2. Di Atap Sekolah

1186 Words
Lyssa berjengit mendengar kata ‘murahan’. Gadis itu berujar pelan, “Kalau menurutku, bukan Karin yang yang murahan, tapi Evan. Bukanya dia terkenal suka gonta-ganti pasangan?” Septi dan Veve menoleh tak percaya pada Lyssa, tidak terima ketua OSIS mereka dikatai murahan. Buru-buru, Lyssa menambahkan, “Lagipula, kalau bukan cewek cantik dan populer, mana ada yang berani deketin Evan,” ujarnya dengan senyum manis. Septi menghela napas. “Kamu juga populer lho, Lyss. Andai saja kamu mau godain Evan, dia pasti gak akan berkutik di depanmu.” “Hahaha. Godain bagaimana? Aku aja gak pernah pacaran.” “Kan tinggal pacaran sih.. Apa susahnya? Kamu tinggal bilang ‘ya’ sama cowok-cowok yang mendekatimu,” tukas Veve sewot. Lyssa mengangguk mengiyakan, tak ingin memperpanjang masalah. Di tengah hiruk pikuk kantin sekolah, gadis itu hanya diam sambil mengaduk-aduk jus jambu. Di depannya, trai makan siang dengan rendang sapi masih utuh tak ia sentuh. “... Tapi beneran lho Lyss, kamu gak pengen apa ngerasain pacaran masa SMA? Gak pengen gitu ngerasain yang namanya ciuman dan lain sebagainya?” Pertanyaan Veve membuyarkan lamunan Lyssa. “Harus banget ya? Hehehe,” tanyanya dengan senyum palsu. “Harus dong..” Tangan Veve meraih trai Lyssa. “Aku ambil sayurnya ya?” Lyssa mengangguk. “Setiap menu makan siang ada dagingnya, kamu selalu saja tidak makan siang. Kamu harus belajar melupakan traumamu, tahu..” ujar Septi perhatian. Gadis kurus itu menyudahi makan siang, membersihkan bibirnya dengan tisu. Kini lanjut memberikan petuah panjang lebar untuk Lyssa. Lyssa menopang dagu, mendengarkan ceramah panjang dari Veve dan Septi. Lama kelamaan, dia mulai bosan. Matanya mengedar, melihat kondisi sekeliling. Rombongan anak perempuan yang sebelumnya makan satu meja dengan mereka berdiri, menyudahi makan siang mereka. Veve kini ganti lanjut makan siang dengan porsi milik Lyssa sembari berceramah mengenai pentingnya makan yang cukup dan teratur. “Mereka cepat sekali makannya,” komentar Lyssa tak sengaja. “Siapa?” tanya Septi dan Veve bersamaan. Mereka mengikuti arah pandangan Lyssa. “Oh.. Evan.. Tentu saja. Evan kan ketos. Teman-temannya juga banyak yang anak klub. Mereka orang-orang sibuk, break siang adalah saat untuk mereka menjalankan tugas negara,” jelas Veve. Septi, “Menurutku bagus sih periode kepengurusan Evan daripada kepengurusan tahun sebelumnya.” Seperti marasakan pandangan ke arahnya, Evan menoleh ke meja mereka. Tak sengaja, mata Lyssa bertatapan dengan iris pemuda tampan tersebut. Mereka saling berpandangan beberapa saat, sebelum akhirnya, Evan menyunggingkan senyum untuknya. Lyysa diam tak berekspresi. Di depannya, Veve menjerit tertahan, kaget dan tidak menduga Evan memberikan senyum untuk mereka. Karin, gadis berambut hitam lurus panjang di samping Evan ikut tersenyum pada mereka. Senyumnya anggun bak First Lady. Dan begitulah, kafilah manusia keren SMA mereka berlalu. “Keren banget kan??? Evan emang keren. Ah, dia sangat sopan dan murah senyum. Aku sangat-sangat menyukainya.” Veve bermonolog. Matanya berbinar-binar. Di sampingnya, Septi tidak terlalu peduli dan sibuk dengan aplikasi perpesanan. Dia bilang saat ini serius mau nyari pacar. Di tengah kedamaian jam makan siang, Pearl lagi-lagi mengganggu Lyssa. “Eh, lu masih di sini aja,” ujarnya. Ia melipat tangan di sebelah meja Lyssa, memandang rendah pada Lyssa dan dua temannya. Septi dan Veve mengalihkan pandangan, bersikap seolah Lyssa bukanlah orang yang mereka kenal. “Gue kan udah bilang.. Gue gak suka liat muka lu..” Tangan Pearl gemas hendak mencubit pipi Lyssa. Tapi gadis cantik itu menolak. Tangannya terangkat mengibas tangan Pearl yang hendak menyentuhnya. Pearl murka, “Lu berani sama gua hah?!” Lyssa tidak takut, toh hari ini Pearl hanya berdua saja dengan teman dekatnya, Clara. Lyssa berdiri. Dari jarak yang sangat dekat, dia tampak lebih tinggi beberapa centi dari Pearl. Pearl dengan dandanannya yang hype dengan make up cerah tampak bertolak belakang dengan Lyssa yang tampil sederhana, khas layaknya siswa teladan. “Sok banget sih lu.. Cewek gembel!” teriak Pearl memancing perhatian. Tangannya lagi-lagi terangkat hendak menyerang Lyssa. Lyssa menahan lengan Pearl kalem. Dengan satu tangannya yang lain, dia meraih gelas jus jambu miliknya. ‘Byur..’ Sisa jus miliknya ia tumpahkan ke muka Pearl. “Pembalasan untuk yang kemarin,” ujar Lyssa datar. Pearl dan Clara murka. Dua gadis itu langsung menyerang Lyssa. Lyssa tidak tinggal diam. Gadis cantik itu balas menjambak dan mencakar kulit wajah Pearl. Sayangnya, kukunya baru saja ia potong tadi pagi. Sementara Pearl yang terbiasa berkuku panjang berhasil mencakar-cakar wajah Lyssa hingga mengelupas di beberapa bagian. Tak ingin wajahnya semakin terluka, Lyssa menarik rambut pendek Pearl ke belakang, menjauhkan Pearl darinya. Sementara itu, Clara ikut membantu temannya menarik rambut panjang Lyssa. Semakin keras Clara menarik rambutnya, semakin keras pula Lyssa akan menarik rambut Pearl. Tangan Pearl dengan kukunya yang panjang meraih-raih tubuh Lyssa hendak balas mencakar. “Lyssa, Lyssa, ada yang mangil guru BK.” Suara Septi menyadarkan tiga wanita yang sedang berkelahi. Ketiga wanita itu berhenti, masing-masing tangan masih di tubuh musuhnya, tidak ada yang berniat menyerah lebih dulu. “Bu Lesti.. Bu Lesti mau ke sini.” Mendengar kata Veve, Lyssa tidak peduli lagi. Gadis itu melepas tangannya dari kepala Pearl dan segera duduk. Septi membantunya merapikan rambut dan bajunya yang kusut. Anak-anak di kantin yang sebelumnya sibuk merekam pertengkaran yang terjadi juga kembali ke kursi masing-masing. Berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Clara dan Pearl yang hendak kabur tertangkap basah oleh Bu Lesti. “Kamu lagi yang buat ulah?!” Bu Lesti berteriak kencang. “Kamu pikir sekolah ini milikmu apa?! Bertingkah seperti preman! Ikut Ibu ke kantor!” Di kursinya, Lyssa mengembuskan napas lega. Jantungnya berdetak kencang. Dia masih syok saat menyadari dirinya barusan berkelahi dengan Pearl. Tapi yang lebih membuatnya kaget, baik Veve maupun Septi tidak ada yang membantunya. Hatinya terasa kosong, hampa di dalam sana. “Aku pergi dulu.” Kata Lyssa sambil berdiri. Septi mengiyakan. Pandangannya penuh penyesalan dan permintaan maaf pada Lyssa. Berjalan cepat, gadis itu melawan arus ratusan siswa yang sedang ramai di kantin sekolah. Melewati koridor dan tangga-tangga, Lyssa menarik perhatian dengan tampilan rambutnya yang kusut dan wajah penuh luka. Terus berjalan, sampailah ia di atap gedung. Ini pertama kalinya Lyssa ke atap gedung kanan, biasanya dia langganan ke atap gedung kiri bagian belakang. Tapi karena hari ini sudah mepet bel masuk, gadis cantik itu memilih atap gedung kanan, gedung kelasnya berada. Di tangga lantai paling atas, tangan kirinya merogoh saku, mengeluarkan satu pak rokok dari saku rok sekolah. Jarinya lihai mengapit batang rokok di antara jari lentiknya. Ekspresinya lega kala mendorong pintu di depannya terbuka. Suara pintu besi itu berisik kala menatap tembok. Wajah Lyssa kian lega begitu merasakan embusan napas dari alam terbuka. Yang tidak ia duga, atap gedung kiri rupanya sedang tidak available. Langkah Lyssa terhenti. Di depannya, sepasang kekasih fenomenal sedang berpelukan, berciuman liar di samping pagar. Pasangan kekasih itu adalah ... Evan dan Karin. Menyadari kedatangan tamu tak diundang, Evan menghentikan aktifitasnya. Dengan punggung tangannya, ia mengusap bibirnya yang basah. Ekspresi Karin masam sekali, matanya tajam menusuk iris hijau Lyssa. Sangat tidak sesuai dengan imejnya yang biasa anggun dan elegan. Mata Lyssa sedikit turun dari dua wajah di depannya. Matanya kaget terpaku pada tangan yang saling bersandar di d**a sepasang kekasih tersebut. “Kenapa?! Tidak pernah lihat orang make out?!” Bentakan Karin membuat tubuh Lyssa berguncang kaget.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD