongkar tasnya tanpa melihat siapa yang datang. “Maaf, Sekretaris Bram … Nyonya ini tidak membawa kartu undangannya, jadi kami belum bisa mengizinkan beliau untuk masuk—” “Tapi, kalian bisa mencari pakai nama suamiku. Coba cari nama William Johan, dia suamiku!” potong Felita dengan wajah frustrasi, dia sudah membongkar tasnya, tetapi tidak ada. William Johan? Suami? Sudut mata Abraham berkedut mendengar pengakuan wanita yang selalu dia puja dan tunggu itu, Felita yang dia kenal bukanlah seorang gadis bebas yang bisa dia miliki, melainkan seorang istri dari salah satu rekan bisnis bosnya. Jantung Abraham berpacu sangat cepat, seakan-akan ingin meledak saat itu juga. Tetapi, wajah panik bercampur manis Felita justru menahannya untuk terus berada di sana dan bersiap bila wanita itu meminta pertolongan. “Lili?” Abraham tanpa sadar menyebut nama panggilan Felita di masa lalu. Felita terkejut mendengar panggilan itu, hampir saja Felita membuang ponselnya karena melihat wajah Abraham. Laki-laki baik yang menyelamatkan hidupnya dari jerat penculik sialan yang hampir saja membuat nyawanya melayang. “Ibra?” Hati Abraham menghangat mendengar panggilan khusus yang dia berikan pada Felita dulu, panggilan itu untuk memudahkan Abraham mengenali pesan dari Felita dalam kondisi genting. “Ibra, tolong aku!” pinta Felita terdengar merengek, bahkan membuat petugas terima tamu jantungan, mereka sangat tahu kalau Abraham marah seperti apa. “Iy-iya?” Abraham mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tampil ceroboh, apalagi di depan pekerja lain yang jelas tahu dia seperti apa. “Felita sudah menikah, ada suaminya di sini. Seharusnya, kau kecewa dan pergi, bukan diam dan patuh di sini, Bram! Astaga!” batin Abraham mengomel sendiri. *** Ternyata, Felita itu istri William Johan, salah satu rekan bisnis lama di perusahaan tempat Abraham mengabdi. Bahkan, sebenarnya sejak dia bekerja di sana, dua perusahaan itu sering menjalankan proyek besar dan mengadakan pesta bersama, tetapi dia tidak pernah melihat ada Felita sebagai nyonya muda penting di acara-acara itu. Dan seperti tadi, Felita justru datang terlambat tanpa undangan, padahal suaminya sudah duduk santai bersama tamu yang lain di dalam sambil menikmati menu yang disajikan beserta hiburannya. Ada yang sakit, tetapi tidak berdarah. Lebih parahnya lagi, tidak ingin menyerah. Dasar! Rasanya ingin Abraham patahkan saja tangan William yang merangkul pinggang Felita dan mengajak wanita itu berdansa, tidak peduli dengan status keduanya, Abraham seakan-akan sudah buta, dengan santainya dia masih bisa mengakui kalau perasaan itu tetap ada untuk Felita. “Sekretaris Bram, Anda dicari tuan Juan,” ucap salah satu staf di sana. Abraham mengangguk, lalu dengan sangat terpaksa meninggalkan lantai yang menjadi saksi betapa kakinya ingin menendang perut William agar menjauh dari Felita. Kembali ke ekspresi datarnya, Abraham bersikap hormat di depan Juan, hubungan mereka sangat baik dan Juan kerap menyatakan pada Abraham bahwa mereka bukan sekadar atasan dan bawahan, melainkan keluarga. “Kau menemukan gadis yang sesuai di sini, Bram?” Juan meminta Abraham menemaninya minum meskipun laki-laki itu hanya duduk tanpa menyentuh, Abraham tidak suka minuman beralkohol. “Tidak, Tuan. Mana mungkin saya sibuk mencari gadis.” “Ck! Aku mengajakmu ke setiap acara pesta seperti ini supaya kamu nggak jadi bujang lapuk! Lagian, apa susahnya mencari wanita, huh? Wajahmu tampan dan gajimu lumayan, Bram. Cari sana! Apa mau aku carikan?” Juan kesal setiap kali menawarkan wanita pada sekretarisnya itu. Abraham hanya mengangguk, tetapi bukan sebuah jawaban pasti yang mampu Juan yakinkan untuk mencari seorang gadis di sana, sebab Abraham tidak benar-benar menerima. “Tuan, boleh saya bertanya?” “Hem, katakan!” “Bagaimana kalau ada laki-laki mencintai wanita—” “Normal, kenapa?” potong Juan dengan kesabaran tipis. “Wanita itu istri orang, Tuan …” Abraham mengatupkan belah bibirnya, dengan sigap mengambilkan air mineral untuk Juan yang tersedak mendengar pertanyaannya itu. “Maafkan, saya!” Abraham masih setia berdiri memandang wajah wanita yang nyatanya tidak bisa membuat dia berpaling itu meskipun hatinya berdarah-darah melihat bagaimana Felita memperhatikan William, laki-laki itu memutuskan untuk ke luar sebelum acara selesai, lebih baik menikmati udara luar sambil meminum kopi, setidaknya itu lebih baik untuk mentalnya sendiri. Sementara itu, suara Felita kembali memaksa Abraham untuk bangkit dan mencari keberadaannya. Di sudut bagian luar gedung itu, Felita baru saja ditinggal sendirian oleh William. “Li, sedang apa?” Abraham lagi-lagi mengutuk dirinya, dia menjadi pribadi yang lain di depan Felita. Punggung Felita menegak tegang mendengar suara Abraham di belakangnya, wanita itu berbalik sembari mengulum senyuman, tidak ada yang boleh tahu bagaimana rasanya menjadi istri William. “Eh, kamu … nggak, aku cuman mau pulang aja duluan, soalnya udah males banget sama pesta, Ib, gitu!” “Suamimu?” balas Abraham sembari melirik ke dalam. Felita tertawa. “Di-dia masih ada urusan, aku tinggal aja, lagian dia bukan anak kecil yang bakal tersesat. Yaudah, aku pamit pulang ya, Ib. Seneng deh bisa ketemu kamu lagi, bye!” “Li, biar aku antar!” ucap Abraham, tetapi hanya mampu di dalam hati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
102.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
209.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
103.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
192.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.9K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook